Konsep Kasab
Posted by Unknown on 01:46
Oleh: Tefur Rochman
(Mahasiswa Pascasarjana Ulil Albab Univ. Ibn Khaldun Bogor Magister Ekonomi Islam)
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar
belakang
Di dalam sebuah kehidupan, sering
kita temui orang-orang yang sibuk beraktivitas dalam bekerja, karyawan pabrik
misal, setiap hari pulang pergi dari pabriknya, para nelayan, yang dengan
bekerja keras mencari nafkah di pantai untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
polisi yang mengatur lalu lintas dijalan dengan terpaan hujan bahkan panas
terik ia lalui, guru yang tekun dan sabar mengajarkan siswa-siswanya, dan masih
banyak lagi profesi lainnya yang kesemuanya itu menggambarkan bagaiman manusia
disibukan dalam urusan pekerjaan. Bahkan banyak yang menggunakan berbagai cara
dan usaha untuk bagaimana bisa mendapatkan pekerjaan tersebut guna mendapatkan
barang dan jasa.
Dari kesemuanya itu, bisa kita
bahasakan bahwa mereka semua melakukan kegiatan/aktivitas yang pastilah ada
suatu tujuan tertentu, dari tujuan tertentu itulah maka perlu adanya suatu kasabatau
yang disebut dengan usaha (ikhtiyar) guna mewujudkan tujuan tertentu.
Di dalam dunia Islam, makna bekerja
bukan hanya sekedar bekerja saja, disitu ada inti bagaimana islam mengatur
manusia untuk mendapatkan rizki/penghasilan dengan kasabyang bukan hanya
sekedar mencari uang. Karena di dalam syariat Islam, tidak semua yang
menghasilkan barang dan jasa adalah suatu aktivitas produksi, akan tetapi perlu
mempertimbangkan halal dan haram suatu pekerjaan itu, sehingga bisa
dipertanggungjawabkan sebagai umat muslim yang taat dengan syariat Islam.
Dengan kata lain, aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang halal saja yang
dapat disebut sebagai aktifitas produksi.
b.
Rumusan
masalah
Berdasrkan latar belakang masalah, maka dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana
konsep kasabdalam pandangan Al Quran dan hadist. ?
2.
Apa
implementasi kasabdalam teori ekonomi?
BAB
II
KAJIAN
TEORITIS
Pengertian Kasab
Kata
"فَضْلٌ"ditinjau
dari sudut etimologinya berarti “keutamaan” dan "كَسْبِ" berasal dari derivasi isim masdar
yakni كَسَبَ – يُكْسِبُ – كَسْباً yang berarti
berusaha, bekerja, mencari nafkah, memperoleh dan lain sebagainya. Jadi jika
digabungkan menjadi فَضْلٌ الكَسْبِ, tersusun dari mudhof dan mudhofilaih berarti
keutamaan berusaha, bekerja, mencari nafkah, memperoleh penghasilan dan
lain sebagainya. Kasab ternyata bisa juga diartikan bisnis yang
dengan segala bentuknya ternyata tanpa kita sadari telah terjadi dan
menyelimuti aktivitas dan kegiatan kita setiap harinya. Sejak mulai kita bangun
tidur sampai kita tidur lagi tak bisa terlepas dari cakupan bisnis. Bayangkan
saja, mulai dari tempat tinggal (rumah seisinya), segala pakaian yang kita
pakai, beraneka ragam makanan yang kita makan tiap hati, mobil untuk ke kantor,
tempat kita bekerja dan sebagainya hasil dari proses bisnis. Intinya segala apa
yang ada dan dimiliki serta dilakukan oleh manusia tak lepas dari hasil dan
produk bisnis.[1]
Dari
Imam Asy-Syaibani dinukil dari bukunya Dr.
Ridjaluddin, Nuansa nuansa Ekonomi Islam, mendefinisikan
al-kasab(kerja) sebagai mencari perolehan harta melalui berbagai cara
yang halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas demikian termasuk dalam aktifitas
produksi. Definisi ini mengindikasikan bahwa yang dimaksud aktivitas produksi
dalam ekonomi Islam adalah berbeda dengan aktivitas produksi dalam ekonomi
konvensional. Dalam ekonomi Islam, tidak semua barang atau jasa disebut sebagai
aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat terkait erat dengan
halal-haramnya suatu barang atau jasa dan cara memperolehnya. Dengan kata lain,
aktivitas menghasikan barang dan jasa yang halal saja yang dapat disebut
sebagai aktivitas produksi.[2]
Maka
dari itu, pandangan Islam tentang konsep kasab dalam produksi barang dan
jasa berbeda dengan sistem ekonomi konvensional yang menganggap bahwa suatu
barang atau jasa mempunyai nilai guna selama masih ada orang yang
menginginkannya. Dengan kata lain dalam ekonomi konvensional, nilai guna suatu
barang atau jasa ditentukan oleh keinginan (wants) orang per orang dan
ini bersifat subjektif.
