Konsep Konsumsi

Posted by Unknown on 22:31




BAB I
PENDAHULUAN

I.1.      Latar Belakang Masalah
Dewasa ini sering kita mendengarkan istilah kelangkaan barang pokok di pasaran apalagi mendekati moment-moment hari raya besar, terkadang para produsen atau para pedagang sengaja menimbun barang agar harganya bisa naik, atau seringkali para produsen melakukan pelanggaran dalam proses produksinya sebut saja kejadian di jakarta bulan desember kemarin, ramai dipemberitaan di media, baik cetak maupun elektronik tentang kasus bakso babi, hal ini dikarenakan harga daging sapi di pasaran mahal sehingga beberapa produsen bakso beralih kedaging babi yang lebih murah, belum lagi kasus sepatu “Kickers” yang terindikasi terbuat dari kulit babi. Kemudian akhirnya pihak produsen sepatu Kickers mengakui salah satu produknya terbuat dari kulit babi. Kemudian sepatu Kickers telah mencantumkan stiker yang bertuliskan ‘pig lining’ yang berarti lapisan kulit dalam sepatu terbuat dari kulit babi. [1]

Ketika melihat realistas masyarakat kita yang semakin hari semakin konsumtif, maka hal tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan dari usaha yang melanggar ketentuan Allah. Jika fenomena ini dihubungkan dengan teori ilmu Ekonomi Konvensional maka akan didapati bahwa masalah mendasar dalam perekonomian adalah kebutuhan manusia yang tak terbatas sedangkan alat untuk memuaskan kebutuhan yang sangat terbatas. Hal ini biasa disebut “permasalahan fundamental ekonomi”  yaitu  kelangkaan. Akan tetapi hal tersebut  tidak berlaku dalam Islam, Islam memandang bahwa bukanlah alat pemuas kebutuhan yang terbatas akan tetapi manusialah yang serakah, sebagaimana dikutip presentasi hendri tanjung bahwa masalah ekonomi muncul bukan karena sumberdaya yang terbatas (Qs.  54:49), tapi karena keserakahan manusia.[2]
Berangkat dari permasalahan kelangkaan atau ketamakan ini, maka islam hadir untuk memberikan solusi, bagaimana sebenarnya konsep produksi menurut Islam dalam al Qur’an dan apa tujuan produksi dalam dalam Al Qur’an ? apakah hanya sekedar memenuhi keinginan manusia yang tak terbatas (serakah) atau ada motiv lain dalam konsep Al Qur’an?


I.2.      Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dalam paper ini, yaitu:
1.      Bagaimana konsep Produksi dalam Al Qur’an?
2.      Apa Tujuan produksi dalam Al Qur’an?
           
.                      















