KONSEP INSAN
Posted by Unknown on 23:57
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
merupakan makhluk ciptaan Allah swt. yang diberikan kelebihan dibanding makhluk
yang lainnya. Kelebihan itu berupa cipta rasa dan karsa. Dengan kelebihan
tersebut manusia diberikan amanah untuk memakmurkan dunia tetapi banyak juga
permasalahan yang timbul disebabkan karena manusia itu sendiri.
Permasalahan
yang menyangkut manusia selalu dibicarakan oleh manusia sendiri dan tidak ada
habis-habisnya. Para ahli telah menyelidiki manusia dari berbagai sudut dan
segi, yang menghasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan tentang manusia,
seperti psikologi, kedokteran, hukum, antropologi, sosiologi, dan pendidikan.
Dari hasil kajian para ahli tersebut diharapkan mampu mengantisipasi
permasalahan yang terjadi. [1]
Apabila
dilihat realitanya sekarang banyak permasalah dan kerusakan di dunia ini yang
sumber utamanya adalah manusia. Sebagaimana Al Quran menyebutnya dalam surah Ar
Rum ayat 41.
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Salah
satu contoh nyata dari bencana yang terjadi adalah bencana tahunan di Indonesia
yaitu kabut asap yang terjadi di pulau Sumatra dan Kalimantan karena perluasan
lahan yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan untuk mencari keuntungan
materi. Bahkan dampaknya sampai ke negara
sekitar. Permasalahn yang lainnya lagi yang bisa dilihat sekarang adalah kasus
imigran yaitu orang-orang yang terusir dari kampung halamannya karena konflik
agama atupun kepentingan lainnya.
Segala
macam permasalahan tersebut terjadi karena manusia telah mulai menjauh dari
konsep utama tujuan penciptaannya. Manusia sudah kehilangan arah dari tujuan
utama kenapa mereka diciptakan di dunia ini. Berdasarkan uraian di atas,
makalah ini disusun untuk mengetahui apakah konsep manusia berdasarkan Al Quran
dan sunnah? Untuk meluruskan kembali tujuan utama diciptakannya di dunia.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
konsep manusia berdasarkan Al Quran dan As Sunnah?
2.
Bagaimana
hubungan pemahaman konsep manusia dengan pendidikan?
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Manusia menjadi sebuah permasalahan sentral sepanjang zaman, sebagaimana
diuraikan dalam latar belakang permasalahan. Hal tersebut menjadi tanda bahwa
manusia memiliki banyak rahasia yang selalu harus dipecahkan setiap waktu.
Para ahli dalam berbagai bidang telah memberikan penafsiran tentang
hakekat manusia.
1.
Manusia
menurut ilmu Antropologi
Berdasarkan
teori evolusi, bahwa semua makhluk berasal dari satu sel yang amat sederhana,
termasuk manusia. Dari sel tersebut kemudian berproses secara bertahap menjadi
lebih sempurna dalam menjalani kehidupan di dunia. Makhluk yang tidak mampu
berevolusi dengan baik akan mati dan punah kemudian digantikan oleh makhluk
yang lain dengan proses evolusi yang lebih baik. Makhluk yang lemah dengan
sendirinya akan hilang dan digantikan oleh makhluk yang lebih kuat. Proses ini
berlangsung selama barabad-abad. Teori evolusi ini diperkelanalkan oleh Charles
Darwin yang dipengaruhi oleh Lamarck.
2.
Manusia
menurut ilmu sosiologi
Para
ahli sosiolog berpendapat bahwa manusia adalah makhluk hidup yang tidak dapat
hidup sendiri dan pasti membutuhkan orang lain atau kelompok. Pendapat ini
sesuai dengan Aristoteles yang memiliki teori bahwa manusia adalah “Zoon
Politikon”, yaitu makhluk yang menyukai hidup bersama. Hal ini sesuai
dengan keadaan manusia sekarang, dengan adanya hukum-hukum yang mengatur dan
mengawasi kelakuan antar individu.
3.
Manusia
menurut ilmu Psikologi
Berdasarkan
pendapat para ahli psikologi, teori manusia dibagi menjadi tiga yaitu
a.
Teori
Disiplin Mental
Teori
ini memiliki pandangan bahwa manusia sejak lahir memiliki potensi-potensi
bawaan yang bisa dikembangkan. Belajar
merupakan upaya untuk meningkatkan dan mengarahkan potensi-potensi
tersebut.
b.
Behaviorisme
Teori
ini bertolak belakang dengan teori disiplin mental. Dalam teori behaviorisme,
manusia tidak memiliki potensi-potensi (fitrah) apapun sejak lahir. Manusia
berkembang dipengaruhi oleh factor yang bersal dari luar, yaitu lingkungan
keluarga masyarakat, adat, budaya dan agama.
c.
Kognitif
Gestalt Field
Menurut
teori ini belajar adalah mengembangkan pemahaman baru dan merubah pemahaman
lama.
d.
Teori
Konvergensi
Teori
ini mengakui adanya potensi dari dalam (fitrah) dan pengaruh dari luarr secara
bersama-sama.
4.
Manusia
menurut para filsuf
Menurut
para filsuf, manusia adalah makhluk yang dapat berfikir, dan dengan fikirannya
ini manusia mampu menunjukkan eksistensi dan perannya dalam kehidupan. Manusia lahir
dengan membawa potensi yang sudah ada yaitu cipta, rasa dan karsa. Cipta adalah
kemampuan spiritual yang dengannya mampu menilai kebenaran. Rasa adalah
kemampuan untuk menilai tentang keindahan. Sedangkan karsa adalah kemampuan
untuk menilai kebaikan.[2]
Selain itu, Sastra prateja mengatakan bahwa manusia adalah makhluk
yang historis. Hakekat manusia sendiri adalah sejarah. Hakekat manusia hanya
dapat dilihat dalam perjalanan sejarah dalam sejarah perjalanan manusia.[3]
Salah seorang ulama besar Islam, Ibnu Jauzi telah mendefinisikan
manusia secara terperinci. Ibnu Jauzi membagi manusia menjadi dua unsur, yaitu
jasad dan ruh. Secara hakikat manusia adalah jiwa (nafs) karena hal tersebut
merupakan identitas esensial manusia yang tetap. Lebih lanjut Ibnu Jauzi
membagi jiwa menjadi tiga unsur yang saling mempengaruhi, yaitu akal, amarah,
dan hawa nafsu. Akal memiliki keutamaan hikmah dan keburukannya adalah
kebodohan. Amarah memiliki keutamaan pemberani, tegas sedangkan keburukannya
dalah pengecut. Hawa nafsu memiliki keutamaan menjaga diri sedangkan
keburukannya adalah ketidakterkendalinya nafsu. Adapun perpaduan dari
kesempurnaan tiga bagian tersebut adalah keadilan dan keseimbangan.[4]
Berdasarkan pendapat para ahli di atas bisa dilihat bahwa betapa
sulitnya untuk mendefinisikan manusia. Hal tersebut salah satu faktornya adalah
perbedaan sudut pandang dan kepentingan manusia serta pemahaman tentang agama
yang dianutnya. Kacaunya pemahaman mengenai hakekat manusia, akhirnya menjadi
penyebab gagalnya usaha-usaha untuk memberikan kebahagiaaan kepada manusia di
zaman modern ini. Dengan demikian, seharusnya manusia sadar akan keerbatasan
dan ketidakmampuannya dalam mengenal dirinya sendiri sehingga menyerahkan diri
kepada kemahakuasaan Allah sebagai dzat yang menguasai alam semesta.[5]
Islam melalui kitab sucinya, Al Quran telah memberikan pengertian
tentang konsep manusia secara mendetail melalui Rasul Nya Nabi Muhammad
dan para sahabat serta ulama. Pada bab
selanjutnya akan dibahas secara terperinci mengenai hal tersebut.
BAB III
KAJIAN
TAFSIR
Islam memiliki pandangan tersendiri mengenai manusia. Al Quran
sebagai kalamullah atau kitab suci yang menjadi penawar dari segala sumber
permasalahan di dunia ini telah banyak berbicara tentang manusia. Sebagaimana
firman Allah swt. dalam surat Yunus ayat 57.
$pkr'¯»t
â¨$¨Z9$#
ôs%
Nä3ø?uä!$y_
×psàÏãöq¨B
`ÏiB
öNà6În/§
Öä!$xÿÏ©ur
$yJÏj9
Îû
ÍrßÁ9$#
Yèdur
×puH÷quur
tûüÏYÏB÷sßJù=Ïj9
ÇÎÐÈ
Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Berdasarkan firman Allah di
atas sudah menjadi kewajiban bagi manusia yang beriman kepada Dzat yang
menciptakan dan mengatur alam semesta ini untuk selalu merujuk setiap permasalahan
kehidupan kepada Al Quran. Dalam surat Al Baqarah ayat 2 Allah swt. berfirman:
y7Ï9ºs
Ü=»tGÅ6ø9$#
w
|=÷u
¡
ÏmÏù
¡
Wèd
z`É)FßJù=Ïj9
ÇËÈ
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa
Setiap makhluk yang telah Allah
ciptakan pasti ada tujuannya. Tetapi sampai sekarang manusia masih belum
mampu menemukan tujuan dari seluruh penciptaan Allah. Hal itu karena manusia
memiliki kemampuan yang terbatas. Bahkan sampai sekarang banyak dari para
ilmuan masih berbeda pendapat tentang definisi manusia, sebagaimana penjabaran
dalam kajian teori. Tetapi Islam sebagai agama yang berlandaskan wahyu memiliki
jawaban tersendiri tentang manusia.
Di dalam Al Quran manusia digambarkan dengan istilah al-insan,
al-basyar, dan an-naas. Istilah insan dipakai Al Quran dalam
kaitan dengan berbagai kegiatan manusia antara lain untuk belajar, penggunaan
waktunya, beban amanat, pertanggung jawaban dari setiap perbuatannya,
keterkaitan dengan usaha peternakan, pelayaraan, pendayagunaan logam besi,
akibat perubahan sosial, kepemimpinan, tantangan untuk mengeksplorasi ruang
angkasa, ibadah dan adanya kehidupan akherat. Sementara itu al-basyar
dipakai untuk menggambarkan dimensi fisik, jasad. Semua penggunaan kata al-basyar
dalam Al Quran menunjukkan gejala umum yang tampak pada fisik. Adapun kata an-naas
dipakai Al Quran untuk menunjukkan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang
mempunyai berbagai kegiatan untuk mengembangkan kehidupannya.[6]
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manusia
memiliki tugas yang banyak untuk memakmurkan dunia ini. Dari ayat-ayat Al Quran
tersebut Allah swt. mengabarkan kepada
hambanya melalui surat Adz-Dzariat ayar 56 tentang tujuan utama penciptaannya.
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
Manusia diciptakan untuk beribadah menyembah kepada Allah swt. bukan karena Allah membutuhkan mereka, melainkan
merekalah yang membutuhkan Nya. Entah itu di dunia dan di akherat. Ali bin Abi
Thalhah meriwayatkan dari ibnu Abbas artinya supaya mereka tunduk beribadah kepada
Ku. Dalam keadaan terpaksa ataupun sukarela. Ibnu Juraij menyatakan supaya
hamba mengenal Tuhan nya.[7]
Menurut Imam Sa’di dalam menafsirkan ayat ini adalah agar manusia
menjadi hamba Allah yang taat beribadah. Sedangakan Imam Al-Baghawi berdasarkan
perkataan dari Imam Mujahid, tujuan hidup manusia adalah untuk ma’rifatullah.
Al Qurtubi berpendapat dalam tafsirnya bahwa tujuan penciptaan manusia adalah
agar menjadi hamba yang bertauhid.[8]
Dari uraian tafsir di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan
hidup manusia adalah menjadi hamba Allah yang kaffah. Menjadi sebaik-baik hamba
sesuai dengan ajaran Islam yang shohih agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akherat sesuai dengan apa yang Allah janjikan.
Dalam konsep manusia sebagai hamba Allah mencakup kehidupan itu
sendiri. Setiap waktu yang dijalani bisa bernilai ibadah selama hamba tersebut
memiliki keimanan bahwa Allah sebagai Dzat yang Maha Kuasa telah menciptakannya
untuk menyembah atau beribadah kepada Nya tanpa mensekutukan dengan selain Nya.
Istirahat bisa bernilai ibadah, duduk-duduk di di rumah saudara bisa bernilai
ibadah (silaturahmi) bahkan pergi ke laut untuk mencari ikan apabila dilakukan
sesuai dengan ajaran Islam bisa bernilai Ibadah dan berpahala.
Salah satu tugas utama dari manusia apabila disederhanakan adalah
untuk memakmurkan dunia menjadi penuh rahmat dari Allah
. Sebagaimana firman Nya dalam surah
Al Baqarah ayat 30.
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Dalam tafsir Ibnu Katsir makna khalifah dalam ayat di atas adalah
kaum yang akan menggantikan kaum lainnya, kurun demi kurun dan generasi demi generasi
secara berkesinambungan untuk mengisi dunia ini dengan ibadah kepada Allah
semata. Sedangkan pertanyaan malaikat kepada Allah swt.
bukan merupakan kedengkian terhadap manusia tetapi meminta penjelasan dan
keterangan tentang hikmah yang terdapat didalamnya. Kemudian jawaban dari Allah swt. adalah bahwa dibalik penciptaan makhluk ini
terdapat kemaslahatan yang lebih besar daripada kerusakan yang disebutkan.[9]
Dalam sebuah riwayat dari Mu’adz bin Jabal
ra., ia berkata: saya membonceng Nabi saw. di
atas keledai yang dinamakan Afir, lalu beliau saw. bersabda; Wahai MU’adz tahukah kamu apa hak Allah swt. terhadap hamba dan apa hak hamba kepada Allah swt.? Saya menjawab; Allah dan Rasul Nya lebih
mengetahui. Beliau bersabda; Sesungguhnya hak Allah terhadap hamba adalah bahwa
mereka beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan Nya dengan sesuatu apapun.
Dan hak hamba kepada Allah adalah Dia tidak menyiksa orang yang tidak
menyekutukann Nya dengan sesuatu apapun. Saya bertanya: wahai Rasulullah
bolehkah saya memberitahukan kepada manusia? Beliau menjawab: Jangan engkau
beritakan kepada mereka maka mereka enggan beramal.” (HR. Muttafaqun ‘alaih).[10]
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
konsep kekhalifahan berada di dalam konsep ibadah. Dan inti dari ibadah adalah
tidak mensekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Kegiatan-kegiatan dalam rangka
memakmurkan dunia ini harus memiliki kriteria-kriteria sehingga masuk dalam
konsep beribadah kepada Allah swt. yang diatur
dalam syariat Islam.
BAB IV
KAJIAN IMPLEMENTASI
Berdasarkan
penjelasan dari ayat Al Quran dan sunnah, diketahui bahwa tujuan dari
penciptaan manusia adalah beribadah kepada Allah. Walaupun ungkapan-ungkapan
dari para ahli tafsir berbeda, tetapi esensi yang dikandungnya sama yaitu
menjadi makhluk yang mulia dengan mengenal Allah swt. kemudian mentauhidkan
Nya, dan senantiasa beribadah dengan tidak mensekutukan Nya. Untuk
merealisasikan tugas dan kedudukan manusia tersebut dapat ditempuh lewat
pendidikan.
Obyek
utama dalam pendidikan adalah manusia. Salah satu ruang lingkup pendidikan
adalah yang dilakukan oleh manusia dan untuk manusia. Di sini banyak ditemukan
model pendidikan tersebut, seperti
perguruan tinggi antara dosen dengan mahasiswa, pesantren antara kyai atau
ustadz dengan santrinya dsb. Begitu juga pendidikan yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. kepada para sahabat, dari
sahabat kepada tabi’in, kemudian dari tabi’in kepada tabi’ut tabi’in dan
seterusnya sampai zaman sekarang.
Informasi
yang disampaikan Al Quran dan Sunnah tentang manusia sangat menolong dalam
merumuskan berbagai komponen pendidikan. Atau bisa dijadikan sebagai dasar
dalam menyusun berbagai kebijakan dalam bidang pendidikan. Diantar komponen
pendidikan adalah visi, misi, tujuan dan hakekat pendidikan, kurikulum, proses
belajar mengajar, kompetensi tenaga pendidik dan peserta didik. Untuk
merumuskan berbagai macam komponen pendidikan tersebut senantiasa bertitik
tolak dari pandangan atau pemikiran para pihak yang berwenang tentang konsep manusia.
Hal tersebut menjadi sangatlah penting
karena akan menentukan corak pemikiran dari berbagai macam konsep komponen
pendidikan tersebut.
BAB V
PENUTUP
Dari uraian pada bab sebelumnya bisa diambil kesimpulan tentang
konsep manusia bahwa manusia diciptakan oleh Allah
swt. Dzat yang menguasai dan mengatur alam semesta untuk satu tujuan
yaitu beribadah kepada Nya. Namun cakupan ibadah tersebut meliputi kehidupan
itu sendiri. Dimulai dari seorang manusia mengalami akil baligh, mengetahui
baik dan buruk, sehat jasmani dan ruhani, perjalanan hidupnya bisa bernilai
ibadah dan mendapatkan balasan dari Allah swt. Balasan
tersebut adalah kedudukan mulia dan kebahagiaan dunia akherat.
Cakupan ibadah yang paling dominan bagi manusia adalah menjadi khalifat
ul ard memakmurkan dunia dengan saling bergantian dari generasi ke
generasi. Memakmurkan dunia dengan ajaran dan tuntunan yang telah Allah
sampaikan dalam Al Quran melalui utusan Nya Nabi Muhammad saw. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan
tersebut adalah melalui pendidikan. Karena obyek utama dari pendidikan tersebut
adalah manusia untuk diarahkan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Dari sini bisa diketahui bahwa konsep-konsep pendidikan, apabila
didasari oleh pemahaman manusia yang salah atau tidak sesuai dengan tujuan
utama penciptaan manusia maka akan muncul kekacauan di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9. Jakarta; Pustaka Imam
Syafi’I, 2011.
Alim, Akhmad. Tafsir Pendidikan Islam. Jakarta: AMP Press,
2014.
____________. “Pendidikan
Jiwa Ibnu Jauzi dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Spiritual Manusia Modern”. Desertasi., Universitas Ibnu Khaldun
Bogor, 2011.
Al Mubarakfurry, Shafiyurrahman. Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid
1. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006.
Mastuhu. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta;
Logos Wacana Ilmu, 1999.
Nata, Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat.
Jakarta: Raja Grafindo, 2012.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia,
2010.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta; Rosda Karya,
2013.
[1] Abuddin Nata, Pemikiran
Pendidikan Islam dan Barat (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), 63.
[2] Ibid, hlm.
65-77
[3] Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010) hlm. 1-2
[4] Akhmad Alim,
“Pendidikan Jiwa Ibnu Jauzi dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Spiritual
Manusia Modern” (Desertasi., Universitas Ibnu Khaldun Bogor, 2011), h.
200.
[5] Ibid.
h. 3.
[6] Abuddin Nata, Pemikiran
Pendidikan Islam dan Barat (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), hlm. 83.
[7] Abdullah bin
Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9 (Jakarta: Pustaka Imam Syafii,
2011) hlm. 156.
[8]
Akhmad Alim, Tafsir Pendidikan Islam (Jakarta: AMP Press, 2014), hh,
45-46.
[9] Shafiyurrahman
Al Mubarakfury, Shahih Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir,
2014) hlm. 199-200.
[10] Akhmad Alim, Tafsir
Pendidikan Islam (Jakarta: AMP Press, 2014), hlm. 47
Categories: Jurnal