METODE KETELADANAN
Posted by Unknown on 22:00
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Keteladanan
dalam pendidikan adalah metode yang paling sukses untuk mempersiapkan akhlak
seorang anak, dan membentuk jiwa serta rasa soasialnya. Sebab, seorang pendidik
adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, dan akan menjadi panutan baginya.
Disadari atau tidak, sang anak didik akan mengikuti tingkah laku pendidiknya.
Bahkan akan terpatri kata-kata, tindakan, rasa, dan nilainya di dalam jiwa dan
perasaannya, baik ia tahu maupun tidak tahu. [1]
Abu Musa
Al-Asy’ari r.a berkata bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan kawan yang baik
dan kawan yang buruk adalah seperti penjual minyak misik dan peniup perapian.
Pembawa minyak misik bisa jadi memberikan minyaknya kepadamu, atau engkau
membelinya, atau engkau mencium baunya. Sedangkan peniup perapian bisa jadi
membakar pakaianmu, atau engkau mencium bau tidak sedap darinya.” (Muttafaq’alaih)[2]
Dr. Musthafa Dib
al-Bugha dalam syarah kitab Riyadhush Shalihinnya menerangkan bahwa Nabi saw
menyerupakan orang yang saleh seperti penjual minyak kasturi untuk menunjukkan
bahwa akhlak yang mulia itu menular dan menular terhadap teman-temannya
disebabkan pergaulan dengannya. Begitupula Rasulullah saw menyerupakan bergaul
dengan orang yang jahat dengan orang yang meniup bara api, karena hal itu akan
menular kepada orang lain.[3]
Dari hadist di atas
dapat disimpulkan bahwa pergaulan sangat berpengaruh terhadap karakter manusia.
Bagi anak-anak di rumah, pergaulan dengan orang tua, khadimat atau pembantu rumah tangga, tetangga, saudara. Atau siapa
pun yang berada di lingkungan rumah nya akan sangat berpengaruh karena dari
mereka lah anak akan mengambil contoh teladan.
Di lingkungan
sekolah pun demikian. Anak-anak, baik yang sudah ataupun belum memasuki usia
remaja tentu akan banyak mencontoh orang-orang yang ada di sekitarnya. Terutama
teman dan guru yang sering berinteraksi dengan mereka. Guru, dalam hal ini
sebagai tenaga pengajar tentu memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan
contoh teladan bagi para muridnya.
Namun pada
kenyataannya, orang tua maupun guru yang seharusnya menjadi teladan bagi anak
ternyata malah memberikan contoh yang kurang baik. Berita-berita seputar
kebejatan moral guru cukup banyak kita temui di portal-portal berita saat ini.
Contohnya yang terjadi di Jembrana, Bali pada Bulan Oktober 2015. Seorang guru
tega menyetubuhi muridnya sendiri.[4]
Ada juga di
Kefamemanu, Nusa Tenggara Timur, 23 murid dipaksa membenturkan kepala ke meja
sebagai hukuman karena tidak mengerjakan tugas yang berakhir dengan salah
seorang murid mengalami koma.[5]
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pada acara
“Sosialisasi Bahaya Kekerasan Seksual di Sekolah dengan tema ‘Penguatan
Karakter Pendidikan Khodijah Guna Menyiapkan Generasi Emas’” di Yayasan
Pendidikan Khodijah di Surabaya, Sabtu 14 Februari 2015 menyebutkan bahwa dari
data media online di seluruh Indonesia, tahun 2014 dari 25 Provinsi di
Indonesia, Jawa Timur menempati peringkat tertinggi dengan persentase 80 persen
daerah persebaran kasus kejahatan seksual di sekolah," urainya.Selain itu,
Jawa timur juga mendapat predikat tertinggi persebaran kasus kejahatan seksual
dengan pelakunya adalah guru."Untuk pelaku guru, persentasenya mencapai 22
persen, tertinggi di Indonesia," imbuhnya.[6]
Di rumah, orang
tua perokok sering kali mencontohkan anak untuk merokok. Mereka dengan
santainya merokok di depan anak-anak mereka. Menurut Sotar Sinaga, perwakilan
dari Yayasan Kampus Diakonia Modern dalam
pertemuan yang dilakukan sejumlah gerakan dan komunitas peduli anak di Kantor
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Jumat 9 Oktober 2015,
selain membahayakan kesehatan si anak, tindakan orang dewasa yang merokok di
depan anak berpotensi membuat anak yang bersangkutan dapat menjadi konsumen
rokok pada usia dini, seperti yang saat ini banyak terjadi.[7]
Sering
kali orang tua melarang anak untuk merokok, tetapi mereka justru malah
memberikan contoh yang berlawanan dengan apa yang diucapkan. Dalam shalat
berjamaah pun demikian. Orang tua sering kali menyuruh anak untuk shalat di
masjid, tetapi tidak mencontohkan dalam perbuatannya.
Pendidikan
pertama seorang anak adalah orang tuanya. Maka orang tua memiliki peranan yang
penting dalam pengajaran anak di usia dini. Pentingnya peran orang tua ini
dituangkan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW yang berbunyi: “Setiap anak itu dilahiran dalam keadaan
suci. Kedua Ibu Bapaknya lah yang menjadikannya Nasrani atau Majusi.”[8]
Kegiatan
pengajaran berlangsung utamanya di rumah dan di sekolah. Sebelum anak-anak
bersekolah di institusi resmi, setiap orang tua pasti akan mengajarkan
anak-anaknya pengetahuan ataupun keterampilan yang diperlukan untuk
perkembangan otak maupun motoric anak. Selanjutnya anak akan mendapatkan
pengajaran di sekolah. Peranan guru dan orang tua terutama sangat penting bagi
perkembangan anak.
1.2
Rumusan
Masalah
Dalam memahami teladan yang baik, sebagai orang muslim,
tentunya para orang tua dan guru perlu mencontoh Nabi Muhammad saw sebagai role
model. Agar lebih yakin dengan hal tersebut, maka perlu dijawab beberapa
pertanyaan berikut:
1. Mengapa harus Nabi Muhammad saw yang dijadikan teladan?
2. Apa saja teladan yang dapat dicontoh dari Nabi Muhammad saw?
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1
Pengertian
Metode
Secara harfiyah
metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu metayang
berarti menuju, dan hodos yang
berarti jalan atau cara tertentu. Dalam bahasa Arab kata metode diungkapkan
dalam bentuk kata thariqah yang
berarti jalan, dan manhaj yang
berarti system, serta wasilah yang
berarti perantara. Dari kedua bahasa tersebut sepertinya tidak terjadi perbedaan
makna.[9]
Metode secara
istilah di artikan oleh Prof Abuddin Nata sebagai cara-cara yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, yaitu
perubahan-perubahan kepada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya.[10]
Metode
pendidikan merupakan suatu cara yang digunakan pendidik untuk menyampaikan
materi pelajaran, keterampilan, keteladanan, atau sikap tertentu agar proses
pendidikan berlangsung efektif, dan tujuan pendidikan tercapai dengan baik.[11]
Pemilihan metode
yang tepat akan menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan, demikian juga
metode yang kurang tepat akan membuat proses pendidikan menjadi gagal, suasana
pembelajaran akan terasa membosankan, sehingga siswa sulit menerima pelajaran.