BAB II
KERANGKA TEORI

II.1.     Produksi
                                    Sebelum penulis memaparkan lebih lanjut tentang konsep produksi dalam Islam, penulis terlebih dahulu memberikan gambaran bahwa terminologi produksi tidak ditemukan dalam nash-nash baik dalam al qur’an maupun hadist. Hal ini disebabkan karena syumuliah Islam sehingga banyak kata arab yang tidak dapat ditemukan padanan katanya dalam bahasa manapun. Dan ketika terminologi produksi ingin dimasukkan dalam konsep islam maka tidak ditemukan, akan tetapi ada dua terminologi yang bisa dipakai dalam menjelaskan produksi ini, entah “al kasab” atau “ intaj”
                                    Terminologi al kasab lebih tepat dipakai dalam ilmu ekonomi islam daripada sekedar konsep produksi. Hal ini disebabkan karena kata kasab banyak ditemui dalam ayat Al Qur’an dan hadist. Misalnya firman Allah tentang kewajiban mengeluarkan zakat dari usaha yang baik (QS. Al Baqarah: 267) dan hadist yang mengatakan bahwa tidak ada makanan yang dimakan oleh seseorang lebih baik dari hasil usahanya (kasab) sendiri, sesungguhnya Nabi Daud AS makan dari hasil usahanya sendiri (HR. Bukhari) [3]
                                    Menurut Imam Muhammad bin al Hasan As Syaibani usaha produktif (al iktisab) adalah usaha untuk menghasilkan harta melalui cara-cara yang diperbolehkan syariat (halal)[4] . Secara tidak langsung pengertian ini telah memberikan batasan antara teori produksi yang islami dengan teori produksi konvensional yang bebas nilai dan norma. Berbicara mengenai peran nilai dalam ekonomi islam, maka hal tersebut adalah kunci yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini terjadi karena Islam itu sendiri adalah sumber nilai dalam segala aspek kehidupan termasuk ekonomi. Jadi nilai syariat islamlah yang menjadi ruh dalam epistemologi ilmu ekonomi islam sedangkan konvensional tidak mengaitkan dengan nilai moral, atau kata lain konvensional tanpa aturan dan bebas.
                                    Pengertian produksi yang lain dikemukakan oleh Tri Kunawangsih Prascoyo  bahwa Produksi adalah suatu proses merubah kombinasi berbagai input menjadi output . pengertian produksi tidak hanya terbatas pada proses pembuatan saja, tetapi juga penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengemasan kembali hingga pemasarannya.[5]
                                    Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai “menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan” Atau bila kita artikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada. Produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun yang dapat menciptakan benda. Oleh karenanya dalam pengertian ahli ekonomi, yang dapat dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna,disebut “dihasilkan”.[6]
                                    Dalam literatur Ekonomi islam berbahasa arab, padanan kata untuk produksi adalah “intaj” dari akar kata nataja. Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padangan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) [7] . Hal senada juga dipaparkan oleh  Dr. Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya Muqaddimah fi ‘Ilm al-Iqtishad al-Islamiy. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut.  Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada nilai utility dan masih dalam bingkai nilai ‘halal’ serta tidak membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat.[8]
                                    Produksi menurut Dr.Muhammad Abdul Mun’im ‘Afar dan Dr.Muhammad bin Sa’id bin Naji Al Ghamidi adalah setiap bentuk aktivitas yang dilakukan manusia untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga menjadi maslahat untuk memenuhi kebutuhan manusia.[9]
                                    Produksi menurut As-Sadr adalah usaha mengembangkan sumber daya alam agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia[10]
                                    Produksi menurut Qutub Abdus Salam Duaib adlah usaha mengeksploitasi sumber-sumber daya agar dapat menghasilkan manfaat ekonomi.[11]

II.2.     Tujuan Produksi
                                    Menurut Imam Muhammad bin al Hasan As Syaibani tujuan utama dari usaha produktif bukan sekedar mendapatkan keuntungan dan memasarkan produk untuk konsumen, tujuan ini disebut tujuan jangka pendek yang bersifat duniawi. Ada jangka panjang yang hendak dituju dari aktivitas produksi yaitu untuk tujuan ukhrawi, mengingat kembali tujuan utama diciptakannya jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan apa pun. Dan segala aktivitas kita tak bisa dipisahkan dari tema sentral ini yaitu ubudiah kepada Allah[12]
                                    DR. Najatullah Shiddiqi berpendapat bahwa produksi dalam ekonomi memiliki beberapa tujuan:
1.      Merespon kebutuhan produsen secara pribadi dengan bentuk yang memiliki ciri keseimbangan
2.      Memenuhi kebutuhan keluarga
3.      Mempersiapkan sebagai kebutuhan terhadap ahli warisnya dan generasi penerusnya.
4.      Pelayanan sosial dan berinfaq dijalan Allah.[13]

Tujuan-tujuan terpenting produksi dalam perspektif fiqh ekonomi     Umar Rhadiallahu Anhu:
1.      Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin
2.      Merealisasikan kecukupan Individu dan keluarga
3.      Tidak mengandalkan orang lain
4.      Melindungi harta dan mengembangkannya
5.      Mengeksplorasi Sumber-sumber Ekonomi dan mempersiapkannya untuk dimanfaatkan.
6.      Pembebasan dari belenggu taqlid ekonomi
7.      Taqarrub kepada Allah Ta’ala[14]











BAB III
PEMBAHASAN

III.1.   Ayat-Ayat Produksi
QS. Hud : 37
وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ (٣٧)
37. Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
            Dalam tafsir as-Sa’di disebutkan “Dan buatlah bahtera itu dengan (mata) pengawasan dan petunjuk wahyu Kami” Madsudnya, dibawah pengawasan Kami, penjagaan Kami, dan keridhaan dari Kami. [15]
            Ayat ini memberikan contoh perintah dari Allah untuk membuat perahu yang nantinya akan dipergunakan oleh Nabi Nuh dan ummatnya yang beriman untuk berlayar. Perintah Allah kepada Nabi Nuh untuk membuat perahu dibawah pengawasan Allah. Membuat perahu disini masuk dalam kategori proses produksi karena mengelola sumber daya alam yang telah Allah sediakan diatas permukaan bumi ini untuk dikelola menjadi suatu barang yang bisa memberi manfaat atau menambah nilai kegunaannya. Tadinya mungkin masih berbentuk papan atau balok ketika diolah dan digabungkan bisa membentuk suatu kapal yang bisa dimanfaatkan untuk berlayar dan menyelamatkan Nabi Nuh dan ummatnya dari adzab Allah.
 Dari ayat diatas juga bisa kita mengambil pelajaran bahwa tujuan dari pembuatan perahu itu bukan hanya sekedar untuk berlayar akan tetapi untuk menyelamatkan Nabi Nuh dan ummatnya dari mala petaka. Jadi bukan hanya tujuan jangka pendek tapi juga untuk jangka panjang.
Rasulullah menjelaskan tentang prinsip ekonomi dalam sebuah hadistnya yang diriwayatkan oleh bukhari muslim dari zubair bin awwam Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak”. (HR Bukhari)
Dengan contoh yang sangat sederhana dan klasik. Nabi dapat menegaskan soal-soal ekonomi dalam bagiannya:
1.      Seperti mencari kayu bakar yang berarti rasulullah meng isyaratkan produksi,
2.      Kemudian berusaha menjualnya berarti mengerjakan distribusi karena dengan menjual berarti seseorang telah mencoba mendistribusikan kayu tersebut kepada orang yang membutuhkannya
3.      Memenuhi kebutuhannya berarti ia melakukan aktifitas konsumsi.[17]
Dalam hadist lain Rasulullah pernah ditanya tentang profesi apakah yang paling baik?, beliau menjawab:
"Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi)." (HR. Ahmad, Ath Thobroni, dan Al Hakim). Pekerjaan dengan menggunakan tangan sendiri seperti menulis, bertani, berkebun, menempa besi yang kesemua itu dilakukan dengan tangan yang merupakan bagian dari proses produksi.
Umar Radhiyallahu Anhu berpendapat bahwa melakukan aktifitas produksi lebih baik daripada mengkhususkan waktu untuk ibadah-ibadah sunnah, dan mengandalkan manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Diantara bukti itu adalah riwayat yang mengatakan , bahwa Umar Radhiyallahu Anhu melihat tiga orang di masjid tekun beribadah, maka beliau bertanya kepada salah satu diantara mereka, “darimana kamu makan?” ia menjawab “aku adalah hamba Allah, dan Dia mendatangkan rezkiku sebagaimana Dia menghendaki”. Lalu Umar pun meninggalkannya, lalu menuju ke orang kedua seraya menanyakan hal yang sama. Maka dia menjawab “aku memiliki saudara yang mencari kayu di gunung untuk dijual, lalu ia makan sebagian hasilnya, dan dia datang memenuhi kebutuhanku” Maka Umar berkata, “saudaramu lebih beribadah daripada kamu” [18]

QS. Al-Anbiyaa : 80

وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ فَهَلْ أَنْتُمْ شَاكِرُونَ (٨٠)
80. Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).

