PEMIKIRAN PENDIDIKAN A. HASAN
Posted by Unknown on 21:27
Oleh: Imanuddin Kamil, Lc
I. PENDAHULUAN
Dalam makalah yang sederhana ini, penulis mencoba menelusuri pemikiran seorang tokoh yang terkenal gigih dan bersemangat memurnikan ajaran Islam sesuai Al-Qur'an dan Sunnah. Posisi dan perannya sangat menonjol dalam perkembangan Islam nusantara pada paruh pertama abad 20 yang merupakan zaman pergolakan pemikiran. Lewat tulisannya yang tajam dan tegas di berbagai risalah, buku, dan majalah, sang tokoh ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam gerakan pembaruan Islam di Indonesia.
I. PENDAHULUAN
Dalam makalah yang sederhana ini, penulis mencoba menelusuri pemikiran seorang tokoh yang terkenal gigih dan bersemangat memurnikan ajaran Islam sesuai Al-Qur'an dan Sunnah. Posisi dan perannya sangat menonjol dalam perkembangan Islam nusantara pada paruh pertama abad 20 yang merupakan zaman pergolakan pemikiran. Lewat tulisannya yang tajam dan tegas di berbagai risalah, buku, dan majalah, sang tokoh ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam gerakan pembaruan Islam di Indonesia.
Ulama besar yang dikenal dengan Ahmad Hassan Bandung (ketika masih
bermukim di Bandung) atau Ahmad Hassan Bangil (sejak bermukim di Bangil) ini
telah menorehkan sejarah baru dalam gerakan pemurnian ajaran Islam di Indonesia
dengan ketegasan, keberanian, dan kegigihannya menegakkan Al-Quran dan sunnah
secara konsekuen. Terkadang, orang menganggap pemikirannya terlalu radikal.
Dalam kaitannya dengan pemikiran pendidikan sang tokoh, keulamaan dan
kepakarannya dalam bidang agama tentu tidak serta merta menghantarkannya
menjadi tokoh pendidikan. Perlu kajian dan penelitian lebih mendalam untuk
mencoba mengungkapnya. Apa lagi sang tokoh tidak meninggalkan ‘warisan’ yang
khusus memuat concern sang tokoh dan ide-idenya tentang pendidikan.
Referensi ‘warisan’ sang tokoh tersebut boleh dibilang ‘minim’ jika
dibandingkan produktifitas menulisnya membuahkan karya. Menurut catatan
Wikipedia karyanya hampir mencapai 70-an buku, namun hanya satu dua buku yang
bisa ditelusuri dan diketahui alur dan corak pemikirannya tentang pendidikan.
Di antara buku-buku tersebut adalah; Kesopanan Tinggi, Hai Putraku, Hai
Putriku dan Hai Cucuku.
Selain itu, tentu kiprahnya membangun Pesantren Bangil (yang saat ini
dipimpin oleh cucunya) bisa menjadi bahan referensi untuk menelusuri lebih jauh
terkait ide dan pemikirannya tentang pendidikan. Dan last but not least,
tokoh-tokoh ulama besar hasil didikannya seperti, Mohammad Natsir, KHM. Isa
Anshori, KHE. Abdurrahman, dan KH. Rusyad Nurdin, sedikit banyak juga bisa
menguak mindstream pendidikan sang tokoh ini.
II. PEMBAHASAN
A. Biografi A. Hassan
A Hassan lahir pada tahun 1887 di Singapura dengan nama kecilnya Hassan
Bin Ahmad. Ayahnya bernama Ahmad seorang pedagang, pengarang dan wartawan
terkenal di Singapura. Ia menjadi pemimpin redaksi surat kabar “Nurul
Islam” yang terbit di Singapura. Sedangkan ibunya, Hajjah Muznah berasal
dari Palekat, Madras India dan mempunyai asal-usul dari Mesir, tetapi lahir di
Surabaya. Ahmad menikahi Muznah di Surabaya ketika ia
berdagang di kota tersebut, kemudian mereka menetap di Singapura.[1]
Ahmad Hassan merupakan nama yang dipengaruhi oleh
budaya Singapura. Nama aslinya adalah Hassan bin Ahmad, namun karena mengikuti
kelaziman budaya Melayu yang meletakkan nama keluarga atau orang tua di depan
nama asli, akhirnya nama Hassan bin Ahmad berubah menjadi Ahmad Hassan, dan
selanjutnya lebih dikenal dengan A. Hassan.[2]Dalam
lingkungan perniagaan dan kewartawanan ayahnya itulah A Hassan dilahirkan dan
dibesarkan. Sebagai anak laki-laki, sang ayah berharap apabila besar nanti A
Hassan menjadi seorang penulis seperti dirinya. Untuk itu, dia berusaha memberi
pendidikan yang terbaik kepada A Hassan.
Suatu keistimewaan yang dianugerahkan Allah SWT. kepada Hassan, dalam
usia 7 tahun, dia sudah mempelajari Al-Quran dan dasar-dasar pengetahuan agama.
Berkat ketekunan dan kecerdasannya, kedua pelajaran ini dapat diselesaikannya
dalam tempo dua tahun.[3]
Selepas itu, Hassan masuk sekolah Melayu selama 4 tahun dan mempelajari
bahasa Arab, bahasa Melayu, bahasa Tamil dan bahasa Inggris. Hassan tidak
sempat menamatkan sekolah dasarnya di Singapura, tetapi dia sudah mulai bekerja
pada usia 12 tahun. Dia bekerja di sebuah kedai kepunyaan iparnya Sulaiman.[4]
Hassan mempelajari ilmu nahwu dan sharaf pada Muhammad Thaib, seorang
guru terkenal di Minto Road atau juga terkenal di Kampung Rokoh. Demi semangat
dan cintanya kepada ilmu, Hassan menerima persyaratan dari gurunya, yakni
datang belajar pagi sebelum subuh dan tidak boleh naik kenderaan ketika datang
mengaji.[5]
Setelah beberapa lama belajar Nahwu-sharaf, lalu Hassan memperdalam
bahasa Arab kepada Said Abdullah Al-Munawi Al-Manusili selama beberapa tahun.
Di samping itu, Hassan juga memperdalam agama dengan Abdul Lathif (guru yang
terkenal di Melaka dan Singapura), Haji Hassan (Syeikh dari Malabar) dan Syeikh
Ibrahim India.Semua proses belajar seperti ini ditekuni oleh Hassan dengan
penuh dedikasi hingga tahun 1910 ketika Hassan berusia 23 tahun.[6]
Walaupun pada masa ini A. Hassan belum memiliki
pengetahuan yang luas tentang tafsir, fiqh, fara‘id, manthiq, dan ilmu-ilmu
lainnya, namun dengan ilmu alat yang ia miliki itulah yang kemudian
mengantarkannya memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap agama secara
otodidak.[7]
Meskipun ketekunannya dalam menuntut ilmu begitu tinggi, di luar waktu
belajar, Hassan juga mempunyai keterampilannya tersendiri mengasah bakat dalam
bidang bertenun dan pertukangan kayu. Dia juga sempat membantu ayahnya di
percetakan, menjadi pelayan di kedai perniagaan permata, minyak wangi, dan
sebagainya malah pernah bekerja di Jeddah Pilgrim’s Office, sebuah pejabat
urusan jemaah haji.[8]
Setelah menyelesaikan proses belajar hingga tahun 1910, Hassan mula
mengabdikan diri sebagai guru di Madrasah untuk orang-orang India dan di
beberapa tempat, di antaranya di Arab Street, Baghdad Street dan Geylang di
Singapura.[9]
Keinginan ayahnya untuk melihat Hassan menjadi penulis mulai menampakkan
hasilnya ketika Hassan mulai menunjukkan kecenderungannya ke bidang tersebut
dalam usia masih muda. Pada tahun 1912-1913, dia membantu Utusan Melayu yang
diterbitkan di Singapura pimpinan Inche Hamid dan Sa’dullah Khan. Hassan banyak
menulis tentang agama yang berupa nasihat, anjuran berbuat baik dan mencegah
kejahatan. Ia juga menyoroti berbagai persoalan yang berkembang dalam bentuk
‘syair’. Tulisannya banyak memuat kritikan masyarakat demi untuk kemajuan
Islam. Dan tema tulisan demikian itulah yang banyak mewarnai hasil karyanya di
masa-masa berikutnya.[10]
Hassan menikah pada tahun 1911 M. dengan Maryam
peranakan Melayu-Tamil di Singapura. Dari pernikahannya ini ia dikaruniai tujuh
orang putra-putri; (1) Abdul Qadir, (2) Jamilah, (3) Abdul Hakim, (4) Zulaikha,
(5) Ahmad, (6) Muhammad Sa‘id, (7) Manshur.[11]
Hijrah
ke Indonesia dan Perkenalannya dengan Gerakan Tajdid (Persatuan Islam)
Pada tahun 1921, A Hassan pindah dari Singapura ke Surabaya. Awalnya
kepindahannya adalah untuk berdagang dan mengurus toko
milik Abdul Lathif pamannya. Tetapi mengalami kerugian dan beliau
kembali ke profesi awalnya sebagai tukang vulkanisir ban mobil.[12]
Atas saran teman dekatnya, A, Hassan kemudian belajar tenun di Kediri.
Selesai di Kediri kemudian melanjutkan ke sekolah pertenunan milik pemerintah di
Bandung pada tahun 1925. Di Kota Kembang
ini ia tinggal bersama keluarga Muhammad Yunus (salah seorang pendiri Persatuan
Islam). Di kota inilah ia berkenalan dengan para saudagar PERSIS, antara lain,
Asyari, Tamim, Zamzam dan lain-lain.[13]
Dari perkenalan ini A. Hassan sering diundang untuk ceramah dan
memberikan pelajaran pada pengajian-pengajian jamaah PERSIS. Dengan metode
dakwahnya dan kepribadiannya serta pengetahuannya yang luas, jamaah PERSIS
tertarik dengan A. Hassan sehingga ia dikukuhkan sebagai guru dan tokoh PERSIS.
Hal inilah yang membuat ia membatalkan untuk kembali ke Surabaya.[14]
Di Bandung selain aktif sebagai guru PERSIS, ia memberi kursus/privat
kepada pelajar-pelajar didikan Barat, bertabligh setiap minggu, menyusun
berbagai karangan pada berbagai majalah. Salah satu majalah yang dirintis
bersama teman-temannya adalah Pembela Islam.
Kehadiran A. Hassan ini menjadikan Persis sebagai organisasi Islam yang
berani menyuarakan aspirasinya pada masa itu. A. Hassan sendiri dikenal sebagai
tokoh yang cukup keras mengkritik praktik ibadah tradisional yang diklaim
sebagai bid’ah dan khurafat.
Kegiatan tabligh dan dakwah menjadi ujung tombak penyebaran paham
Al-Quran-sunnah yang dilaksanakan di berbagai tempat. Dalam aktivitas tabligh
ini, Ahmad Hassan lebih senang melakukannya dengan metode diskusi dan dialog.
Karena itu, perdebatan sengit tentang berbagai masalah keagamaan sering kali
digelar. Terutama terkait persoalan agama yang tidak ada dasarnya dalam
Al-Quran dan sunnah. Salah satu debat fenomenalnya adalah perdebatannya dengan
kelompok Ahmadiyyah dan surat menyuratnya dengan presiden Soekarno.
Pada tahun 1940 M, A.
Hassan pindah ke Bangil Jawa Timur, dan mendirikan Pesantren Persatuan Islam
Bangil, ia tetap mengajar dan menulis di majalah Himāyat al-Islām (حِمَايَةُ الإِسْلاَمِ) yang diterbitkannya hingga wafat pada 10
Nopember 1958 M. dan dimakamkan di Pekuburan Segok, Bangil.[15]
Dari Madrasah A.
Hassan, muncul Abdul Qadir Hassan sebagai pewaris keilmuannya, dilanjutkan oleh
kedua cucunya, Ghazie Abdul Qadir Hassan, Hud Abdullah Musa, Luthfie ‘Abdullah
Isma’īl, selain itu murid-murid Abdul Qadir yang mewarisi keilmuannya antara
lain; Aliga Ramli, Ahmad Husnan, Muhammad Haqqiy, dan masih banyak yang lain.[16]
B. Geneologi Pemikiran A. Hassan
Seorang tokoh pemikir,
seperti halnya A. Hassan, pasti memiliki latar belakang yang mempengaruhi corak
berfikirnya, baik itu keluarga, pendidikan, pergaulan serta setting
sosial yang melingkupi sehingga membentuk karakter berfikirnya.