Produksi
suatu barang atau jasa, seperti dinyatakan dalam ilmu ekonomi, dilakukan karena
barang atau jasa itu mempunyai, utilitas(nilai guna). Islam memandang bahwa
suatu barang atau jasa mempunyai nilai guna jika dan hanya jika mengandung
kemaslahatan. Seperti yang diungkapkan oleh Imam Asy-Syatibi, kemaslahatan yang
hanya dicapai dengan memelihara lima unsur pokok kehidupan, yaitu agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta. Dengan demikian, seorang muslim termotivasi untuk
memproduksi setiap barang atau jasa yang memiliki maslahat tersebut. Hal ini
berarti bahwa konsep maslahat merupakan konsep yang objektif terhadap perilaku
produsen karena ditentukan oleh tujuan (maqashic) syari’ah, yaitu
menjaga kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.[3]
Pada
dasarnya, ada dua tujuan yang harus dicapai oleh produsen dalam melakuakan
pekerjaan, materialisme dan konotasi untinity, dan spiritual dengan
konotasi ibadah. Karena setiap langkah dan gerak manusia yang berdasarkan ridha
Allah dalam bekerja dan bernilai ibadah.[4]
Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi SAW. Bahwasanya beliau bersabda:
إن الله تعالى يحبكل مؤمن محترف ابا
العيال ولا يحب الفارغ الصحيح لا فى عمل الدنيا ولا فى عمل الا خرة.
“Sesungguhnya
Allah suka pada setiap mu’min yang berusaha, ayah dari berapa anggota keluarga;
dan Allah tidak suka pada penganggur yang sehat, tidak dalam amal dunia dan
juga tidak pada amal akhirat”
BAB III
PEMBAHASAN
Ayat tentang Kasab dalam Al Quran
1.
QS. al-Jumu’ah (62) :10 :
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (١٠)
10.
apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
2.
QS.
Al-Mulk (67) : 15 :
هُوَ الَّذِي
جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ ذَلُولا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ
وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (١٥)
15. Dialah
yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan.
3.
QS. Al-Ankabut (29) : 17:
إِنَّمَا
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا إِنَّ الَّذِينَ
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ
اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ (١٧)
17. Sesungguhnyaapa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala,
dan kamu membuat dusta [1146]. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak
mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah
Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.
4.
QS.
Al-Muzzamil(73) : 20 :
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ
وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ
اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ
مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الأرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا
وَمَا تُقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ
خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ (٢٠)
20.
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang
dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian
pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan
ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat
menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu,
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa
akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di
muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang
di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah
pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu
niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling
baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Hadits-hadits
Nabi Muhammad Saw yang berkaitan dengankasab:
1.
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda:
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ:قَالَ
رَسُولُ اللهِ:لأَنْ يَحْتَطِبَ اَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌلَهُ
مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدًا فَيُعْطِيَهُ اَو يَمْنَعَهُ
“Sesungguhnya, seorang dari kalian pergi
mencari kayu bakar yang dipikul di atas pundaknya itu lebih baik daripada
meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau tidak”. [HR Bukhari, no. 1470;
Muslim, no. 1042; Tirmidzi, no. 680 dan Nasa-i, V/96]
2.
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihiwa
sallam bersabda:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَة َو عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ: كَانَ دَاوُدُ عَلَيْهِ
السَّلامُ لاَيَأْكُلُ اِلاَّ مِنْ عَمَلِ يَدَهِ
“Adalah Nabi
Daud tidak makan, melainkan dari hasil usahanya sendiri”. [HR Bukhari, no. 2073].
Penjelasanayat-ayat Al-Qur’an danHadist
Nabi Muhammad Saw :
QS. al-Jumu’ah (62) :10 :
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (١٠)
10. apabila
telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Tentang
ayat ini dalam sebuat tafsir Ibnu Katsir disebutkan, Firman Allah lebih lanjut فَإِذَاقُضِيَتِالصَّلاةُ, Dan jika telah
menunaikan sholat. Artinya telah
menyelesai mengerjakannya. Maka Allah mengizinkan mereka setelah selesai menunaikan sholat untuk bertebaran di muka bumi dan mencari karunia Allah ta’ala.
Firman
Allah selanjutnya فَانْتَشِرُوافِيالأرْضِوَابْتَغُوامِنْفَضْلِاللَّهِ, Maka bertebarlah
kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah. Ketika Allah melarang mereka berjual beli setelah teredengar suara adzan dan memerintahkan mereka untuk berkumpul. maka Allah mengizinkan mereka setelah setelah selesai menunaikan sholat untuk bertebaran di muka bumi dan mencari karunia Allah.[5]
selanjutnya
Allah Swt berfirman :
QS.
Al-Mulk (67) : 15 :
هُوَ الَّذِي
جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ ذَلُولا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ
وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (١٥)
15. Dialah
yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan.
Tentang
ayat ini, dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir disebutkan: “Kemudian, Dia menyebutkan
nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada makhlukNya dengan menyediakan bumi
bagi mereka dan membentangkannya untuk mereka. Dia membuatnya sebagai tempat
menetap yang tenang, tidak miring dan tidak juga bergoyang, karena Dia telah
menciptakan gunung-gunung padanya. Dan Dia alirkan air di dalamnya dari mata
air. Dia bentangkan jalan-jalan, serta menyediakan pula di dalamnya berbagai
manfaat, tempat bercocok tanam dan buah-buahan. Dia berfirman:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ
اْلأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا
"(Dia-lah
yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala
penjurunya)".
Maksudnya,
lakukanlah perjalanan ke mana saja yang kalian kehendaki dari seluruh
belahannya, serta bertebaranlah kalian ke segala penjurunya untuk menjalankan
berbagai macam usaha dan perdagangan. Ketahuilah, bahwa usaha kalian tidak akan
macam usaha dan perdagangan. Ketahuilah, bahwa usaha kalian tidak akan
bermanfaat bagi kalian sama sekali, kecuali jika Allah memudahkan untuk kalian.
Oleh karena itu, Dia berfirman : وَكُلُوا
مِنْ رِزْقِهِ
(Makanlah
sebagian dari rezekiNya). Dengan demikian, usaha
yang merupakan sarana, sama sekali tidak bertentangan dengan tawakal.
وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
(Dan
hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan).
Maksudnya
ialah, tempat kembali pada hari Kiamat kelak.Ibnu “Abas, Mujahid, as-Suddi, dan
Qatadah mengatakan” Kata manaakibihaa berarti ujung, belahan, dan
penjuru. Sedangkan Ibnu ‘abbas dan Qatadah
mengemukakan “manaakibihaa berarti gunung-gunung.[6]
وَعَنْ اَبِى عَبْدِاللهِ
الزُّبَيْرِبنِ العَوَّامِ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللهِ :لأَنْ يَأْخُذَ اََحَدُكُمْ
اَحْبُلَهُ ثُمَّ يَاْتِى الْجَبَلَ فَيَاْتِىَ بِحُزْمَةٍ مِنْ حَطَبٍ عَلَى
ظَهْرِخِ فَيَبِيْعَهَا فَيَكُفَّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌلَهُ مِنْ اَنْ
يَسْأَلَ النَّاسَ اَعْطَوْهُ اَوْ مَنَعُوْهُ
Dari Abi
Abdillah (Zubair) bin Awwam Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan
pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk
dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya, adalah lebih baik daripada
meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak”.
(HR.Bukhari,no.1470;Muslim,no.1042)
Dari
beberapa ayat diatas juga menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menganjurkan umatnya supaya bekerja dan berusaha memenuhi hajat hidupnya
dengan jalan apapun menurut kemampuan, asal jalan yang ditempuh itu halal. Hal
ini berbeda dengan kosep ekonomi konvensional yang menerapkan prinsip berusaha dan bekerja dengan modal yang
sedikit bisa mendapatkan untung yang
berlipat-lipat tanpa memandang apakah itu haram ataukah
halal.
Bekerja
merupakan pondasi dasar dalam produksi sekaligus berfungsi sebagai pintu pembuka rezeki. Menurut Ibnu Khaldun, bekerja merupakan unsur yang paling
dominan bagi
proses produksi dan merupakan sebuah ukuran standar dalam sebuah nilai. Proses produksi akan
sangat bergantung terhadap usaha atau kerja yang yang dilakukan oleh para karyawan,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif, adapun factor produksi yang lain
berfungsi sebagai komplementer atas daya dan upaya manusia dalam menghasilkan barang dan jasa. Selain itu dengan adanya profesionalisme dalam bekerja akan meningkatkan nilai atas hasil produksi.[7]
Oleh
karena itu, proses produksi yang menghasilkan sebuah nilai telah diajarkan oleh
Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menjadikan umatnya sebagai
insan-insan terhormat dan terpandang, dan bukan umat yang lemah lagi pemalas.
Dalam bekerja dan berusaha, seseorang
tidak boleh menganggap remeh jenis usaha apapun, meskipun usaha itu dalam
pandangan manusia dinilai hina.
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda:
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ:قَالَ
رَسُولُ اللهِ:لأَنْ يَحْتَطِبَ اَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌلَهُ
مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدًا فَيُعْطِيَهُ اَو يَمْنَعَهُ.
“Sesungguhnya,
seorang dari kalian pergi mencari kayu bakar yang dipikul di atas pundaknya itu
lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau tidak”. [HR
Bukhari, no. 1470; Muslim, no. 1042; Tirmidzi, no. 680 dan Nasa-i, V/96]
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
َ4- عَنْ اَبِى هُرَيْرَة َو عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ: كَانَ دَاوُدُ عَلَيْهِ
السَّلامُ لاَيَأْكُلُ اِلاَّ مِنْ عَمَلِ يَدَِْهِ.
“Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Adalah Nabi Daud tidak makan,
melainkan dari hasil usahanya sendiri”. [HR Bukhari, no. 2073].
Nabi
Daud Alaihissalam, disamping sebagai nabi dan rasul, dia juga seorang Khalifah.
Namun demikian, sebagaimana diceritakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam hadits Beliau, bahwa apa yang dimakan Nabi Daud adalah dari hasil jerih
payahnya sendiri dengan bekerja yang menghasilkan sesuatu, sehingga ia dapat
memperoleh uang untuk keperluan hidupnya sehari-hari. Di antaranya sebagaimana
dikisahkan dalam Al Qur`an, bahwa Allah menjinakkan besi buat Nabi Daud,
sehingga ia bisa membuat bermacam pakaian besi.
وَلَقَدْ
آتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ
وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ (١٠)أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ
وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (١١)
"Dan
sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman):
“Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertashbihlah berulang-ulang bersama
Daud”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya. (Yaitu) buatlah baju besi yang
besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shalih.
Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan".[Qs. Saba`(34) : 10-11].
Dan dalam bekerja dan
berusaha, seorang muslim juga harus dilandasi dengan keikhlasan hanya mencari
keridhaan Allah Swt.
Allah Swt berfirman
dalam QS. Al-Ankabut (29) : 17:
إِنَّمَا
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا إِنَّ الَّذِينَ
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ
اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (١٧)
17. Sesungguhnyaapa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala,
dan kamu membuat dusta [1146]. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak
mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah
Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.
Pada hakikatnya, seseorang bekerja untuk
hidupnya senantiasa mengharapkan keridhaan Allah dalam pekerjaannya.[8]
BAB
IV
IMPLEMENTASI
Di dalam
pandangan Islam, mengacu pada pembahasan sebelumnya, maka telah banyak
disebutkan dalam Al-Quran dan hadits bahwa Allah Swt mewajibkan umatnya untuk
bekerja mencari mata pencaharian sumber rezekiya dan menghasilkan pendapatan
untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya maupun keluarganya. Karena itu, bekerja
merupakan inti kegiatan ekonomi. Tanpa ada yang bekerja, maka roda kegiatan
ekonomi tidak akan berjalan. Maka konsep kasab dapat diimplementasikan pada
kehidupan ekonomi Islam, implementasinya antara lain sebagai berikut :
1.
Kasab dalam mengurangi
pengangguran
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda:
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ:قَالَ
رَسُولُ اللهِ:لأَنْ يَحْتَطِبَ اَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌلَهُ
مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدًا فَيُعْطِيَهُ اَو يَمْنَعَهُ.
“Sesungguhnya, seorang dari kalian pergi
mencari kayu bakar yang dipikul di atas pundaknya itu lebih baik daripada
meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau tidak”. (HR
Bukhari)
Dengan pernyataan hadis
ini, maka tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menganggur, apalagi menjadi manusia yang jumud kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup
yang memberikan makna apalagi menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya merupakan kehinaan. Dengan demikian, hanya pribadi-pribadi yang
menghargai nilai kerja yang kelak akan mampu menjadikan masyarakatnya sebagai masyarakat yang tangguh.
Sebaliknya pribadi yang
malas dan bermental pengemis hanyalah akan mengorbankan masyarakat dan bahkan
generasinya sebagai umat yang kedodoran, terjajah dan terbelenggu dalam
kategori bangsa yang memiliki nilai kelas teri. Tak punya wibawa, ke dalam tak
mengganjilkan, keluar tak menggenapkan, ke atas tak berpucuk, ke bawah tak
berakar, wujuduhu kaadamihi, ada dan tiadanya sama saja, tidak
menjadi perhitungan orang.
Bekerja adalah segala
aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
(jasmani dan rohani), dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya
dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti
pengabdiannya kepada dirinya kepada Allah Swt.
Dikatakan sebagai aktivitas
dinamis, mempunyai makna bahwa seluruh kegiatan yang dilakukan seorang muslim harus
penuh dengan tantangan (challenging), tidak monoton, dan selalu berupaya untuk mencari terobosan-terobosan baru (innovative)
dan tidak pernah merasa puas dalam berbuat kebaikan[9].
2.
Kasab dalam mengharap ridha
Allah
Allah
befirman :
إِنَّمَا
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا إِنَّ الَّذِينَ
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ
اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (١٧)
Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu
membuat dusta [1146]. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu
memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah
Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.
(QS. Al-Ankabut (29) : 17)
Keikhlasan
dalam bekerja memang menjadi sesuatu yang esensi dan sangat penting. Ikhlas
adalah menjadikan tujuan dari kerja kita adalah dalam rangka taat dan
merealisasikan amanah dari Allah Yang Mahabenar dalam tugas dan pekerjaan.
Artinya, yang kita inginkan dan harapkan dalam bekerja adalah semata-mata
keridloan dan ampunan Allah. Bukan untuk yang lain seperti mengambil hati orang
lain, mengharap pujian atau makna lain selain mengabdikan diri kepada-Nya.
Tentu itu sebagai tanggung jawab kita sebagai pekerja untuk menuntaskan segala
kewajiban yang bersangkutan dengan job kita, tidak lantas selalu menuntut hak
berupa gaji sementara masih banyak pekerjaan yang belum selesai. Perkara hak
kita sebagai pekerja yakni mendapatkan kesejahteraan dan gaji yang layak itu
akan berbanding lurus dengan optimalisasi kinerja yang dilaksanakan dan tentu
ada hak yang lebih utama yang harus menjadi pengharapan yakni balasan dan
fahala yang berlipat ganda dari Alloh SWT Pemilik Segala Keagungan manakala
kinerjanya professional dan ikhlas.
3.
Kasab dalam meningkatkan
perekonomian pemerintah
Menurut Imam Asy-Syaibani, usaha perekonomian terbagi atas empat
macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian dan perindustrian. Sedangkan
para ekonom kontemporer menjadi tiga, yaitu pertanian, perindustrian dan jasa.[10]
dalam hal ini, jika semua sektor peran pemerintah tersebut bisa diterapkan
dengan dasar-dasar Al Quran dan hasit, maka ekonomi bisa lebih meningkat dan
peran pemerintahdalam hali ini pengupahan yang layak guna meningkatkan
perekonomian dan lebih banyak menciptakan peluang pekerjaan supaya siklus
perekonomian berjalan dengan seimbang.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
kepada keterangan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah Saw. dengan
penjelasan-penjelasan seperti yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya, maka
dapat dibuat kesimpulan bahwa Islam sangat serius terhadap apa yang dinamakan
dengan 'kasab' dengan menjelaskan konsep kasab tersebut dan implementasinya dalam kehidupan
ekonomi dalam aturan ajaran islam.
Pembahasan
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Kasab/bekerja adalah serangkaian aktivitas atau upaya yang dilakukan secara
sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh aset, pikir, dzikir dan tindakannya
dalam rangka memenuhi / mencukupi kebutuhan hidupnya baik jasmani maupun
rohaninya dan yang meliputi kerja untuk dunia dan kerja untuk akhirat
2.
Dengan adanya
anjuran bekerja maka akan terciptanya etos kerja yang tinggi untuk umat agar
tidak malas, tidak pasif, tidak pesimis terhadap prestasi orang lain yang
bekerja keras dan akan bergerak roda perekonomian dengan baik.
3.
Islam
melarang atau menolak pengangguran kerana ia akan dedahkan kepada kelemahan dan
kefakiran dan jatuhnya maruah diri atau ummah, kerana Islam menghendaki setiap
umatnya bermaruah dan berdikari, tidak meminta-minta dan berharap kepada
bantuan dan belas kasihan orang lain; bahkan sebaliknya hendaklah menjadi
muslim yang kuat dan mampu membela mereka yang lemah dan tertindas agar seluruh
manusia menikmati keadilan dan rahmat yang dibawa oleh Islam sebagai agama yang
tertinggi dan mengatasi seluruh persoalan termasuk pesoalan ekonomi manusia.
4.
Islam
menyatakan bahwa dalam melakukan pekerjaan harus disertai atau diimbangi dzikir
dan doa kepada Allah, begitu juga diniatkan untuk memperoleh ridho Allah,
demikian supaya memperoleh keuntungan yang berlipat ganda baik berupa
keuntungan materi maupun non materi (ridho dan pahala) dari Allah.
5.
Dalam mengimplementasikan
kedalam kehidupan ekonomi, konsep kasab akan selalu bersinergis dengan
perkembangan ekonomi karena dibarengi dengan niat amal shaleh, kualitas kerja,
dan keikhlasan dalam bekerja.
Saran
1.
Bagi Pemerintah
Memandang
pentingnya konsep kasab dalam
penerapannya dalam pemerintahan, diharapkan pemerintah lebih bersungguh-sungguh
dalam bekerja, mengutamakan keadilan, kepercayaan(amanah) dan keikhlasan
untuk mensejahterakan rakyatnya dengan didasarkan hanya mengharap ridha dari
Allah Swt dan tidak mementingkan kepentingan pribadinya sendiri, sehingga
masayarakat akan mudah mendapatkan pekerjaan guna menunjang roda perekonomian
suatu pemerintahan.
2.
Bagi Akademis
Bagi
kalangan akademis, diharapkan agar supaya selalu tekun dalam belajar, dan bersungguh-sungguh setelah memahami
konsep kasab dalam penerapannya didalam kehidupan di dunia akademik.
3.
Bagi Pembaca
Bagi
pembaca, dengan makalah ini semoga pembaca akan lebih memahami tentang konsep kasab
dan implementasinya dalam kehidupan ekonomi, dan apabila terdapat
kekurangan dari makalah ini, dengan keterbatasan kemampuan penulis, maka perlu
adanya sebuah koreksi agar kedepan penulis bisa lebih baik lagi.
REFERENSI
Arifin, Johan, Etika Bisnis
Islami, Semarang: Walisongo Press, 2009
Marthon, Sa’ad, Said , “Ekonomi
Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global” jakarta; maktabah ar-Riyadh, 2007
Rahman, Afzalur, Doktrin
ekonomi islam jilid 1, Yogtakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995
Ridjaluddin, Nuansa
nuansa Ekonomi Islam, Jakarta: CV. Sejahtera, 2007
Tasmara, Tono. Etos Kerja Pribadi Muslim, Cet.
II Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995
PDF :
Tafsir Ibnu Katsir di unduh pada hari jum’at,
08/02/2013 jam 13.24 wib di http://shirotholmustaqim.wordpress.com/tafsir-ibnu-katsir-juz-1-18/
[1]Johan
Arifin, Etika Bisnis Islami, Semarang: Walisongo Press, 2009, hlm. 19.
[3]Ibid.
[4]DR. Said
Sa’ad Marthon , “Ekonomi Islam Di
Tengah Krisis Ekonomi Global”jakarta; maktabah ar-Riyadh, 2007, hlm.52
[5]http://shirotholmustaqim.wordpress.com/tafsir-ibnu-katsir-juz-1-18/
[6]ibid
[8] Afzalur rahman, Doktrin ekonomi islam jilid 1, Yogtakarta, PT.
Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm, 254
[9]Tono Tasmara. Etos Kerja Pribadi Muslim, Cet.
II Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm 10
[10] Dr. Rijaluddin,hlm 14
Categories: Jurnal