Tafsir ayat:
                        Firman Allah Ta’laDan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu” Yakni, cara membuat baju besi. Hal ini sesuai firman Allah Ta’ala dalam (QS.Saba’: 10-11) “10. Dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari kami. (kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,11. (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya aku melihat apa yang kamu kerjakan.” Madsudnya, buatlah lempengan yang tidak terlalu besar agar tidak mengikis paku penyambung. Dan buatlah paku yang lentur untuk mengokohkan lempengan-lempengan. Karena itu Allah Ta’ala berfirman “guna memelihara kamu dalam peperanganmu”. “Maka hendaklah kamu bersyukur” atas berbagai nikmat Allah yang dianugrahkan kepadamu sebab Dia telah mengajarkan pembuatan baju besi kepada Daud. Maka ajarkanlah cara tersebut kepada orang lain.[19]
                        Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa ilmu untuk membuat baju besi langsung diajarkan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi Daud. Proses produksi ini langsung diajarkan oleh Allah sang pemilik ilmu yang Maha Mengetahui. Tujuan produksi baju besi dalam ayat ini sebagai pelindung ketika peperangan terjadi (diapakai dalam rangka berjihad fi sabilillah), kemudian Nabi Daud diperintahkan untuk bersyukur kepada Allah yang telah mengajarkan ilmu membuat baju besi kemudian mengajarkan ke orang lain.

QS. Al-Qashas : 38
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ (٣٨)
38. Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat[1124] kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta".

[1124] Maksudnya: membuat batu bata.

Tafsir ayat:
                        Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat[1124] kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa. Fir’aun menyusruh Haman agar membuatkan untuknya sebuah menara tinggi. Kemudian Haman membangunnya. Pada saat itu belum pernah ada bangunan yang setinggi itu. Fir’aun hendak menunjukkan kepada rakyatnya kebohongan Musa yang mengatakan ada Tuhan lain selain dirinya. [20]
                        Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa cara membuat batu bata sudah ada sejak zaman Nabi Musa.  Kemudian menara tinggi yang pertama dibangun adalah menara yang dibuat oleh Haman untuk Fir’aun yang digunakan untuk melihat Rabb Musa di langit. Hal ini merupakan motiv produksi yang merupakan produksi yang bertentangan dengan hukum Allah.


QS. Saba : 13
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ (١٣)

13. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.

Tafsir Ayat:
                        Firman Allah Ta’alaPara jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya “ Allah menaklukkan jin bagi Sulaiman sehingga mereka dekat dengan Sulaiman. Sulaiman menaklukkan mereka dengan izin Allah untuk berbagai pembangunan. “dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku” menurut Ad Dhahak yang dimadsud al-maharib adalah masjid masjid. Adapun at-tamatsil adalah relief/gambar yang terbuat dari tembaga, dan piring menggambarkan besar dan beratnya.
                        Firman Allah “Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah)” Abu Abdur Rahman as-Sulma berkata, “Sholat merupakan syukur, Shaum merupakan syukur, dan setiap perbuatan baik yang dilakukan karena Allah merupakan syukur. Syukur yang paling utama adalah memuji, “Dia juga berkata, Syukur merupakan ketaqwaan kepada Allah dan amal shaleh. Dan keluarga Daud bersyukur kepada Allah baik dengan ucapan maupun perbuatan.[21]
Berbicara mengenai Nabi Daud, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada makanan yang dimakan oleh seseorang, yang lebih baik dari makanan yang merupakan usaha tangannya sendiri, karena Nabi Allah, Daud, makan dari hasil usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari)[22]
Dari hadist ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa makanan terbaik dari seorang muslim adalah hasil usaha/ hasil keringat kerja keras tangannya sendiri dan tidak bergantung pada orang lain, dan dari hadist ini pula kita dapat keterangan dari Rasulullah bahwa banyak nabi sebelum beliau melaksanakan usahanya dari tangan sendiri seperti Nabiullah Daud AS bekerja sebagai pandai besi, mampu melunakkan besi, Nabi Nuh AS adalah tukang kayu/pembuat perahu, Nabi Idris AS adalah Tukang jahit,  Nabi Yusuf AS sebagai admin/ bendahara, dan mayoritas Nabi pernah mengembala seperti Nabi Musa, Nabi Syuaib dan Rasulullah sendiri juga pengembala kambing  kemudian jadi pedagang dan akhirnya menjadi da’i menyeru manusia dalam islam.