Pada abad 18, penolakan
terhadap taklid dan perhatian terhadap studi Hadis sedang berkembang, yang
dipelopori oleh Syah Waliyyullah al-Dahlawiy di India dan Muhammad al-Syawkāniy
di Yaman. Maka, pada abad 19 muncullah gerakan Ahl-i-Hadis di India, yang dalam
masalah-masalah hukum, Ahl-i-Hadis mengkombinasikan penolakan terhadap taklid
dalam tradisi pemikiran al-Dahlawiy dan al-Syawkāniy dengan tekstualitas
pemahaman yang merupakan gagasan pemikiran Zhahiriy. Seperti orang Zhahiriy,
Ahl-i-Hadis cenderung tekstual dalam memahami al-Qur‘an dan Hadis, di samping
itu mereka sepenuhnya menolak kewenangan ijmā‘, kecuali ijmā’ sahabat. Dari
sisi karakternya, antara gerakan Ahl-i-Hadis di India dan gerakan Wahhabiy di
Arab adalah sama, hanya saja dalam pertumbuhannya berjalan masing-masing.[17]
Keluarga A. Hassan
adalah keluarga yang berasal dari India. Ayahnya, Ahmad, dikenal sebagai
sarjana Tamil yang memiliki karakter keras tidak membenarkan ushalliy,
tahlilan, talqin, dan lain sebagainya, sebagaimana faham Ahl-i-Hadis dan
Wahhabiy pada umumnya. Demikian pula beberapa orang India di Singapura, seperti
Thalib Rajab Ali, Abdul Rahman, Jailani, yang juga dikenal sebagai orang-orang
yang berfaham Wahhabiy.[18]
A.Hassan adalah seorang
sosok yang otodidak, karena pendidikan formal yang dilaluinya hanya di Sekolah
Melayu. Walaupun demikian, ia menguasai bahasa Arab, Inggris, Tamil, dan Melayu
yang dapat digunakan olehnya dalam pengembaraan intelektualnya. Pada masa itu,
ia telah membaca majalah Al-Manār yang diterbitkan oleh Muhammad Rasyid
Ridha di Mesir, majalah Al-Imām yang diterbitkan oleh ulama-ulama Kaum
Muda di Minangkabau. Selain itu, A. Hassan telah mengkaji kitab Al-Kafa‘ah karya
Ahmad al-Syurkati, Bidāyat al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd, Zād al-Ma‘ād
karya Ibnu Qayyim al-Jawziyyah, Nayl al-Awthār karya Muhammad Ali
al-Syawkāniy, dan Subul al-Salām karya al-Shan‘āniy. Semua bacaan-bacaan
itu, cukup mempengaruhi corak berfikirnya.[19]
Pergaulan A. Hassan pun
cukup luas, di antara sahabat-sahabatnya adalah Faqih Hasyim, Ahmad Syurkatiy,
H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, Mas Mansur, H. Munawar Chalil, Soekarno,
Muhammad Maksum, Mahmud Aziz, dan lain-lain.
Dalam buku Yang Dai Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh
Persis karya Dadan Wildan, disebutkan bahwa Ahmad Hassan juga memberikan
andil besar terhadap pemikiran keislaman Presiden Republik Indonesia pertama,
Soekarno.[20]
Kepada Ahmad Hassanlah, dalam pembuangannya di Ende, Flores (NTT), Bung
Karno meminta buku-buku dan majalah-majalah karya Ahmad Hassan, sebagai pengisi
roh batiniahnya yang haus akan keislaman. Dari Ahmad Hassanlah ‘api Islam’ Bung
Karno menyala.[21]
C. Karya Tulisnya
A. Hassan adalah salah seorang tokoh
pemikir yang produktif menuliskan ide-idenya baik di majalah-majalah maupun
dalam bentuk buku. Menurut catatan Wikipedia, tidak kurang 70-an buku yang
ditulisnya. Di antara karyanya adalah:
1. Dalam bidang Al-Qur‘an dan Tafsir: Tafsir Al-Furqān, Tafsir
Al-Hidāyah, Tafsir Surah Yāsīn, dan Kitab Tajwīd.
2. Dalam bidang Hadis, Fiqh, dan Ushūl Fiqh: Soal Jawab: Tentang
Berbagai Masalah Agama, Risalah Kudung, Pengajaran Shalat, Risalah Al-Fātihah,
Risalah Haji, Risalah Zakāt, Risalah Ribā, Risalah Ijmā‘, Risalah Qiyās,
Risalah Madzhab, Risalah Taqlīd, Al-Jawāhir, Al-Burhān, Risalah Jum‘at,
Hafalan, Tarjamah Bulūg al-Marām, Muqaddimah Ilmu Hadis dan Ushūl Fiqh,
Ringkasan Islam, dan Al-Fara‘idh.
3. Dalam bidang Akhlaq: Hai Cucuku, Hai Putraku, Hai Putriku,
Kesopanan Tinggi Secara Islam.
4. Dalam bidang Kristologi: Ketuhanan Yesus, Dosa-dosa Yesus,
Bibel Lawan Bibel, Benarkah Isa Disalib?, Isa dan Agamanya.
5. Dalam bidang Aqidah, Pemikiran Islam, dan Umum: Islam dan
Kebangsaan, Pemerintahan Cara Islam, Adakah Tuhan?, Membudakkan Pengertian
Islam, What is Islam?, ABC Politik, Merebut Kekuasaan, Risalah Ahmadiyah,
Topeng Dajjāl, Al-Tauhid, Al-Iman, Hikmat dan Kilat, An-Nubuwwah, Al-‘Aqā’id,
al-Munāzharah, Surat-surat Islam dari Endeh, Is Muhammad a True Prophet?
6. Dalam bidang Sejarah: Al-Mukhtār, Sejarah Isrā‘ Mi’rāj.
7. Dalam bidang Bahasa dan Kata Hikmat: Kamus Rampaian, Kamus
Persamaan, Syair, First Step Before Learning English, Al-Hikam, Special
Dictionary, Al-Nahwu, Kitab Tashrīf, Kamus Al-Bayān, dan lain-lain.[22]
Dari karya-karya ilmiah
yang telah diwariskan A. Hassan tersebut, dapat dilihat betapa luas ilmu yang
ia geluti. Secara umum Endang Saifuddin Ansari dalam makalah seminar tentang
pemikiran A. Hassan di Singapura Tahun 1979 M. mengelompokkan karya-karyanya
secara garis besarnya sebagai berikut:[23] 1) Mengenai Muhammad
Rasulullah saw. 2) Mengenai Sumber Norma dan Nilai Islam: al-Qur’an dan
al-Sunnah. 3)Mengenai Aqidah. 4) Mengenai Syari‘ah: ‘ibadah dan mu’amalah. 5) Mengenai
Akhlak. 6) Mengenai Studi Islam (Dirāsat Islamiyyah): Ilmu Tauhid dan
Ilmu Kalam, Ilmu Fiqh dan Ushūl Fiqh, Ilmu Akhlak, Ilmu Tasawwuf, dan lain
sebagainya. 7) Mengenai pelbagai soal hidup lainnya, seperti:
politik, ekonomi, sosial, kesenian, ilmu pengetahuan, filsafat, bahasa,
perbandingan agama, dan lain sebagainya.
D. Pemikiran Pendidikan
A. Hassan
Sebagaimana disinggung
penulis di bagian mukadimah, tidak mudah untuk menelesuri pemikiran sang tokoh
terkait pendidikan. Hal itu karena ‘warisan’ sang tokoh yang secara khusus
berbicara tentang pendidikan bisa dikata minim. Namun, kiprah dan aktivitas
sang tokoh sangatlah kental dengan dunia pendidikan. Di lingkungan Persatuan
Islam, beliaulah yang menggagas sekolah formal, sebagaimana saat kepindahannya
ke Bangil, beliau juga mendirikan Pesantren Persis Bangil di sana.
Tidak heran kalau
beberapa peneliti menyebut A. Hassan sebagai termasuk salah satu tokoh yang
punya kontribusi dalam memajukan pendidikan dan pemikiran Islam di lingkungan
pergerakan Islam yang ada terutama dalam hal ini Persatuan Islam.
Michael
Feener dalam bukunya, Muslim Legal Thought in Modern Indonesia,
menyebut A Hassan sebagai penggerak atas munculnya organisasi yang bersifat
sukarela, terbukanya kesempatan pendidikan, juga mendorong terbitnya media
cetak. Ia pula yang mendorong lahirnya sekolah pemikir dan berkembangnya
komunitas baru.[24]
Ilmuwan
Jepang, Takashi Shiraishi, menyebut masa ini sebagai age in emotion,
yaitu suatu masa ketika bangsa Indonesia rajin membaca dan mendiskusikan
ide-ide yang terinspirasi dari gerakan reformasi Islam dari Timur Tengah untuk
pembaruan semangat keislaman dan melawan pengaruh kolonial Barat.[25]
Secara ringkas pemikiran pendidikan beliau dapat
dipaparkan sebagai berikut;
a. Tujuan Pendidikan.
Dalam
tujuan pendidikan A. Hassan memandang bahwa tujuan pendidikan itu adalah
terciptanya akhlak yangh terpuji dalam diri peserta didik. Dalam bahasa beliau
peserta didik memiliki kesopanan tinggi secara Islam. Dalam buku Kesopanan
Tinggi, A. Hassan menulis pentingnya akhlak pada anak-anak. Beliau menulis:
“Maka dengan alasan Ajat-ajat dan Hadits-hadits jang lalu itu dapatlah kita
tetapkan, bahwa patut dan wadjib anak-anak berlaku sopan, hormat, ta’zhim dan
adab dengan tjinta, kasih, sajang, dengan perangai dan tjara jang manis dan
halus kepada ibu-bapak.” (hal. 15)
A.Hassan
juga menyatakan bahwa tujuan terpenting diutusnya Rasulullah Saw. adalah untuk
menyempurnakan akhlak sebagaimana Rasulullah Saw. menyabdakan demikian. Dan
tujuan ini hendaknya juga menjadi tujuan pendidikan. Tulisnya; “Wadjib kita
memudji dan menerima kasih kepada Tuhan jang mengutus kepada kita seorang Rasul
jang datangnja untuk menjampurnakan Kesopanan Tinggi”.
Beliau
juga mengkritik sistim pendidikan ala Barat yang menurutnya tidak mampu
mewujudkan tujuan ini, bahkan sebaliknya para lulusannya mengalami degradasi
akhlak. Beliau menulis; “… di zaman kita ini ada beberapa banjak anak-anak
tiruan Barat, istimewa anak-anak sekolah jang sudah tidak mau menghormatkan
bapa saudara, emak saudara, bapa mertua, tidak mau ber-aadab dihadapan mereka,
selalu menundjuk-nundjukkan gaja dan tjara ke-Baratan dan perangainja… “(hal.19)
Kemudian
lanjutnya;
“Sering kali kita lihat
dan dengar beberapa anak-anak muda laki-laki perempuan, istimewa anak-anak
sekolah ke-Baratan, terdjerumus didalam hal jang tidak baik.” (hal 41).
b. Sumber dan Wasilah
Pendidikan
A.
Hassan sangat teguh dalam memegang prinsip yang bersumber dari Al Quran dan Al
Sunnah. karena itu beliau tidak mengenal kompromi dengan segala hal yang
bid’ah. Menurutnya bid'ah
dalam agama bukan suatu perbedaan, bid'ah adalah penyimpangan dari Qur'an dan
Sunnah, membiarkan bid'ah artinya memupuk perbuatan yang salah dan
kemunafikan.
Demikian teguhnya beliau dalam
berpegang kepada apa yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits. Dalam hal
pendidikan, ini juga yang telah menjadi prinsipnya. Beliau menjadikan Al Quran
dan Al Hadits sebagai sumber pendidikan. Model sekolah yang beliau dirikan
adalah sekolah yang mendidik peserta didiknya menjadi manusia-manusia yang bertafaqquh
fiddien. Dan sampai sekarang, memang terbukti Pesantren yang dibangunnya
itu memiliki kekhasan tersendiri dalam kemampuan bersentuhan dengan kitab-kitab
turats sebagai gerbang menuju tafaqquh fiddin.
Walau demikian, A. Hassan bukanlah
tipe orang yang kolot dalam berpikir. Dalam hal wasilah dan sarana pembelajaran
beliau termasuk yang berpikiran maju. Dalam pandangannya selama tidak ada
bertentangan dengan Al Quran dan Al Hadits, maka wasilah dan sarana seperti
apapun mubah-mubah saja.
Hal itu dapat dilihat misalnya saat beliau untuk pertama kali membuat tafsir
al-Qur'an dari kiri kekanan, karena tafsirnya itu menggunakan huruf latin. Pada
waktu itu orang beranggapan kafir bila memakai huruf latin di sebelah huruf Arab. Barangkali
saking bencinya kepada Belanda, huruf latinpun dikafirkan. Sedangkan A. Hassan
sendiri melalui Persisnya menganggap masalah huruf latin hanyalah urusan
duniawi.
Demikian juga ketika Pesantren
Persis mempelopori gerakan pembaharuan internal dalam bidang pendidikan,
gurunya berdasi dan muridnya harus bersih dan necis tidak seperti kalangan
Pesantren waktu itu yang masih menggunakan sarung dan tidak terlalu
memperhatikan masalah pakaian. A. Hassan menganggapnya sebagai masalah yang
mubah-mubah saja.
c. Metodologi Pendidikan
A.
Hassan adalah seorang ahli dalam berdebat. Beberapa debat fenomenal yang
dilakukannya dengan beberapa kelompok cukup banyak menyita perhatian pubik.
Dalam buku-buku karyanya pun, tidak jarang cara penulisan yang dipilihnya
adalah model dialog. Misalkan buku Soal Jawab, Tauhid, Mengenal Nabi Muhammad
dan lain-lain. Semua itu dipaparkan secara tanya jawab.
Hal
ini berimbas kepada metode da’wah yang digunakannya dan termasuk dalam cara
mengajarnya. Beliau nampaknya lebih memilih metode dialog dan diskusi. Karena
menurutnya metode ini lebih memberikan kepuasan kepada peserta didik dan
sekaligus membuka pemikirannya.
Berdebat dalam hal agama menurut A.
Hassan bagaikan membebaskan katak dari kurungan tempurung sehingga memberi
kesempatan bagi manusia untuk memilah dan memilih kebenaran sejati. Tindakan
dan cara seperti ini memang banyak ditentang oleh sejumlah orang terutama bagi
mereka yang sama sekali tidak memiliki kemampuan atau keberanian dalam
berdebat. Tetapi seperti yang diungkapkan oleh Moh. Natsir bahwa beragama itu
harus cerdas dan jelas, sebab antara yang hak dan yang batil tidak bisa
dicampur. Memang bagi orang yang kalah berdebat bisa saja menjadikannya sebuah
tamparan dimuka umum sehingga menjadikannya trauma, tetapi bagaimanapun agama
ini tidak boleh dipahami secara beku, kita harus berani kritis dalam
beragama.
d. Kompetensi
Kompetensi
yang diharapkan menurut A. Hassan adalah kompetensi yang mampu memenuhi tujuan
pendidikan yang dicanangkannya. Sedangkan tujuan pendidikan menurut A. Hassan
terciptanya manusia yang berkesopanan tinggi atau berakhlak karimah dan yang
berpegang teguh dengan Al Quran dan Al Sunnah sebagai sumber dari akhlak
tersebut.
Kompetensi
lainnya adalah terciptanya peserta didik yang tafaqquh fiddin. Karena untuk
dapat berpegang teguh dengan Al Quran dan Al Hadits, sejatinya setiap peserta
didik harus dibekali keahlian-keahlian yang dapat dipergunakannya untuk
memahami kedua sumber tersebut secara benar, jauh dari bid’ah dan taklid.
Kompetensi
lainnya yang bisa diamati dari para peserta didik hasil didikan beliau adalah
keteguhannya dalam memegang prinsip. Ini yang dapat dilihat dari sosok
murid-murid beliau seperti M. Natsir, Isa Anshori ayahanda Endang Saifuddin
Anshori, E. Abdurrahman, Rusyad Nurdin dan lainnya.
III. PENUTUP
Demikian
paparan singkat mengenai pemikiran pendidikan A. Hassan yang penulis dapat
sajikan dalam makalah ini. Tentu apa yang dipaparkan masih jauh dari kata
sempurna. Banyak kekurangan di sana sini yang perlu diperbaiki dan ditambahkan.
Penulis merasa sosok sang tokoh terutama terkait pemikiran pendidikannya masih
perlu digali dan dikaji lebih mendalam lagi. Semoga apa yang penulis sajikan
dapat membantu para pembaca yang concern dengan sang tokoh dalam
mengkajinya.
Sebagaimana
penulis juga berharap, makalah ini menjadi awal bagi penulis untuk terus melakukan
kajian yang lebih serius lagi dalam mengungkap lebih jauh ‘warisan’ para
pendahulu yang dapat menginspirasi pendidikan kita. Satu hal yang menonjol dari
sosok A. Hassan adalah keberhasilan beliau dalam membina kader-kader
perjuangannya. Banyak tokoh-tokoh bangsa yang lahir dari kiprah da’wah dan
pendidikan beliau. Tentunya hal ini menjadi salah satu kebutuhan kita yang
mendesak saat ini. Ketika para ‘orang tua’ kita masih dihimpit perasaan ‘risau’
dengan semakin langkanya kehadiran para pelanjutnya. Semoga!
DAFTAR PUSTAKA
A
Hassan, Kumpulan Risalah A. Hassan, Bangil: Pustaka Elbina, cet. 1,
2005.
__________,
Kesopanan Tinggi, Bandung: CV. Diponegoro, 1985.
__________,
Al Nubuwwah; Mengenal Nabi Muhammad, Bandung: CV. Diponegoro, cet. 1,
1995.
Dadan Wildan Anas, Yang Dai Yang
Politis : Hayat Perjuangan Lima Tokoh Persis, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 1977.
Syafiq A. Mughni, Hassan
Bandung: Pemikir Islam Radikal, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1994
Tamar Jaya, “Riwayat Hidup A.
Hassan”, dalam A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram, Bandung: CV.
Penerbit Diponegoro, 2001.
M.
Mukhsin Jamil , dkk. Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah,
al-Irsyad, Persisi dan NU, Fahmina Instute, 2008.
Republika, Khazanah Tokoh Islam
Nusantara 1; Ulama, Pejuang, Pujangga dan Pejabat, Jakarta: Harian
Republika, Cet. 1, 2011.
Website. Fospi Mesir, pwk. Mesir, pwk
Pakistan.
republika.co.id, dalam Khazanah Islam
dan Islam Digest.
[1]Syafiq A. Mughni, Hassan
Bandung: Pemikir Islam Radikal, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1994 M), Cet. II,
hal. 11, dikutip dari situs FOSPI (Forum Silaturahmi PERSIS) Pakistan dari
tulisan Al Hafizh Ibnu Qayyim berjudul “Kontribusi A. Hassan Terhadap Kajian
Hadits di Indonesia”
[2] M.
Mukhsin Jamil , dkk. Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah,
al-Irsyad, Persisi dan NU, ( Fahmina Instute: 2008) hal. 192.
[3] A. Ahmad Hizbullah, A.
Hassan: Ulama Nasional yang Serba Bisa, Mandiri, Tegas dan Gigih Berdakwah,
VOA Islam.com.
[4] A. Ahmad Hizbullah, ibid.
[5] A. Ahmad Hizbullah, ibid.
[6] A. Ahmad Hizbullah, ibid.
[7] Syafiq A. Mughni, op.cit.
hal.13.
[8] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.
[9] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.
[10]A.Ahmad Hizbullah, op.cit.
[11] Syafiq A. Mughni, op.cit,
hal. 12.
[12] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.
[13] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.
[14] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.
[15] Fospi Pakistan
[16] Fospi Pakistan
[17] Fospi Pakistan
[18] Syafiq A. Mughni op.cit.
hal. 20, dikutip dari Fospi Pakistan
[19] Syafiq A. Mughni, op.cit,
dikutip dari Fospi Pakistan.
[20] Dadan Wildan Anas, Yang
Da’i Yang Politis: Hayat Perjuangan Lima Tokoh Persis, dikutip dari
Khazanah, Republika.co.id
[21] Khazanah,
Republika.co.id
[22] Lihat Wikipedia tentang
karya tulis A. Hassan, Syafiq Mughni dalam Hassan Bandung: Pemikir Islam Radikal, juga Dadan Wildan Anas dalam Yang Da’i yang Politis: Hayat
Perjuangan Lima Tokoh Persis.
[23]Endang Saifuddin Ansari, A. Hassan: Wajah dan Wijhah Seorang
Mujtahid, dalam Abdul Rahman Haji Abdullah, Gerakan Islah di Perlis:
Sejarah dan Pemikiran, (Cet. I; Kuala Lumpur: Penerbitan Pena, 1989 M), h.
131, dikutip dari website Fospi Pakistan.
[24]Khazanah
Republika.co.id, Hujjatul Islam: A Hassan, Mengobarkan Semangat Keislaman di
Era Kolonial (1), edisi Selasa, 22 Mei 2012
[25] Khazanah
Republika.co.id, ibid.
Categories: Jurnal