Bahkan materi yang mudah akan terasa sulit. Mendidik dengan cara salah sering
menimbulkan penolakan. Sebaliknya, ketepatan memilih metode akan membuat
transfer ilmu dan sikap terasa mudah dan menyenangkan.[12]
2.2
Metode-Metode
Pendidikan
Prof.
A. Tafsir mendefiniskan pendidikan islami dalam arti sempit sebagai bimbingan
yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran islam.[13]
Bimbingan yang diberikan oleh seseorang dalam pengertian diatas adalah
pengajaran. Berdasarkan pengertian ini, maka kegiatan pendidikan tidak bisa
terlepas dari kegiatan pengajaran. Setiap proses pengajaran pasti memerlukan
metode sebagai cara penyampaiannya.
Terdapat banyak
metode yang disampaikan dalam Al-Quran. Diantaranya surat An-Nahl ayat 125: “Serulah manusia ke jalan Rabb-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan jalan yang lebih
baik. Sesungguhnya Rabb-mu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”[14]
Allah Ta’ala
berfirman seraya memerintahkan Rasul-Nya, Muhammad saw agar menyeru umat
manusia dengan penuh hikmah. Ibnu Jarir mengatakan: “Yaitu apa yang telah
diturunkan kepada beliau berupa Al-Quran dan as-sunnah serta pelajaran yang
baik, yang didalamnya berwujud larangan dan berbagai peristiwa yang disebutkan
agar mereka waspada terhadap siksa Allah Ta’ala.[15]
Akhmad Alim,
mengutip apa yang disampaikan oleh Al-Fakhr Al-Razi dalam Al-Tafsir Al-Kabir menyatakan: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
telah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk mengajak manusia (kepada jalan
Allah) dengan salah satu dari ketiga metodologi ini, yakni dengan hikmah, mau’izah hasanah, dan mujadalah dengan cara yang baik.”[16]
Akhmad Alim
menjabarkan ketiga metode tersebut secara lebih rinci lagi. Berikut
penjelasannya:
1. Metode
Hikmah
Metode Hikmah dapat
dikembangkan dalam beberapa bentuk metode sebagaimana uraian berikut:
· Metode
Keteladanan (Uswatun Hasanah)
Metode keteladanan merupakan sebuah
cara dengan memberikan contoh yang baik (uswah hasanah) dalam setiap
ucapan dan perbuatan kepada anak didik.
Konsep keteladanan dalam sebuah
pendidikan sangatlah penting dan bisa berpengaruh terhadap proses pendidikan,
khususnya dalam membentuk aspek moral, spiritual, dan etos social anak. Karena
seorang pendidik merupakan sosok figure dalam pandangan anak, disadari atau
tidak akan ditiru oleh anak. Bahkan bentuk perkataan dan tindak tanduknya akan
senantiasa tertanam dalam konsep kepribadian anak.
Pada dasarnya manusia membutuhkan
sosok dan panutan yang dapat dicontoh, sehingga mengarahkan dirinya pada jalan
yang benar. Keberhasilan pendidikan ini memang memiliki korelasi yang sangat
kuat dengan keteladanan. Sebab sejarah mencatat, bahwa Rasulullah Saw sebagai uswatun
hasanah (teladan yang baik) telah berhasil merubah sebuah generasi dari
generasi biadab menjadi generasi beradab. Allah berfirman dalam QS Al-Ahzab:
21: “Sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu, bagi orang-orang yang
mengharapkan rahmat Allah dan hari akhir dan dia banyak mengingat Allah.”
·
Metode Praktik
Metode praktek merupakan cara
mendidik dengan mengaplikasikan secara langsung dalam bentuk latihan. Manfaat
metode ini adalah mewujudkan hubungan antara teori dan praktek, ilmu dan
hasilnya, menghasilkan kemahiran dan kecermatan yang tinggi, merangsang muslim
untuk melakukan kewajibannya, memunculkan kebahagiaan individu karena ia
melihat hasil sesungguhnya, dan terakhir mengurangi kesalahan dan menambah
kesungguhan.
Rasulullah Saw ketika membina
sahabatnya sering menggunakan metode ini. Ketika mengajak shalat, beliau
bersabda “Shalluu kamaa ra-aitumuunii” (shalatlah seperti yang kalian
melihatku). Beliau berperan langsung sebagai imam, sementara para sahabat
menjadi makmum, dengan maksud memberikan pelajaran kepada mereka.
·
Metode
Perumpamaaan (amtsal)
Metode perumpamaan merupakan metode
pendidikan yang digunakan pendidik kepada anak didik dengan cara memajukan
berbagai perumpamaan agar materinya mudah dipahami. Dalam QS Al-Zumar: 27
disebutkan: “Dan sungguh kami telah membuat bagi manusia di dalam Al-Quran ini
setiap perumpamaan, supaya mereka mendapat pelajaran.” Ayat ini merupakan dalil
naqli bahwa islam menggunakan perumpamaan sebagai metode dalam menyeru manusia
pada kebenaran sehingga mereka mau mengikuti petunjuk Allah.
Terdapat banyak ayat dan hadist
yang menggunakan metode ini. Beberapa perumpamaan dalam Al-Quran:
Ø Orang
yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti orang yang menanam sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, yang tiap tangkainya berisi seratus
butir. (QS. Al-Baqarah: 261)
Ø Perumpamaan
kasih sayang antara sesama muslim seperti satu jasad yang ikut merasakan
sakit., ketika salah satu anggota tubuh tertimpa penyakit (HR. Muslim)
Ø Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik,
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.
Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan –perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
(QS. Ibrahim: 24-25)
Ø Sesungguhnya
Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari
itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu
benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud
Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?” dengan perumpamaan itu banyak orang yang
disesatkan Allah dan (dengan) perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya
petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”(QS
Al-Baqarah: 26)
Ø Perumpamaan
orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti
laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah
rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. (QS Al-Ankabut: 41)
2. Metode
Mau’izhah Hasanah
Inti
dari metode mau’izah hasanah adalah terfokus pada penyampaian pesan yang
bertujuan untuk memberikan dorongan positif (targhib) dan menjauhkan
dari dorongan negative (tarhib). Pengembangan dari metode ini bisa
diwujudkan sebagi berikut:
·
Qaulan baligha
(nasihat argumentative) ditujukan pada siswa yang suka berdebat
·
Qaulan layyina
(nasihat yang lembut) ditujukan pada siswa yang mudah diatur
·
Qaulan masyiura
(nasihat yang mudah) ditujukan pada siswa pemula
·
Qaulan karima
(nasihat yang mulia) ditujukan pada seluruh siswa secara umum
·
Qaulan sadidun
(nasihat yang tegas) ditujukan pada siswa yang sering melakukan pelanggaran
·
Qaulan hasana
(nasihat yang baik) ditujukan pada semua siswa secara umum
3. Metode
Mujadalah
Dalam
proses pendidikan, istilah mujadalah secara esensial dikenal dengan
metode diskusi, dialog atau hiwar, yang dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
nilai islami. Proses diskusi bertujuan menemukan kebenaran, memfokuskan diri
pada pokok permasalahan. Menggunakan akal sehat dan jernih, menghargai pendapat
orang lain, memahami tema pembahasan antusias, mngungkapkan dengan baik, dengan
santun, dapat mewujudkan suasana yang nyaman dan santai untuk mencapai
kebenaran serta memuaskan semua pihak.
Metode
ini memiliki kelebihan yaitu pesan yang disampaikan secara langsung dan dapat
mengetahui respon yang bersangkutan. Guru yang menjalankan metode ini bisa
mengaktifkan akal, menguatkan meeka dalam menerima pengetahuan baru, dan
menumbuhkan kecintaan pada kebenaran.
Berikut
ini adalah beberapa contoh dialog dalam Al-Quran:
·
Dialog Allah
dengan para malaikat dalam penciptaan Adam. (QS Al-Baqarah: 30)
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ
فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ
وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ (٣٠)
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"
·
Dialog Allah
dengan para rasul seperti Nabi Musa (QS Al-A’raf: 143)
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا
وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ
انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى
رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ
سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ (143)
Artinya: Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada
waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku
dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali
tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di
tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala
Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur
luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata:
"Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang
pertama-tama beriman"
·
Dialog Allah
dengan manusia di akhirat (QS Al-Mukminun: 112-113)
قَالَ
كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الأرْضِ عَدَدَ سِنِينَ (١١٢) قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ
بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ (١١٣)
Artinya: Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal
di bumi? (112)
Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah
hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung" (113)
BAB III
KAJIAN TAFSIR
Allah
telah menjamin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah teladan yang paling baik. Manusia
yang paling baik dan paling layak untuk dijadikan panutan oleh seluruh manusia
adalah Nabi Muhammad SAW. Hal ini di sebutkan oleh Allah SWT dalam Surat
Al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١)
Artinya:“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu), bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Ayat yang mulia
ini adalah pokok yang agung tentang mencontoh Rasulullah SAW dalam berbagai
perkataan, perbuatan, dan perilakunya. Untuk itu Allah Tabaraaka wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk mensuriteladani
Nabi SAW pada hari Ahzab dalam kesabaran keteguhan, kepahlawanan, perjuangan
dan kesabarannya dalam menanti pertolongan dari Rabb-Nya.[17]
Ummu Salamah berkata: “Aku telah menyaksikan di samping Rasulullah SAW
beberapa peperangan yang hebat dan ngeri, peperangan di Almuraysia’, khaibar,
dan kami pun telah menyaksikan pertemuan dengan musuh di hudaibiyah, dan aku pun
turut ketika menaklukkan Mekkah dan peperangan di Hunain. Tidak ada pada
peperangan yang aku saksikan itu yang lebih membuat lelah Rasulullah dan lebih
membuat kami-kami jadi takut, melebihi peperangan khandaq. Karena kaum muslimin
benar-benar terdesak dan terkepung pada waktu itu, sedang Bani Quraizhah tidak
lagi dipercaya karena sudah membelot, sampai Madinah dikawal sejak siang sampai
waktu subuh, sampai kami dengar takbir kaum muslimin untuk melawan rasa takut
mereka. Yang melepaskan kami dari bahaya ialah karena musuh-musuh itu telah
diusir sendiri oleh Allah dari tempatnya mengepung itu dengan rasa sangat kesal
dan sakit hati, karena maksud mereka tidak tercapai.
Memang ada orang yang bergoncang pikirannya, berpenyakit jiwanya,
pengecut, munafiq, tidak berani bertanggung jawab, bersedia-sedia hendak lari
dari badwi ke dusun-dusun, tenggelam dalam ketakutan melihat dari jauh betapa
besar jumlah musuh yang akan menyerbu. Tetapi masih ada lagi orang-orang yang
berpendirian tetap, tidak putus harapan, tidak kehilangan akal. Sebab mereka
melihat sikap dan tingkah laku pemimpin besar mereka sendiri, Rasulullah saw.
Beliau mendengar nasehat Salman Al-Farisy agar ditempat musuh bisa menerobos
dibuat parit pertahanan, dan nasehat ini segera beliau laksanakan. Beliau
sendiri yang memimpin penggalian parit bersama-sama dengan para sahabat. Beliau
turut memikul galian tanah, sehingga tanah dan pasir ikut mengalir bersama
keringat beliau. Semuanya dikerjakan oleh para sahabat dengan bergembira karena
meliaht Rasulullah pun kelihatan gembira dan bersemangat. Rasulullah ikut
menyanyikan syair yang digubah ‘Abdullah bin Rawahah terutama di ujung syair
sehingga semua pun turut senang, lupa bagaimana beratnya pekerjaan dan
bagaimana besarnya musuh yang dihadapi. Padahal jika dilihat kondisi saat itu,
sebagaimana yang dilakukan oleh Jenderal ‘Abdullah Syist Khaththaab di Iraq,
memang amat besar bahaya yang mengancam dalam perang khandaq itu. Hari di musim
dingin, persedian makanan di Madinah yang kurang, kalau terbayang saja ada
sedikit kecemasan di wajah beliau, pastilah semangat para pejuang akan luntur.
Namun beliau bersikap seakan-akan bahaya itu kecil saja dan dapat diatasi
dengan kegembiraan dan kesungguhan bekerja.[18]
Keteladanan yang baik tentu akan lahir dari
pribadi yang memiliki akhlak yang baik. Nabi Muhammad adalah sosok yang telah
dipersiapkan oleh Allah untuk memiliki akhlak dan perbuatan paling mulia. Allah
SWT menegaskan hal ini di dalam Surat Al-Qalam ayat 4:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيم ٤
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang
agung (mulia)”
Ma’mar
menceritakan dari Qatadah. ’Aisyah pernah ditanya mengenai akhlak Rasulullah
maka ia menjawab: “akhlak beliau adalah Al-Quran.” Demikianlah hadist ringkas
dari hadist yang cukup panjang. Dan juga telah diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam kitab shahih-nya, dari hadist Qatadah yang cukup panjang. Dan itu berarti
bahwa Nabi saw menjadi percontohan Al-Quran, baik dalam hal perintah, larangan,
sebagai karakter sekaligus perangai beliau. Apapun yang diperintahkan Al-Quran,
maka beliau pasti mengerjakannya, dan apapun yang dilarangnya beliau pasti akan
menghindarinya. Dan itu disertai pula dengan apa yang diberikan Allah kepada
beliau berupa akhlak yang sangat agung, yaitu rasa malu, pemurah, pemberani,
pemberi maaf lagi sabar, serta semua akhlak mulia, sebagaimana yang ditegaskan
dalam kitab ash-shahihain dari Anas, dia berkata: “Aku pernah melayani
Rasulullah saw selama sepuluh tahun, selama itu pula beliau tidak pernah
mengatakan: ‘Ah’ sama sekali kepadaku. Dan tidak juga beliau mengomentari
sesuatu yang aku kerjakan dengan mengatakan: ‘mengapa engkau kerjakan itu?’ dan
juga tentang sesuatu yng belum aku kerjakan dengan mengatakan: ‘mengapa engkau
tidak mengerjakannya?’ Rasulullah saw adalah yang paling baik akhlaknya. Beliau
tidak pernah mamakai kain yang ditenun dari sutera. Tidak ada yang lebih lembut
dari telapak tangan Rasulullah. Dan aku tidak pernah maencium bau harum dan
wangi-wangian yang lebih wangi dari keringat Rasulullah saw.”[19]
Sayyid Quthb, dalam tafsir Fi Zhilalil-Quran menyebutkan bahwa dalam
periode Mekkah, Nabi Muhammad saw selalu mendapat ejekan dan pelecehan yang
sangat menyakitkan dari kaum musyrikin. Allah menonjolkan unsur akhlak yang
ditampilkan melalui dakwah ini dan melalui diri Nabi yang mulia, serta
menafikkan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan oleh kaum musyrikin terhadap
dirinya.[20]
3.1 Kajian Sirah
Jika
kita mengkaji kitab-kitab sirah, akan sangat banyak teladan yang bisa dicontoh
dari Rasulullah saw. Hal ini karena memang akhlak Rasulullah adalah Al-Quran
sebagaimana dijelaskan di pembahasan sebelumnya. Berikut akan disebutkan
beberapa contoh teladan Rasulullah saw serta bagaimana pengaplikasiannya dalam
kegiatan mengajar baik di rumah oleh orang tua, maupun di sekolah ataupun
perguruan tinggi oleh para guru.
1.
Rasulullah saw sangat mencintai umatnya.
Tidak ada yang meragukkan kecintaan Nabi Muhammad
saw kepada ummat nya. Setiap hal yang dilakukannya merupakan perwujudan cinta
nya. Marahnya beliau pun adalah wujud kecintaannya. Hukuman yang diterima Kaab
bin Malik dan kedua sahabatnya (Murarah bin Ar-Rabi’ dan Hilal bin Umaiyyah)
karena tidak mengikuti perang Tabuk tanpa alasan berupa pengucilan dari
Rasulullah dan para sahabat, sejatinya itu adalah bentuk kecintaannya agar
mereka bertiga segera bertaubat dan tidak lagi lari dari medan jihad.
Ibnul Qayyim berkata: Demikianlah Allah
memperlakukan hamba-Nya dalam hukuman kejahatan mereka. Dia menghukum hamba-Nya
yang beriman dan mencintai-Nya, bahkan ia sangat mulia di sisi-Nya, hanya
karena ketergelinciran dan kesalahan ringan sehingga dengan demikian ia
senantiasa sadar dan hati-hati. Sedangkan orang yang hina dan tidak punya
kedudukan mulia di sisi-Nya dibiarkan terus dengan berbagai kemaksiatan. Bagi
hamba-Nya yang beriman, setiap kali melakukan kesalahan Allah memberikan nikmat
kepadanya.[21]
Jika dalam memberikan hukuman saja, Rasul memberikan
hukuman yang mendidik yang didasari oleh cinta, tentunya segala perbuatan baik
lainnya yang selalu beliau lakukan di dasari dengan cinta. Rasulullah orang
yang sangat halus hatinya. Seringkali Rasulullah menangis sebagai bentuk kasih
sayangnya kepada ummatnya. Ketika ada ayat yang membahas tentang siksaan neraka
atau hari hisab, beliau selalu meneteskan air mata teringat akan nasib umatnya.[22]
Seperti yang diungkapkan Ustadz Rahmat Abdullah ketika mengatakan tentang
dakwah, sebagai konsekuensi dari cinta, “Cinta akan meminta segalanya darimu,
sampai pikiranmu, sampai perhatianmu, berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di
tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai.”
2.
Rasulullah saw selalu melakukan kebaikan atau meninggalkan keburukan
terlebih dahulu sebelum menyuruh orang lain
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Ishaq
bahwasanya Rasulullah saw pernah mengutus ‘Amr bin ‘Ash kepada Al-Julanda Malik
‘Uman Watsimah untuk mengajaknya memeluk agama islam, ia lalu berkata:
“Sesungguhnya dia (‘Amr bin ‘Ash) telah menunjukkan aku untuk mengikuti seorang
nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis). Sungguh, beliau (Nabi saw) tidak pernah
menyuruh suatu kebaikan, melainkan beliau sendiri orang yang pertama
melakukannya. Sebaliknya, beliau tidak pernah suatu kejahatan, melainkan belaiu
sendiri orang yang pertama meninggalkannya. Sungguh, beliau tidak sombong meskipun
meraih kemenangan. Sebaliknya, beliau tidak mengeluarkan kata-kata kotor
sekalipun beliau dikalahkan. Beliau senantiasa memenuhi dan melaksanakan janji.
Aku bersaksi bahwa beliau adalah benar-benar seorang nabi.”[23]
3.
Rasulullah saw selalu menepati janji
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq
diatas, telah disebutkan bahwa Rasulullah selalu menepati janji. Maka demikian
lah seharusnya seorang pendidik terhadap anak didiknya, orang tua kepada
anaknya. Apabila janji telah diucapkan, maka pantang bagi seorang muslim untuk
melanggarnya.
4.
Rasulullah saw menegur sahabat dengan metode yang mendidik
Dalam menegur sahabat, Rasulullah mencontohkan
beberapa hal. Diantaranya adalah dengan berdialog dengan orang yang bersangkutan.
Seperti dalam hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad yang diriwayatkan dari Abi
Umamah Al-Bahili, ia berkata: “sesungguhnya seorang pemuda telah datang kepada
Nabi saw lalu berkta: ‘wahai Rasulullah, izinkanlah aku berbuat zina.’
(mendengar perkataan tersebut) sekelompok orang mencelanya dan berkata:
‘hentikan dan cegahlah (usirlah) dia.’ Rasulullah kemudian berkata (kepada
pemuda itu): ‘Mendekatlah kepadaku!’ pemuda itu pun mendekat dan duduk
dihadapan Rasulullah. Beliau bertanya: ‘apakah engkau senang jika yang dizinahi
itu ibumu?’ pemuda itu menjawab: ‘Tidak demi Allah, wahai Rasulullah, lebih
baik aku menjadi tebusanmu saja.’ Beliau kemudian menjelaskan: ‘orang-orang pun
juga tidak akan rela apabila yang dizinahi itu ibu mereka.’ Beliau bertanya lagi:
‘apakah engkau rela jika yang dizinahi itu anak perempuanmu?’ pemuda itu
menjawab: ‘Tidak demi Allah, wahai Rasulullah, lebih baik aku menjadi
tebusanmu.’ Beliau kemudian berkata: ‘manusia manapun juga tidak akan rela jika
yang dizinahi anak mereka.’ Beliau lalu bertanya lagi: ‘apakah engkau rela jika
yang dizinahi itu saudara (adik atau kakak) perempuanmu?’ dia menjawab: ‘Tidak
demi Allah, wahai Rasulullah, lebih baik aku menjadi tebusanmu.’ Beliau
kemudian menjelaskan: ‘siapapun juga tidak akan rela jika yang dizinai adalah
saudara perempuan mereka.’ Beliau bertanya lagi: ‘apakah engkau rela jika yang
dizinahi itu bibimu (dari pihak ayah)?’ pemuda itu menjawab: ‘Tidak demi Allah,
wahai Rasulullah, lebih baik aku menjadi tebusanmu.’ Beliau menjelaskan: ‘manusia
manapun tidak akan rela apabila yang dizinai adalah bibi mereka (dari pihak
ayah).’ Beliau bertanya lagi: ‘apakah engkau rela jika yang dizinahi itu bibimu
(dari pihak ibu)?’ pemuda itu menjawab: ‘Tidak demi Allah, wahai Rasulullah,
lebih baik aku menjadi tebusanmu.’ Beliau menjelaskan: ‘manusia manapun tidak
akan rela apabila yang dizinai adalah bibi mereka (dari pihak ibu).’ Setelah
itu lalu beliau meletakkan tangan beliau diatas pundak pemuda tersebut seraya
berdoa: ‘Ya Allah, ampunilah dosanya; bersihkanlah hatinya; dan jagalah
kemaluannya.’ Sejak saat itu, tidak pernah terbesit sedikitpun pada pemuda
tersebut untuk berzina.”[24]
Meskipun hadist diatas menunjukkan cara nabi menegur
dengan dialog yang baik, Rasulullahsaw juga
pernah menampakkan kemarahannya ketika menegur sahabat. Seperti yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata: “suatu hari Rasulullah saw keluar
menemui kami yang mana ketika itu kami sedang berselisih tentang persoalan
qadar, maka beliau marah sampai-sampai muka beliau memerah seakan-akan buah
delima dibelah dikedua pipi beliau, lalu beliau bersabda: ‘apakah ini yang
telah diperintahkan kepada kalian? Ataukah untuk urusan ini aku diutus kepada
kalian? Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian rusak lantaran mereka
berselisih dalam masalah ini. Aku mengharuskan kepada kalian untuk tidak saling
berselisih dalam masalah ini.” (HR. Tirmidzi)[25]
5.
Rasulullah saw mendengarkan pendapat para sahabat
Dalam Perang Uhud, setelah mendengar kabar bahwa
pasukan Quraisy yang berjumlah tiga ribu orang akan menyerang Madinah,
Rasulullah saw segera mengadakan musyawarah dengan para sahabat. Dalam
musyawarah ini Rasulullah menawarkan kepada mereka antara keluar menjemput
musuh di luar kota Madinah, atau bertahan di dalam kota Madinah; jika musuh
datang menyerang kota Madinah, barulah kaum muslimin menghadapi mereka di dalam
kota. Dari kalangan orang-orang tua, termasuk Abdullah bin Ubay bin Salul,
memilih tawaran kedua (bertahan di dalam kota Madinah) sedangkan sebagian besar
para sahabat yang tidak berkesempatan ikut perang Badr berkeinginan menghadapi
musuh di luar kota Madinah. Mereka terus mendesak Rasulullah saw agar mau
mengadakan perang di luar Madinah, sampai akhirnya beliau menyetujuinya.[26]
Dalam Perang Khandaq, ketika Rasulullah saw
mengetahui berita keberangkatan pasukan musyrikin dari Mekkah, beliau
mengumumkan kepada para sahabat dan memerintahkan mereka untuk mengadakan
persiapan perang. Rasulullah saw meminta pandangan para sahabat dalam
menghadapi peperangan ini. Salman al-Farisi mengusulkan supaya digali parit di
sekitar kota Madinah. Kaum muslimin mengagumi usul ini dan menyetujuinya.[27]
6.
Rasulullah saw memberikan pujian dan memberikan perhatian dengan memegang
tangan atau bahu
Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata:
“Rasulullah saw pernah bertanya kepadaku: ‘Wahai Abu Mundzir, ayat manakah dari
kitab Allah (Al-Quran) yang menurutmu paling agung?’ Aku menjawab: ‘Allah dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’ Beliau mengulangi pertanyaannya lagi: ‘Wahai
Abu Mundzir, ayat manakah dari kitab Allah (Al-Quran) yang menurutmu paling
agung?’ aku kemudian menjawab: ‘Yaitu ayat ‘Allahu laa ilaaha illa huwal hayyul
qoyyum’ (maksudnya ayat kursi,-ed). Setelah itu beliau menepuk dadaku dan
mengatakan:
ليهنك العلم ابا المنذر
‘Semoga ilmumu membuatmu bahagia.’” (HR. Imam Muslim)[28]
7.
Rasulullah saw memilih momentum yang tepat dalam menyampaikan sesuatu
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab, dia
mengatakan: “sejumlah tawanan perang pernah diserahkan kepada Nabi saw.
Diantara tawanan ada seorang wanita yang air susunya membasahi kainnya
(lantaran sudah penuh). Dia pun lantas mencari anaknya yang telah lepas dari
pelukannya. Saat mendapatinya, dengan segera ia membopong anak itu, lalu
mendekatkannya pada perut dan menyusuinya. Beliau saw kemudian bertanya kepada
para sahabat: ‘apakah mungkin perempuan ini tega melemparkan anaknya sendiri
kedalam kobaran api?’ kami menjawab: ‘Tidak, ia tidak mungkin tega
melemparkannya.’ Lalu beliau bersabda: ‘sungguh, kasih sayang Allah kepada
hamba-Nya jauh lebih besar dari pada kasih sayang perempuan ini terhadap
anaknya sendiri.’” (HR. Bukhori dan Muslim)[29]
8.
Rasulullah saw selalu memberikan motivasi
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d Al-Sa’idi, dia
berkata: “Rasulullah saw telah bersabda: ‘kelak aku dan pengasuh anak yatim
akan berada di syurga laksana dua jari ini.’ Seraya beliau berisyarat dengan
kedua jari beliau, jari telunjuk dengan jari tengah sedikit direnggangkan.’”
(HR. Bukhori)[30]
Muslim manakah yang tidak ingin bersama Rasulullah
saw di syurga nanti? Tentu tidak ada. Dan dalam hadist di atas Rasulullah saw
memberikan motivasi kepada para sahabat untuk memuliakan dan mengasuh anak-anak
yatim. Bukan hanya memberikan anjuran untuk mengasuh anak yatim, tapi Nabi saw
menekankan lagi dengan sebuah ganjaran yang luar biasa sehingga para sahabat
tentu akan semakin termotivasi melakukan amalan tersebut.
9.
Rasulullah saw terbuka terhadap kritikan.
Rasulullah tiba di pinggir lembah Badr dengan posisi
nyaris sehadap dengan lawan sebelum Perang Badr terjadi. Habbab bin Mundzir
bertanya kepada Nabi saw: “Ya Rasulullah, apakah dalam memilih tempat ini Anda
menerima wahyu dari Allah swt yang tidak dapat diubah lagi? Ataukah berdasarkan
tipu muslihat peperangan?” Rasulullah saw menjawab: “tempat ini kupilih
berdasarkan pendapat dan tipu muslihat peperangan.” Al-Habbab mngusulkan: “Ya,
Rasulullah, jika demikian, ini bukan tempat yang tepat. Ajaklah pasukan pindah
ke tempat air yang terdekat dengan musuh, kita membuat kubu pertahanan di sana
dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita isi
dengan air hingga penuh, dengan demikian kita akan berperang dalam keadaan
mempunyai persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh tidak akan
memperoleh air minum.” Rasulullah saw menjawab: “Pendapatmu sungguh baik.”
Rasulullah saw kemudian bergerak dan pindah ke tempat yang diusulkan oleh
al-Habbab.[31]
Dari kisah di atas kita bisa belajar bahwa Nabi
Muhammad saw tidak anti kritik. Apabila ada pendapat sahabat yang lebih baik,
beliau tidak segan-segan mengakuinya dan mengikuti saran sahabat.
10. Rasulullah saw adalah sosok yang perhatian kepada
sahabat
Perhatian Rasulullah saw terhadap para sahabatnya sangat besar. Setiap
ada yang sakit pasti akan dijenguk, meskipun rumahnya jauh. Utsman bin Affan
pernah bercerita: “Demi Allah, kami senantiasa menemani Rasulullah, baik dalam
perjalanan ataupun ketika mukim. Beliau senantiasa menjenguk orang sakit,
mengikuti jenazah, ikut berperang, dan memberi kepada kami, baik dengan banyak
ataupun sedikit.[32]
BAB IV
KAJIAN IMPLEMENTASI
1.
Rasulullah saw sangat mencintai umatnya.
Seorang pendidik yang mencintai anak didiknya tentu
akan melakukan segala upaya yang terbaik agar anak didiknya mampu menjadi
muslim sempurna. Dia akan selalu memikirkan segala hal terbaik yang perlu
dilakukan untuk kemajuan anak didiknya. Dan dari cinta ini lah, akan muncul
keteladanan yang mampu menjadi contoh yang baik untuk anak-anak didiknya.
Cinta pendidik kepada anak didiknya akan melahirkan
perhatian hati yang lembut sekaligus tegas. Uang tidak akan menjadi prioritas
utama ketika mendidik. Melihat anak didiknya sukses adalah sebuah kebahagiaan
bagi seorang pendidik yang mencintai anak didiknya.
2.
Rasulullah saw selalu melakukan kebaikan atau meninggalkan keburukan
terlebih dahulu sebelum menyuruh orang lain.
Baik guru maupun orang tua, jika ingin menyuruh
anaknya, sebaiknya melakukan dan mencontohkan apa yang diperintahkan. Dalam hal
ibadah misalnya, menyuruh anak untuk shalat di masjid, seorang ayah tentulah
sebaiknya mencontohkan dengan shalat di masjid juga. Tidak lantas ayah menyuruh
anak shalat di masjid, tapi ayah malah shalat di rumah. Di sekolah misalnya,
jika ingin mendidik anak untuk membiasakan shalat dhuha, maka para guru
sebaiknya ikut mencontohkan dengan shalat dhuha bersama murid-muridnya.
Contoh lain yang juga dikemukakan di bagian latar
belakang masalah, ketika ingin menhindarkan anak dari rokok, maka orang tua pun
harus mencontohkan terlebih dahulu dengan meninggalkan rokok. Di sekolah murid
dilarang merokok, jika ketahuan biasanya akan ada hukuman bagi murid. Tapi
terkadang ada saja guru yang merokok, meskipun tidak dilakukan di sekolah, tapi
seorang perokok tidak akan bisa menghilangkan tanda-tanda bahwa dia adalah
seorang perokok. Apalagi jika merokoknya dilakukan di depan murid baik di
sekolah ataupun saat kegiatan di luar sekolah.
3.
Rasulullah saw selalu menepati janji
Seorang pendidik tentulah harus selalu menepati
janjinya. Orang tua di rumah, dalam mendidik anak tidak sebaiknya membohongi
anak-anaknya. Jika menjanjikan hadiah atas pencapaian yang didapat anaknya,
maka hadiah tersebut harus diberikan. Tentu hadiah yang diberikan sebaiknya
hadiah yang mendidik atau tidak berlebihan.
Guru di sekolah pun demikian, jika menjanjikan
sesuatu kepada murid, maka sudah sepantasnya janji tersebut ditunaikan. Hal ini
akan menjadikan murid paham akan pentingnya sebuah janji.
4.
Rasulullah saw menegur sahabat dengan metode yang mendidik
Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad mengenai
dialog Nabi saw dengan seorang pemuda yang ingin berzina, Rasulullah menegur
tidak dengan memarahi. Tetapi Nabi justru menggunakan pendekatan dialog dan
pengandaian yang baik. Dengan pendekatan ini, akhirnya pemuda tersebut mampu
menjauhi zina. Hal ini dapat diterapkan pula terhadap anak baik di rumah
ataupun di sekolah. Misalnya saat ada anak yang merokok atau terlibat tawuran,
orang tua atau guru bisa berdialog dengan anak tersebut dan memberikan
pemahaman tentang bahaya rokok atau tawuran dengan penganalogian yang
sederhana. Dialog seperti ini sebaiknya dilakukan dengan pendekatan dialog yang
penuh kasih, bukan sekedar dialog yang seolah-olah menggurui. Anak didik diajak
berpikir logis akan konsekuensi atas segala tindakan yang dilakukannya.
Rasulullah saw juga pernah menampakkan kemarahannya
untuk menegur sahabat yang sedang berselisih seperti yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi. Kemarahan ini ditujukan kepada sahabat yang berselisih karena
hal-hal yang tidak perlu diperselisihkan. Hal ini karena hanya akan
membuang-buang waktu percuma. Meskipun demikian, Rasulullah tidak mengeluarkan
kata-kata kotor sedikitpun. Orang tua dan guru boleh saja memarahi anak didik
tetapi perlu diperhatikan juga adabnya. Jangan sampai ketika memarahi kita
menggunakan kata-kata kotor atau kasar sehingga kemarahan yang ditampakkan
adalah kemarahan yang mendidik, bukan kemarahan karena nafsu.
5.
Rasulullah saw mendengarkan pendapat para sahabat.
Alangkah baiknya jika setiap pendidik melibatkan
anak didiknya dalam perencaan kegiatan belajarnya. Tentu tidak semua hal perlu
didiskusikan dengan anak didik, tetapi sesekali anak didik perlu diajak
berdiskusi untuk hal-hal yang bukan aturan baku. Anak didik akan merasa lebih
dihargai pendapatnya dan terbiasa terlibat dalam menentukan hal-hal yang
berhubungan dengan perkembangan dirinya. Contoh misalnya jika akan melakukan
studi tur, anak didik bisa dilibatkan dalam penentuan lokasi kunjungan, atau
ketika akan melakukan kegiatan sosial, dan kegiatan-kegiatan lainnya.
6.
Rasulullah saw memberikan pujian dan memberikan perhatian dengan memegang
tangan atau bahu.
Pendidik sebaiknya memberikan pujian atas
keberhasilan atau kemajuan yang dialami peserta didik. Tentu tidak perlu pujian
berlebihan, salah satu contohnya seperti mendoakan kebaikan untuk anak didik
sambil memegang dada atau bahu peserta didik seperti dalam hadist yang
diriwayatkan Imam Muslim. Anak didik akan merasa dihargai atas segala usaha
yang dilakukannya dalam kegiatan belajarnya, dan akan semakin menambah
motivasinya untuk terus lebih baik.
7.
Rasulullah saw memilih momentum yang tepat dalam menyampaikan sesuatu
Banyak riwayat hadist yang menjelaskan tentang
pemilihan Nabi saw akan momentum yang tepat dalam menyampaikan pengajaran.
Momentum yang tepat akan menambah pemahaman dan tentunya akan sulit dilupakan
oleh anak didik. Dalam mendidik anak, ada kalanya pendidik memanfaatkan momen
yang tepat untuk mnjelaskan sesuatu. Misalnya dalam menjelaskan tentang
kedudukan Masjidil Aqso dan Palestina dalam islam, akan sangat tepat momennya
dijelaskan seperti saat Israel melakukan penyerangan terhadap Palestina seperti
saat ini. Contoh lain misalnya memanfaatkan momen pergantian tahun hijriah
untuk menjelaskan sejarah Hijrah yang dilakukan Nabi saw.
8.
Rasulullah saw selalu memberikan motivasi.
Dalam mendidik, seorang pendidik baiknya memberikan
motivasi yang baik dalam pengajarannya. Hal ini agar anak didik lebih
bersemangat dalam menuntut ilmu atau berbuat baik. Selain hadist yang
menjelaskan keutamaan mengasuh anak yatim sebagai motivasi, masih banyak
hadist-hadist lain yang menjelaskan keutamaan suatu amalan yang bisa digunakan
untuk memotivasi anak didik. Contohnya hadist dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang mengajak manusia kepada petunjuk
Allah, maka ia akan mendapat pahala seperti pahala orang-orang yang
mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR. Muslim)[33]
Motivasi yang diberikan Nabi
saw kepada para sahabat selalu berorientasi pada akhirat. Maka sangat baik
mengikuti teladan Nabi yang telah dicontohkan. Orang tua bisa memotivasi anak
dari semenjak pendidikan dini di rumah dengan motivasi akhirat. Guru
melanjutkan memotivasi anak didik di sekolah. Motivasi yang baik tentu akan
menghasilkan peserta didik yang baik pula.
9.
Rasulullah saw terbuka terhadap kritikan.
Kisah dalam Al-Habbab yang mengusulkan Nabi Muhammad
saw untuk berpindah tempat saat perang Badr dan apa yang dilakukan Nabi saw menunjukkan
bahwa seorang pemimpin besar pun mau menerima kritik. Nabi Muhammad saw bukan
hanya seorang pemimpin perang, tapi juga seorang guru terbaik.
Dalam praktek pendidikan saat ini, kira-kira berapa
banyak guru yang siap dikritik? Beberapa kejadian menunjukkan ketidaksiapan
guru untuk dikritik. Seperti yang terjadi di Riau 2014 lalu, tiga orang siswa
SMA dikeluarkan karena mengkritik guru yang terlambat tetapi tidak mendapat
hukuman, berbeda jika murid yang terlambat.[34]
Sudah sewajarnya pendidik tidak anti terhadap
kritikan. Di rumah, orang tua seharusnya terbuka dengan saran-saran dan
kritikan anak jika memang anak benar. Di sekolah pun guru seharusnya menerima
krtikan yang membangun dengan baik. Komisioner KPAI bidang pendidikan, Sutanto,
mengatakan, guru tidak boleh
bersikap superior. Guru juga harus mau menerima kritik dari para murid didiknya
agar tercipta sekolah yang ramah anak.[35]Akan lebih baik jika sekolah membuat kotak saran untuk menampung aspirasi
murid sehingga murid memiliki wadah yang sesuai untuk menyalurkan aspirasinya.
10. Rasulullah saw adalah sosok yang perhatian kepada
sahabat.
Jika para guru memberikan perhatian yang baik kepada
para murid kedekatan dengan murid akan semakin terbentuk. Murid akan sangat
menghormati guru. Memberikan perhatian banyak bentuknya, menjenguk saat ada
murid yang sakit adalah salah satu contohnya.Guru yang dekat dengan murid akan
lebih mudah dalam menyampaikan pelajaran. Bukan hanya soal pelajaran, tapi
akhlak dan perilaku murid pun akan lebih mudah dibentuk.
Di rumah pun orang tua perlu memberikan perhatian
yang cukup. Terutama bagi keluarga yang kedua orang tuanya bekerja, maka setiap
momen bersama anak harus selalu dimanfaatkan. Menyempatkan menelepon anak akan
sangat baik dalam menunjukkan perhatian dan cinta kepada anak.
BAB V
KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1 Kesimpulan
Nabi Muhammad
saw adalah orang yang memiliki Akhlak yang baik. Akhlak beliau adalah Al-Quran sehingga Rasulullah menjadi panutan yang
sangat layak untuk di contoh. Allah swt pun telah menjaminnya dalam surat
Al-Ahzab ayat 21 dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah suri tauladan
yang baik.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita meneladani beliau. Apalagi sebagai
seorang pendidik, Rasulullah saw adalah role model yang sangat tepat.
Beliau telah memberikan berbagai macam contoh metode yang dapat digunakan dalam
proses belajar mengajar. Salah satu metode yang tidak bisa lepas, dan selalu
akan terikat dengan pelakunya adalah keteladanan. Mengajar dengan metode
apapun, tentu harus dilandasi dengan keteladanan, karena anak didik cenderung
mencontoh perilaku pendidiknya, baik orang tua di rumah maupun guru di sekolah.
Beberapa contoh keteladanan yang dibahas dalam makalah ini dan dapat
diteladani oleh para pendidik saat ini diantaranya:
1. Selalu melakukan kebaikan atau meninggalkan
keburukan terlebih dahulu sebelum menyuruh orang lain
2. Selalu menepati janji
3.
Menegur dengan metode yang mendidik
4.
Mendengarkan pendapat anak didik
5.
Memberikan pujian dan memberikan perhatian dengan sentuhan
6.
Memilih momentum yang tepat dalam menyampaikan sesuatu
7.
Selalu memberikan motivasi
8.
Terbuka terhadap kritikan
9. Perhatian kepada anak didik
10. Mencintai anak didik
5.2 Saran
Makalah ini memuat beberapa keteladanan yang dicontohkan Rasulullah saw
dalam mendidik para sahabat menjadi generasi terbaik ummat ini. Karena itu
harapannya setiap pendidik mampu meenjadi teladan bagi anak didiknya dengan
mengacu kepada Nabi Muhammad saw sebagai role model utama baik orang tua
di rumah, maupun guru di sekolah.
Bagi institusi pendidikan sendiri, penanggung jawab tertinggi di suatu
institusi baiknya menerapkan dan memonitor standar keteladanan dengan baik
DAFTAR
PUSTAKA
Abu
Ghuddah, ‘Abdul Fattah, 40 Metode Pendidikan Pengajaran Rasulullah SAW,
Bandung: Irsyad Baitus Salam. 2009
Al-Bugha,
Musthafa Dib, Syarah Riyadhush Shalihin
Imam an-Nawawi, Jakarta: Gema Insani, 2012
Al-Buthi, Muhammad
Sa’id Ramadhan, Sirah Nabawiyah. Jakarta: Robbani Press, 1999
Al-Faruq,
Umar, Kisah-Kisah Mengharukan dalam Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW,
Surakarta: Al-Qudwah Publishing, 2013
Alim, Akhmad, Tafsir Pendidikan Islam, Jakarta: AMP
Press, 2014
Hamka, Tafsir
Al-Azhar. Surabaya: Pustaka Islam, 1979
Ibn Ishaq, Abdullah bin
Muhammad bin Abdurahman, Tafsir Ibnu
Katsir, Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004
Kauma, Fuad, Air
Mata Rasulullah, Jakarta: Gema Insani Press, 2009
Mahfuzh,
M. Jamaluddin, Psikologi Anak dan Remaja
Muslim, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001
Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000
Quthb, Sayyid,Fi
Zhilalil-Qur’an, Jakarta: Robbani Press, 2004
Ulwan, Abdullah
Nashih, Tarbiyatul Aulad, Jakarta: Khatulistiwa Press, 2015
Sumber Internet
http://www.merdeka.com/peristiwa/setubuhi-murid-berkali-kali-guru-smp-6-negara-akan-dipecat-dari-pns.html, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 pukul 15.30
http://daerah.sindonews.com/read/1046964/174/benturkan-kepala-ke-meja-800-kali-siswa-sma-koma-1442848463, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 pukul 15.40
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/590057-khofifah--guru-peleceh-seksual-terbanyak-di-jawa-timur, diakses pada
tanggal 29 Oktober 2015 pukul 16.00
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/10/09/17563701/Merokok.di.Depan.Anak.Dinilai.Dapat.Digolongkan.sebagai.Kejahatan, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 pukul 16.10
http://news.detik.com/berita/2739375/keluarkan-3-siswa-karena-kritik-guru-di-fb-kepsek-status-itu-puncaknya, diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pukul 08.00
http://news.detik.com/berita/2739463/kpai-guru-tak-boleh-superior-harus-mau-terima-kritik-murid, diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pukul 08.30
[1]Abdullah
Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad, Jakarta: Khatulistiwa Press, 2015, h.
364
[2]Musthafa
Dib al-Bugha, Syarah Riyadhush Shalihin
Imam an-Nawawi, Jakarta: Gema Insani, 2012, jilid 1, h. 360
[4]http://www.merdeka.com/peristiwa/setubuhi-murid-berkali-kali-guru-smp-6-negara-akan-dipecat-dari-pns.html, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 pukul 15.30
[5]http://daerah.sindonews.com/read/1046964/174/benturkan-kepala-ke-meja-800-kali-siswa-sma-koma-1442848463, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 pukul 15.40
[6]http://nasional.news.viva.co.id/news/read/590057-khofifah--guru-peleceh-seksual-terbanyak-di-jawa-timur, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 pukul 16.00
[7]http://megapolitan.kompas.com/read/2015/10/09/17563701/Merokok.di.Depan.Anak.Dinilai.Dapat.Digolongkan.sebagai.Kejahatan, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 pukul 16.10
[8]M.
Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan
Remaja Muslim, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001, h. 6
[9]Akhmad Alim, Tafsir Pendidikan
Islam, Jakarta: AMP Press, 2014, h. 92
[10]Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh
Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, h. 22
[11]
Akhmad Alim, Tafsir Pendidikan Islam, Jakarta:
AMP Press, 2014, h. 88
[13] A. Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: Rosda, 2013, h.
43
[14]Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq, Tafsir Ibnu Katsir, Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004, jilid 5,
h. 120-121
[15]Ibid.
[17]Abdullah
bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq, Tafsir
Ibnu Katsir, Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004, jilid 6, h. 461
[18]lihat
Hamka, Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Pustaka Islam, 1979, jilid XXI, h.
263-266
[19]Abdullah
bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq, Tafsir
Ibnu Katsir, Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004, jilid 8, h. 251
[20]Sayyid
Quthb, Fi Zhilalil-Qur’an, Jakarta: Robbani Press, 2004, jilid 12, h.
101
[21]Muhammad
Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Sirah Nabawiyah. Jakarta: Robbani Press, 1999,
h. 406
[22]Fuad
Kauma, Air Mata Rasulullah, Jakarta: Gema Insani Press, 2009, h. 128
[23]‘Abdul
Fattah Abu Ghuddah, 40 Metode Pendidikan Pengajaran Rasulullah SAW, Bandung:
Irsyad Baitus Salam. 2009, h. 80-81
[26]Muhammad
Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Sirah Nabawiyah. Jakarta: Robbani Press, 1999,
h. 216
[28]‘Abdul
Fattah Abu Ghuddah, 40 Metode Pendidikan Pengajaran Rasulullah SAW, Bandung:
Irsyad Baitus Salam. 2009, h. 169-170
[31]Muhammad
Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Sirah Nabawiyah. Jakarta: Robbani Press, 1999,
h. 191
[32]Umar
al-Faruq, Kisah-Kisah Mengharukan dalam Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW,
Surakarta: Al-Qudwah Publishing, 2013, h. 83
[33]Abdullah
Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad, Jakarta: Khatulistiwa Press, 2015, h.406
[34]http://news.detik.com/berita/2739375/keluarkan-3-siswa-karena-kritik-guru-di-fb-kepsek-status-itu-puncaknya, diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pukul 08.00
[35]http://news.detik.com/berita/2739463/kpai-guru-tak-boleh-superior-harus-mau-terima-kritik-murid, diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pukul 08.30
Categories: Jurnal