QS. Al-Hadid : 25

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ (٢٥)

25. Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.

Tafsir ayat:
                        Allah SWT berfirman “Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat “ Yaitu, Kami telah menjadikan besi untuk menakut-nakuti orang yang menolak kebenaran dan menentangnya, setelah hujjah disodorkan kepadanya. Itulah sebabnya Rasulullah SAW bermukim di kota Mekkah setelah kenabian selama 13 tahun, yang telah diwahyukan kepada beliau surah-surah Makkiyah yang semuanya itu merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik , penerangan dan penjelasan mengenai tauhid . setelah hujjah tegak dihadapan orang yang menentang, Allah mensyariatkan hijrah dan memerintahkan kepada mereka untuk berperang dengan pedang, memancung batang leher dan kepala siapa saja yang menentang, mendustakan dan membangkang terhadap Al Qur’an. Itulah sebabnya Allah berfirman, “Yang padanya terdapat kekuatan yang hebat” yang dimadsud adalah persenjataan, seperti pedang, tombak, lembing, baju besi dan sebagainya. “Dan berbagai manffat bagi manusia” yang berguna bagi kehidupan mereka, seperti bajak, kampak, beliung, gergaji dan alat-alat untuk bertenun, berladang memasak, membuat roti, dan semua yang hidup manusia tidak akan terarah kecuali dengan memakai alat itu.[23]
                        Dalam tafsir As-Sa’di disebutkan dalam ayat ini Allah Ta’ala menyandingkan al-Kitab (kitab suci Nya) dengan besi karena kedua hal tersebut Allah menolong Agama dan meninggikan kalimatNya. Dengan kitab suci yang didalamnya terdapat hujjah dan bukti nyata dan dengan pedang bisa mendapatkan kemenangan dengan izin Allah, kedua hal tersebut menegakkan keadilan yang bisa dipakai sebagai petunjuk atas hikmah serta kemuliaan Allah dan juga kemuliaan SyariatNya melalui lisan para rasul.[24]
                        Dari ayat ini dibahas tentang Allah menciptaan besi yang sangat bermanfaat buat manusia, yang dari bahan besi itu bisa dipergunakan untuk membuat alat perang seperti pedang, tombak, lembing dst dan juga besi dapat dipergunakan untuk membuat alat produksi seperti alat pertanian  dan perabotan rumah tangga, yang kesemua itu sangat membantu dalam proses mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi (proses produksi). Dan bahan besi ini juga dipakai dalam rangka memperjuangkan agama Allah Ta’ala.

Allah tidak melarang para hamba-Nya berusaha. Bahkan, Allah mencintai segala bentuk usaha, asalkan sesuai dengan kaidah dan prinsip agama. Bahkan, Allah memberi ampunan kepada orang yang kecapekan karena mencari nafkah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barang siapa yang bermalam dalam keadaan badannya capek karena pekerjaannya, dia bermalam dalam keadaan terampuni dosanya." [Lihat: Fathul Bari, 4:353].[25]









                       




BAB IV
IMPLEMENTASI
           
Etika produksi
1.      Dengan menerapkan produksi secara Islami akan melindungi konsumen dari hal-hal yang membahayakan mereka, karena sebelumnya produsen telah menerapkan prinsip syariat islam dalam proses produksinya. Baik dari segi benda atau jasa yang di produksi, maupun pada cara produksinya.
2.      Dengan menerapkan produksi secara Islami produsen akan merasa aman dan akan mendapatkan pahala ketika niatnya ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Etos kerja
1.      Akan mendorong semnagat kerja bagi kaum muslimin.  Keyakinan seorang muslim bahwa aktifitasnya dalam produksi merupakan bagian dari perannya dalam kehidupan, yang jika dilakukan dengan niat yang ikhlas, maka dia sebagaimana kegiatan mubah lainnya akan bernilai ibadah di sisi Allah dan akan diganjar dengan pahala. Jika hal ini menjadi spirit bagi ummat islam maka tidak ada lagi kata malas untuk berkarya.
2.      Menumbuhkan sikap optimis. Tatkala seorang muslim telah yakin bahwa rezkinya telah dijamin oleh Allah, maka hal ini akan menjadi penggeraknya untuk terus berusaha mencari sebab-sebab datangnya rezki itu. Senantiasa berusaha dalam aktifitas produksinya dengan cara yang halal/dibenarkan syariat. Karena rezki itu tak akan tertukar maka seharusnya seorang muslim jangan tergesa-gesa dan selalu berusaha dalam koridor syariat islam.




BAB V
KESIMPULAN

V.1.     Kesimpulan
Dari uraian di depan dapat di terik berbagai kesimpulan sebagai berikut:
a.    Produksi dalam Islam diartikan sebagai “usaha menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan yang telah Allah ciptakan melalui cara-cara yang diperbolehkan syariat (halal). Dalam ayat diatas Allah secara langsung memerintahkan kepada Nabinya untuk membuat perahu dan dalam pengawasan Allah. Ayat lain menyebutkan Allah sendiri yang mengajarkan kepada NabiNya untuk membuat baju besi dan menyuruh Nabi untuk bersyukur kepada Allah. 
b.    Produksi dalam Islam bukan sekedar untuk mencari keuntungan semata atau hanya untuk kepentingan pribadi, tapi di dalamnya ada misi sosial dan misi ubudiah mendekatkan diri kepada Allah. Allah mengajarkan ilmu membuat baju besi untuk keperluan berjuang fi sabilillah, Allah memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk membuat perahu dalam rangka menyelamatkan Agama Nuh dan ummatnya. Ketika aktivitas produksi dilandasi oleh niat yang ikhlas dan dalam kerangka yang dibolehkan maka produsen berhak mendapatkan ganjaran pahala dari sisi Allah Ta’ala.

V.2.     Saran
a.    Kepada pemerintah. Agar senantiasa menyadarkan masyarakat akan pentingnya nilai-nilai syariat dalam berproduksi. Untuk menjamin kehalalan, keamanan, dan keberkahan dari produk yang dihasilkan. Tentunya kita tidak mau lagi ada kasus bakso babi dll.
b.    Kepada para produsen. Agar senantiasa bersabar dalam menjalankan aktivitas produksinya jangan mudah terpancing dengan iming-iming untung besar akan tetapi melanggar aturan Allah. Jangan mudah menipu, curang, jangan mengurangi timbangan karena akibat buruk akan kembali ke pelakunya. Dan dengan berbuat curang akan mengundang murka Allah.
c.    Kepada para konsumen. Agar jangan membeli barang-barang yang didalamnya terdapat unsur melanggar aturan syariat sebagai tarbiah kepada produsen nakal. Jangan membeli pakaian ketat, jangan membeli miras, jangan membeli patung, jangan menggunakan jasa perbankan ribawi dll. Karena produsen nakal akan tetap ada jika permintaan dari konsumen terus ada. Jadi jika mata rantai ini diputus memungkinkan ruang gerak para produsen nakal bisa terbatas.
d.   Kepada lembaga Pendidikan/kampus untuk senantiasa mengedukasikan prinsip-prinsip syariat islam dalam semua aktivitasnya, karena para lulusan-lulusan dari universitas kelak akan menjadi motor penggerak di masyarakat dan akan menjadi role model di tengah komunitasnya. Jika para sarjana tersebut dibekali dengan pemahaman nilai-nilai agama yang baik maka akan menjadi aset besar bagi bangsa ini untuk menjadi lebih baik dan berkah.











DAFTAR PUSTAKA

Abidin Basri, Ikhwan. Menguak Pemikiran Ekonomi Ulama Klasik. Solo: Aqwam. 2008.

Al  Haritsi, Jaribah bin Ahmad. Fiqh Ekonomi Umar bin Al Khattab , Jakarta: Khalifa, 2010

Ar-Rifai, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah Ringkasan tafsir Ibnu Katsir, Depok: Gema Insani, 2009

As-Sa’di , Syaikh Abdurrahman bin Nashir, Tafsir Al Qur’an . Jakarta: Pustaka Sahifa,2012

Efendi ,Rustam. Produksi Dalam Islam. Yogyakarta: Magistra Insania Press:2003.


Tanjung Henri. Rancang Bangun Ekonomi Islam . 2013

Tri Kunawangsih Prascoyo  dan Antyo Prascoyo, Aspek Dasar Ekonomi. Jakarta: Grasindo, 2006.

Zaky Al Kaaf ,Abdullah. Ekonomi dalam perspektif Islam, Bandung: Pustaka Setia. 2002



[1] Liputan6.com
[2] Henri tanjung,Rancang Bangun Ekonomi Islam, 2013
[3] Ikhwan Abidin Basri, Menguak Pemikiran Ekonomi Ulama Klasik, Solo: Aqwam,2008, hlm 90
[4] ibid
[5] Tri Kunawangsih Prascoyo  dan Antyo Prascoyo, Aspek Dasar Ekonomi, Jakarta: Grasindo, 2006, hlm 147.
[6] http://zonaekis.com/pengertian-produksi/ diakses 22. Februari 2013 pukul 14:14
[7] ibid
[8] ibid
[9] Dikutip dari catatan kaki no 1 dalam Jaribah bin Ahmad AL Haritsi, Fiqh Ekonomi Umar bin Al Khattab, Jakarta: Khalifa, 2010, hlm 37.
[10] Rustam Efendi, Produksi Dalam Islam, Yogyakarta: Magistra Insania Press,2003, hlm 12.
[11] Ibid
[12] Ikhwan Abidin Basri, Menguak Pemikiran Ekonomi Ulama Klasik, Solo: Aqwam,2008, hlm 92
[13] Jaribah bin Ahmad AL Haritsi, Fiqh Ekonomi Umar bin Al Khattab, Jakarta: Khalifa, 2010, hlm 49.
[14] Jaribah bin Ahmad AL Haritsi, Fiqh Ekonomi Umar bin Al Khattab, Jakarta: Cetakan 3, 2010. Khalifa,Hlm 62
[15] Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir Al Qur’an, Jakarta: Pustaka Sahifa, 2012, hlm 521.
[16] Ikhwan Abidin Basri, Menguak Pemikiran Ekonomi Ulama Klasik, Solo: Aqwam, 2008, hlm 93.
[17] Abdullah Zaky Al Kaaf, Ekonomi dalam perspektif Islam, Bandung: Pustaka Setia. 2002. hlm 19
[18] Jaribah bin Ahmad AL Haritsi,Fiqh Ekonomi Umar bin Al Khattab, Jakarta: Khalifa, 2010,  hlm 43
[19] Muhammad Nasib Ar-rifai, Kemudahan dari Allah Ringkasan tafsir Ibnu Katsir,Depok: Gema Insani,2009,  hlm 683.
[20]  Muhammad Nasib Ar-rifai, Kemudahan dari Allah Ringkasan tafsir Ibnu Katsir,Depok: Gema Insani,2009 hlm 316

[21] Muhammad Nasib Ar-rifai, Kemudahan dari Allah Ringkasan tafsir Ibnu Katsir,Depok: Gema Insani,2009, hlm 920

[22] Abu Ahmad Zaenal Abidin, Lc. Pahala Berlimpah Bagi Para Pencari Nafkah  http://pengusahamuslim.com/pahala-berlimpah-bagi-para-pencari-nafkah diakses 25 feb 2013


[23] Muhammad Nasib Ar-rifai, Kemudahan dari Allah Ringkasan tafsir Ibnu Katsir Depok: Gema Insani, 2009,  hlm 609
[24] Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir Al Qur’an , Jakarta: Pustaka Sahifa, 2012, hlm 180
[25] Abu Ahmad Zaenal Abidin, Lc. Pahala Berlimpah Bagi Para Pencari Nafkah  http://pengusahamuslim.com/pahala-berlimpah-bagi-para-pencari-nafkah diakses 25 feb 2013
Categories: