TUJUAN PENDIDIKAN

Posted by Unknown on 03:45
بسم الله الرحمن الرحيم
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dan setiap warga Indonesia berhak mendapatkan Pendidikan yang baik, layak dan berkualitas. Karena, itu  merupakan hak setiap warga negara  Indonesia yang telah diamanatkan oleh UUD 1945 sebagimana disebutkan dalam pembukaan Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945  yang menyatakan  bahwasanya “pemerintah Negara  Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, pedamaian abadi dan keadilan sosial”.
Pemerintah menyelenggarakan pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, lanjutan hingga sarjana tidak mungkin dengan tanpa tujuan, melainkan untuk menjadikan para peserta didik menjadi orang yang beriman, dan bertakwa kepada Allah U, dan berbudi luhur antarsesama, sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen) dalam Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
Akan tetapi belakangan ini kalau kita melihat realita yang terjadi di dunia pendidikan nasional sungguh sangat jauh dari tujuan yang diharapkan, dan diamanatkan oleh undang-undang, seolah-olah tanpa tujuan yang jelas.
Dan  akhir-akhir ini wajah pendidikan di negeri ini tercoreng dengan banyaknya kasus yang memilukan yang terjadi dilakukan oleh anak didik itu sendiri dilingkungan sekolah mereka, seperti apa yang terjadi di salah satu sekolah dasar di Jakarta. Dua anak didiknya terlibat dalam adu fisik hingga memakan korban, yang  membuat kita  miris lagi ternyata 37% pelajar di Indonesia terbiasa merokok sepertia apa yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia Jakarta Heri Chariansyah[1] dan yang lebih menghawatirkan lagi apa yang disampaikan  BNN bahwa  22% dari pelajar dan mahasiswa adalah pemakai narkoba.[2]
Problema pendidikan di Negeri ini tidak berhenti sampai disini, bahkan dikehidupan sehari-hari  tidak jarang kita dapatkan seorang anak melawan hingga menghabisi nyawa orang tuanya, hanya karena keinginannya tidak dituruti, tawuran antar pelajar masih sering terjadi, dan Tentu, kasus demi kasus ini bukanlah harapan yang diinginkan oleh wali murid, guru dan tidak pula oleh siswa itu sendiri, bahkan ini semua jauh dari tujuan diadakannya kegiatan pendidikan di negeri ini terlebih lagi bila ditinjau dari sisi tarbiyah islamiyah tentu sangat jauh sekali dari nilai-nilai yang diajarkan islam baik yang tercantum dalam Al-Quran maupun hadits-hadits Rasulullah r.
Al-Qur’an adalah kitab petunjuk yang sempurna untuk menjawab segala kebutuhan ummat manusia kapanpun dan dimanapun, bagi yang mau membaca dan mentadabburi ayat-ayat  Nya, termasuk masalah tarbiyah atau pendidikan.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimana tujuan pendidikan dalam Al-Qur’an?
2.      Bagaimana implementasi tujuan pendidikan Islam dalam pendidikan saat ini?

BAB II
KAJIAN TEORITIS

A.       PENGERTIAN TUJUAN
Kalau kita melihat kamus-kamus yang berbahasa arab, maka akan didapatakan banyak lafadz yang bermakna tujuan, salah satunya, Al-Hadaf, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Al-Mandzur dalam Lisanul Arab, yang artinya dataran  tinggi yang dituju dan dekat.[3] Hal yang sama dikatakan oleh penulis Al-Mu’jamul Wasith: Al-Hadaf yaitu setiap dataran tinggi dan arah yang diarahkan kepadanya busur panah, contoh lain, Al-Marma (gawang dalam sepak bola).[4]

B.       PENGERTIAN PENDIDIKAN
Diantara pakar Pendidikan Islam menyebutkan bahwasanya pendidikan diambil dari kata At-Tarbiyah, yang berasal dari 3 kata dasar yang berbeda yaitu
- Rabaa – Yarbu yang berarti bertambah
- Rabiya –Yarba yang berarti tumbuh dan berkembang
- Rabba – Yarubbu yang berarti memperbaiki
Dari sini, mereka mendefinisikan At-Tarbiyah atau pendidikan dengan “menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit sampai sempurna”, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Baidhawi dan al-Ashfahani yang disebutkan An-Nahlawi dalam bukunya Ushul At-Tarbiyah Al-Islamiyah[5]

C.       PENGERTIAN ISLAM
Kata Islam dalam bahasa arab dan Al-Quran memiliki arti Al-Istislaam Walkhudu’ atau penyerahan diri dan tunduk, kemudian Islam dijadikan sebagai nama agama dan aturan yang dengannya Allah mengutus rasul-Nya Muhammad r.[6]
D.       PENGERTIAN TERMINOLOGI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Para tokoh islam seperti Imam al-Ghazali berpendapat, seperti apa yang dinukil oleh Akhmad Alim, bahwa tujuan pendidikan islam tercermin pada dua segi. Pertama, insan purna yang mendekatkan diri kepada Allah r. Kedua, insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[7]
Al-Syaibani menyatakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan akhir yang ingin dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi.[8]


BAB III
KAJIAN TAFSIR
Al-Qur’an Al-Karim adalah satu-satunya kitab suci yang Allah sendiri menjaganya dari segala bentuk perubahan, baik penambahan ataupun pengurangan. Sehingga kesucian dan kemurniannya terjamin hingga akhir kelak nanti, Sebagaimana firman Allah Azza wajalla:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ 
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya (QS. Al-Hijr: 9)
Berbeda dengan Injil, Taurat dan kitab-kitab suci agama lain, sudah banyak mengalami perubahan baik dengan cara dikurangi ataupun ditambah, sehingga terjadi banyak kontradiksi antar satu ayat dengan ayat yang lainnya.
Pada makalah kali ini penulis akan mengangkat tafsir dua ayat dari surat Luqman. Sebelum kita melangkah lebih jauh membahas penjelasan ulama tentang ayai ini, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan secara singkat biografi dari Lukman Al-Hakim yang namanya diabadikan oleh Allah U  dalam Al-Quran Al-Karim.
Dia adalah Luqman bin A’nqa bin Sadun, Jumhur ulama berpendapat bahwasanya ia bukanlah seorang Nabi melainkan seorang hamba Allah yang saleh, diberikan keistimewan dalam memberikan nasehat yang bijak. Diantara kisahnya yang terkenal yang disebutkan oleh Ibnu Katsir yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, suatu hari ia diperintah oleh tuannya untuk menyembelih seekor kambing dan memintannya untuk mengeluarkan dua daging yang paling baik, maka ia pun mengeluarkan lisan dan hatinya, kemudian iapun diperintah untuk menyembelih kambing yang kedua, dan iapun diminta untuk mengeluarkan dua bagian dagingnya yang paling buruk, iapun mengeluarkan lisan dan hati kambing tersebut. Sang tuan pun heran sambil berkata: pertama aku minta kamu mengeluarkan dua bagian daging yang paling baik kamu memberikanku lisan dan hatinya, lalu pada kambing yang kedua aku perintahkan kamu untuk mengeluarkan dua bagian daging yang paling buruk engkaupn mengeluarkan hal yang sama, mengapa engkau melakukan hal ini? Luqman menjawab: sesungguhnya tidak ada daging yang paling baik dari keduanya (lisan dan hati)  jika keduanya baik, dan sebaliknya tidak ada daging yang paling buruk dari keduanya kalau keduanya buruk. Dan  dengan keshalehan dan sikapnya yang bijak, iapun diangkat sebagai qhadi/hakim pada zaman bani israil.[9]
Ayat yang ingin kami angkat pada makalah ini adalah dua ayat dari surat Luqman yang merupakan wasiat dan nasehat Luqman kepada anaknya yang Allah abadikan dalam kitab-Nya.
           
·         PERINTAH UNTUK MENTAUHIDKAN ALLAH DAN LARANGAN BERBUAT SYIRIK
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ            
Artinya : dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

            Dalam ayat ini Allah U menceritakan bagaimana luqman memberikan nasehat kepada anaknya yang ia sayangi. Imam ibnu katsir r berkata: Luqman memberikan wasiat kepada anaknya, orang yang paling ia sayangi dan cintai, untuk itu iapun orang yang paling berhak mengetahui apa yang telah ia ketahui. Untuk itu hal yang pertama kali ia wasiatkan kepadanya agar ia beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak menyukutukan-Nya dengan sesuatu apapun.[10] Kalau kita mencermati bahasa yang digunakan oleh Luqman ketika memanggil anaknya, dia memanggilnya dengan panggilan yang penuh kasih sayang, dengan mengatakan  يَا بُنَيَّ ‘wahai anakku’ dan tidak memanggilnya dengan menyebut namanya langsung, hal ini sebagai tuntunan untuk  kita teladani ketika memberikan pelajaran dan nasehat kepada anak-anak didik di sekolah, hendaknya kita berusaha menggunakan kata-kata yang lebih menyentuh hati ketika memanggil dan berkomunikasi dengan mereka.
            Menurut Syekh As-sa’di (الوعظ والموعظة) Alwa’zhu adalah metode pendidikan larangan dan perintah yang disertai dengan targhib dan tarhib. Oleh karena itu Lukman memerintahkan anaknya untuk berbuat ikhlas dan melarang berbuat syirik.[11]
Ismail Haqi al-Istambuli berkata: almauidzah adalah larangan yang disertai dengan memberikan rasa takut. Menurut  al-Khalil  mauidzhah adalah mengingatkan dengan kebaikan yang bisa meluluhkan hati.
Adapun lafadz bunaiya merupakan bentuk tasghir, panggilan kasih sayang, untuk itu lukman mewasiatkan anaknya dengan sesuatu yang dapat mendatangkan kebahagiaan, bagi dirinya jika ia menerima dan mengamalkan nasehat itu.
            Arti dari Lafadz  (لا تشرك بالله)La tusyrik billah yaitu janganlah kamu menyamakan sesuatu apapun dengan Allah dalam masalah ibadah. Karena tidaklah patut menyamakan segala kenikmatan datang darinya dengan sesuatu yang tidak pernah memberikan kenikmatan.[12]
Diriwayatkan nasehat yang pertama kali disampaikan lukman kepada anakny adalah menjauhkan kesyirikan. Dan menurut Ismail al-Istambuly Mauidzhah adalah menghalangi jiwa dari menyibukkan diri dengan selain Allah.[13]
Menurut Al-Maraghi sebab kesyirikan disebut dengan kezaliman adalah karena pelakunya telah menaruh sesuatu yang bukan pada tempatnya. Dan disebut kedzaliman yang besar atau adziim karena menyamakan dzat yang segala kenikmatan datang dari-Nya yaitu Allah dengan sesuatu yang tidak pernah mendatangkan kenikmatan yaitu berhala dan patung-patung.[14]

·         PERINTAH UNTUK BERAKHLAK MULIA
$uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ  
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. ( QS. Luqman: 14 -15)
Syekh As-Sa’di r  berkata: Setelah Allah U memerintahkan luqman untuk menjauhi kesyirikan yang merupakan konsekuensi dari itu adalah mentauhidkan Allah U dari segala kesyirikan, Allah memerintahkan Luqman untuk berbakti kepada orang tua. Firman Allah U : ووصينا الإنسان) / yang artinya dan kami wasiatkan manusia, Syekh as-Sa’di r berkata: wasiat ini kami jadikan perjanjian dan kelak kami akan meminta pertanggung jawabannya kepada manusia apakah dia melaksanakan wasiat ini atau tidak, dan kami wasiatkan mereka untuk berbakti kepada kedua orang tua mereka.[15]
Syekh as-Sa’di menafsirkan ( اشكرلي ) ‘bersyukurlah kepadaku’ dengan menunaikan penghambaan kepada-Ku, menunaikan hak-hak-Ku dan tidak menggunakan kenikmatan yang Aku berikan kepadamu untuk bermaksiat kepada-Ku. Adapun bersyukur kepada kedua orang tua yaitu dengan berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan yang lembut, ramah dan tingkah laku yang yang baik, tawadhu’, memuliakan mereka, memenuhi kebutuhan mereka dan tidak menyakiti mereka berdua baik dengan ucapan ataupun perbuatan.
( إلي المصير ) (hanya kepadakulah kembalimu) Syekh as-Sa’di berkata: wahai manusia kelak kamu akan kembali kepada dzat yang mewasiatkan dan memerintahkan kamu hak-hak ini (wasiat-wasiat lukman dalam ayat ini). Kamu akan ditanya apakah kamu sudah menunaikan hak-hak ini atau tidak. Jika sudah maka Allah akan berikan ganjaran pahala yang besar dan jika tidak maka Allah akan mengadzabmu dengan siksaan yang pedih.[16]
Dan Allah U telah mewasiatkan, bahwasanya orang yang paling berhak untuk dipergauli dengan baik adalah orang tua, lebih khusus lagi sang ibu karena sang ibulah yang merasakan bagaimana letih  dan lelahnya mengandung, sebagaimana firman Allah وهنا على وهن /lemah diatas lemah, selain itu karena dialah yang meyapih dan menyusui sang anak selama 2 tahun.













BAB IV
KAJIAN  IMPLEMENTASI

Seperti yang disampaikan diawal makalah, tujuan dari pemerintah menyelenggarakan pendidikan nasional ialah untuk menjadikan anak didik yang beriman dan bertakwa. para pakar pendidikan Islami menyebut tujuan ini sebagai tujuan umum dari proses pendidikan, seperti yang dinukilkan oleh Ahmad tafsir dari pendapat Muhammad Quthb tentang tujuan pendidikan. dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam.[17]
Berikut beberapa langkah yang bisa diterapkan dalam pendidikan untuk mendapatkan tujuan yang disebutkan pada makalah ini, antara lain:
1.      Memberikan materi aqidah atau tauhid yang benar kepada peserta didik sejak dini.
Dalam perkembangan manusia, ia akan dituntun oleh fithrahnya untuk beriman dan bertauhid kepada Allah, akan tetapi sering kali lingkungan dan syaithan menggoda manusia untuk berbuat dosa, seperti berbuat syirik dan maksiat kepada Allah U sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasullah r dalam hadits Qudsy berikut ini :
قال تعالى: ( إني خلقت عبادي حنفاء كلهم ، وإنهم أتتهم الشياطين ، فاجتالتهم عن دينهم ، وحرمت عليهم ما أحللت لهم ، وأمرتهم أن يشركوا بي ما لم أنزل به سلطاناً )
Artinya Allah berfirman: sesungguhnya Aku menciptakan hambaku dalam keadaan lurus, dan syaithanlah mendatangi dan menyesatkan mereka dari agama mereka, dia (syaithan) mengharamkan apa yang Aku halalkan bagi mereka, dia juga memerintahkan mereka untuk menyekutukanku, apa yang tidak pernah aku turunkan[18].
 Untuk itu, hendaknya sejak diusia dini kita mulai mengenalkan anak didik kita tentang tauhid atau akidah, tentu dengan bahasa yang mereka pahami, mulai dari mengenalkan Allah sebagai pencipta dan pengatur alam semesta ini, yang disebut dengan tauhid rububiyah, mengenalkan mereka bahwasanya hanya Allah tuhan yang berhak disembah. Dan mengenalkan  nama-nama dan sifat-sifat-Nya Yang Maha Sempurna yang lebih kita kenal dengan tauhid Asma wassifat. Mengapa kita harus menjadikan tujuan dari pendidikan ini agar peserta didik bertauhid, karena apabila mereka memiliki tauhid atau keimanan yang baik dalam hati mereka, maka secara otomatis mereka akan memiliki akhlak dan kepribadian yang baik, bukankah Nabi r bersaba:
ألا إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب.
Artinya: sesungguhnya didalam setiap jasad terdapat segumpal daging, jika ia baik maka seluruh anggota badan akan menjadi baik, dan apabila ia rusak maka seluruh anggota badan yang lain ikut rusak, ketahuilah ia adalah hati.[19]
2.      Menjelaskan kepada peserta didik bahaya syirik bagi pelakunya dan masyarakat secara umum baik di dunia maupun di akhirat.
3.      Menjelaskan keutamaan dan kemaslahatan  mentauhidkan Allah U, baik di dunia maupun di akhirat
4.      Memberikan contoh-contoh amalan dan keyakinan yang mengandung kesyirikan.
5.      Melarang peserta didik mempelajari ilmu hitam dan mengamalkan hal-hal yang berbau dengannya seperti azimat
6.      Menjelaskan ke peserta didik bahwa meramal usia, rizki dan jodoh seseorang dengan ramalan perbintangan adalah bagian dari kesyirikan
7.      Memberikan pelajaran adab atau akhlak yang memuat adab kepada orang tua.
8.      Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang kewajiban anak untuk berbakti kepada orang tua.
9.      Menjelaskan kepada peserta didik bahwasanya durhaka kepada kedua orang tua adalah dosa besar.
10.  Menjelaskan hak-hak orang tua yang wajib ditunaikan oleh seorang anak.
11.  Menceritakan kisah birrul walidain yang ada di dalam Al-Qur’an maupun al-Hadits.
12.  Menceritakan kepada peserta didik kisah-kisah nyata tentang anak-anak yang  uquuq alwalidain /durhaka kepada orang tua.
13.  Mengajarkan peserta didik untuk pandai berterima kasih kepada orang lain yang berbuat baik kepadanya.




BAB V
KESIMPULAN

Setelah penulis mengkaji ayat-ayat ini dan melihat perkataan para ulama tentang tafsir dua ayat ini, penulis dapat menyimpulkan bahwasanya tujuan dari pendidikan islam dari ayat-ayat yang kami angkat pada makalah ini  adalah untuk menjadikan anak didik kita menjadi manusia yang bertauhid kepada Allah U, dan beradab.
Hal yang paling utama dan pertama dilakukan untuk menjadikan peserta didik yang taat kepada Allah U dan Rasul-Nya, serta berguna bagi diri dan bangsanya, adalah menanamkan aqidah yang sahih yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah kepada mereka sejak dini, karena keimanan yang benar akan melahirkan karya-karya yang baik, sebagaimana yang kami telah singgung diatas.
Selain menanamkan aqidah yang sahih, kita juga perlu mengajarkan peserta didik adab-abab islamiyah yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih mulai dari tata cara shalat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah yang lainnya.
Semoga makalah singkat ini barmanfaat, dan dapat menambah ilmu dan wawasan kita tentang tema makalah ini.
Tulisan ini adalah pengalaman pertama bagi penulis yang belum pernah menulis “makalah edisi Indonesia”. Sehingga disana-sini meniggalkan banyak kekurangan. untuk itu kami mengharapkan kritik dan dan saran anda yang membangun, jika mendapatkan kesalahan atau kekeliruan dalamnya.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al-Karim dan terjemahannya.
Al-Albani, Silsilah Al-Ahaadits As-Sahihah, Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif, 1995
Al-Bukhari, shahih Al-Bukhari, Penerbit: Dar Tauq An-Najah, 1422 H
Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir, Aisaar At-Tafasir, Kairo: Dar Al-Ilmiyah, 2013

An-Nahlawi Abdurrahman, Ushul At-Tarbiyah Islamiyah, Damaskus: Darul Fikr,1999
As-Sa’di, Abdurrahman, Tafisr Taisir Karimur Rahman, Dar Ibn Al-Jauzi
As-Syaukani, Fath Al- Qadir, Mesir: Dar Al-Wafa, 2008 .
At-Tirmidzi, sunan at-tirmidzi,Beirut: Dar Al-garb al-islamiy,1998
Haqqi, Ismail Barsaway, Tafsir Ruh Al-bayan, Math’baah Utsmaniyah
Katsir Ibnu, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim,  Kairo: Dar Al-Hadits,
Majma’ Al-Lughah Al-Arabiyah, Al-Mu’jamul Wasit, Kairo: Dar Ad-Dakwah
Mandzur Ibnul, Lisanul Arab, Beirut:Dar Shadir, 1414 H
Muslim, Sahih Al-Muslim, Beirut: Dar Ihya’ At-turats Al-Arabi,
Musthafa Al-Maraghi,Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, Mesir: Maktabah Wa Mathba’ah Musthafa al-Babi al-Halabi, 1946
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:ROSDA, 2012 



[1] Rol 30 Agustus 2013 tanggal akses 23 Desember 2015
[2] okezone.com 15 April 2015
[3] Ibnul Mandzur, Lisanul Arab, Beirut:Dar Shadir, 1414 H, Jilid 9, hlm.345
[4] Majma’ Al-Lughah Al-Arabiyah, Al-Mu’jamul Wasit, Kairo: Dar Ad-Dakwah  Jilid:2 hal:977
[5] Abdurrahman An-Nahlawi, Ushul At-Tarbiyah Islamiyah, Damaskus: Darul Fikr,1999 hlm.13
[6] Ibid hlm.17
[7] Akhmad Alim, Tafsir Pendidikan Islam, Jakarta: AMPPress, 2014, hlm.43
[8] Ibid hlm. 43-44
[9] .Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Kairo: Dar Al-Hadits, 2005 . ,jilid.6, hlm. 350-351
[10] Ibid,  jilid: 6 hlm. 336
[11]  Abdurrahman As-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman, Juz 6:1350
[12] Ismail Haqi al-Istambuli, Ruh Al-Bayan, Beirut: dar El-fikr, jilid 7 hlm.7
[13] Ibid, hlm. 78
[14] Ahmad al-Maraghi,  Tafsir Al-Maraghi,  mesir: syarikah maktabah al-bab jilid 21 hlm.82
[15] As-Sa’di, Tafsir Karimurrahman, Dar Ibnul Jauzi, Jilid 7, hlm. 1351
[16] Ibid.
[17] A.Tafsir, Ilmu Pendidikan Isam, Bandung: ROSDA, 2012 hlm. 66
[18] HR. Muslim: 4/2197 Muslim, Sahih Al-Muslim, Beirut: Dar Ihya’ At-turats Al-Arabi, Jilid 4 Hlm. 2197
[19] Ibid, Jilid 3 Hlm. 1219
Categories: