Investasi Syariah
Posted by Unknown on 23:18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam adalah agama yang sempurna, telah diakui dan dijamin Allah
Azza Wa Jalla. Hal ini seperti yang dijelaskan Allah Allah Azza Wa Jalla dalam
kitab-Nya yang mulia:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ
مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٨٥)
“Barangsiapa
mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran 85).
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا فَمَنِ
اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ (٣)
“Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk
kalian agama kalian, dan Telah Ku-cukupkan atas kalian nikmat-Ku, dan Telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian.”
(Al Maidah 3)
Ini berarti bahwa segala aturan dan hukum yang digariskan islam
telah dijamin sempurna. Islam mampu menjamin tercapainya kemakmuran hidup
manusia dalam segala bidang, termasuk kesejahteraan ekonomi.
Perekonomian merupakan tulang punggung kehidupan masyarakat. Dan
islam sangat melarang segala sesuatu yang dapat merusak kehidupan perekonomian bangsa,
seperti riba, gharar dan maysir. Islam juga melarang umatnya menumpuk
uang atau menumpuk kekayaan, karena islam tidak membenarkan penganutnya
memperkaya dan mementingkan diri sendiri demi keuntungan pribadi, memperbudak,
dan memeras si miskin karena perbuatan tersebut akan membuat orang kikir. Islam
mendorong pemerataan pendapatan dan kemakmuran ekonomi dalam masyarakat. Dan
diantara solusi islam dalam upaya pemerataan pendapatan dan kemakmuran ekonomi
masyarakat adalah dengan pemberdayaan ekonomi syariah.
Semakin pesatnya perkembangan bisnis syariah di Indonesia,
maka peluang yang dihadapi oleh para pelaku bisnis syariah dalam mengembangkan
sumber daya masyarakat. Perkembangan tersebut ditandai dengan tumbuh suburnya
bisnis syariah di Indonesia. Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah
menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara
perolehannya, maupun cara penggunaannya.
Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan
tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi
dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan
spekulasi. Inilah yang menjadi daya tarik bagi para investor.Dari sini dapat
diasumsikan bahwa bentuk investasi syariah dalam membangun ekonomi nasional
harus diperhitungkan, karena tingkat perkembangannya yang relatif cepat.
Sementara tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam
investasi syariah di Indonesia adalah melemahnya kaum muslimin dalam menuntut
ilmu syar’i sehingga menyulitkan membendung dunia globalisasi. Ini dibuktikan
dengan maraknya investor yang berinvestasi pada industri-industri yang
memproduksi produk haram, misalnya minuman keras, tempat-tempat prostitusi,
bahkan produksi rokok di indonesia yang telah mencapai 3.800 pabrik rokok
termasuk usaha rumahan, pantas kiranya jika Indonesia mendapat sebutan negeri
rokok atau negeri tembakau. Selain itu jumlah perokok aktifnya termasuk dalam
lima besar di dunia, jumlah pabrik rokok di negeri ini rupanya yang terbanyak
di seantero jagat.[1]
Ditambah lagi penyebaran investor yang tidak merata, di
Indonesia investasi proyek-proyek penanaman modal dalam negeri 55 persen untuk
jawa dan 45 persen untuk luar jawa sedangkan untuk investor penanaman modal
asing untuk jawa 75 persen untuk jawa dan 25 persen untuk luar jawa.[2]
Sehingga tingkat perekonomian wilayah tersebut sangat menggairahkan. Namun bagi
wilayah lain, tak mendapatkan proyek investasi jelas menjadi mimpi buruk karena
harapan untuk memperbaiki derajat kehidupan yang lebih baik sulit tercapai.
Inilah yang menjadi tantangan pada investasi syariah di
Indonesia.Dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, oleh karena itu
partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan. Demi terpenuhinya peluang dan
tantangan tersebut, maka harus dirumuskan dan disosialisasikan mengenai peran
investasi syariah, sehingga partisipasi masyarakat dalam bisnis ini juga akan
meningkat.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konsep
Al-Qur’an dan Hadits terhadap investasi ?
2.
Bagaimana implementasinya
dalam teori ekonomi ?
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Investasi Syari’ah
Investasi,
berasal dari kata إستثمرyang
artinya membuahkan.[3]Sedangkan
dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, investasi adalah penanaman modal dalam
suatu usaha atau perusahaan dengan maksud mendapatkan keuntungan.[4]
Para
ekonom mengemukakan pengertian yang berbeda-beda tentang investasi. Kendati
demikian, ada beberapa kesamaan dalam pengertian meraka. Alexander dan Sharpe
(1997:1) mengemukakan bahwa investasi adalah pengorbanan nilai tertentu yang
berlaku saat ini untuk mendapatkan nilai di masa datang yang belum dapat
dipastikan besarnya. Sementara itu Yogiyanto (1998:5) mengemukakan bahwa
investasi adalah penundaan konsumsi saat ini untuk digunakan dalam produksi
yang efisien selama periode tertentu. Tandelin (2011: 4) mendefinisikan
investasi sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lain yang
dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang.[5]
Dalam fikih Islam, investasi atau simpan dikenal dengan al-Wadi’ah.
Menurut bahasa al-Wadi’ah diartikan sesuatu yang dititipkan kepada orang yang
bukan pemiliknya. Beberapa pendapat ulama mengenai pengertian investasi adalah
sebagai berikut :[6]
1.
Imam Malik
berpendapat, bahwa al-Wadi’ah merupakan perumpamaan dari keterwakilan seseorang
untuk menjaga harta.
2.
Imam Abu
Hanifah juga menjelaskan, al-Wadi’ah adalah suatu nama khusus untuk seseorang
yang menitipkan harta kepada orang yang dipercaya dengan adanya ijab qabul
(aqad serah terima), walaupun kata terima itu jelas atau suatu tindakan yang
dapat dimengerti.
3.
Imam Syafi’i
berpendapat, al-Wadi’ah bermakna aqad yang dikerjakan untuk menjaga sesuatu
barang yang dititipkan.
4.
Imam Hambali
menjelaskan mengenai pengertian al wadi’ah, yaitu mewakilkan kepada seseorang
untuk menjaga barang secara bersama.
Imam Syafi’i dalam hal investasi memberikan beberapa syarat, diantaranya:[7]
1.
Yang
disyaratkan kepada barang atau harta yang menjadi simpanan.
2.
Yang
berhubungan dengan lafadzsighat aqad.
3.
Dalam lafadz
(sighat) aqad hendaknya berupa kata-kata, baik kata-kata tersebut berupa
kata yang jelas atau berupa sindiran.
4.
Investasi
merupakan suatu usaha yang baik.
Jadi,
investasi syari’ah adalah usaha yang dilakukan seseorang dengan menanamkan
modalnya pada suatu perusahaan atau bisnis yang sesuai dengan syari’ah dengan
tujuan mendapatkan keuntungan profit dan keuntungan sosial.
B. Perbedaan Sistem Ekonomi Syari’ah dan Sistem Ekonomi
Konvensional dalam Pasar Modal
Dalam ekonomi Islam, memberikan
bunga jelas hukumnya dilarang dan ada partisipasi langsung dalam risiko dan
keuntungan yang dibagi. Berbeda hanlnya dengan ekonomi konvensional bunga
dibolehkan dan tidak ada partisipasi langsung dalam risiko dan keuntungan
sehingga terkadang dalam ekonomi konvensional terjadi kecurangan, menguntungkan
salah satu pihak serta merugikan pihak yang lain. Adapun perbedaannya sebagai
berikut:[8]
1.
Pasar
Modal Dalam Sistem Ekonomi Syari’ah:
a.
Memungkinkan
pemilik investasi berpartisipasi secara penuh dalam perusahaan dengan sistem
bagi hasil dan risiko.
b.
Memungkinkan
pemegang saham memperoleh likuiditas dengan menjual saham yang mereka miliki
sesuai dengan sistem di pasar modal.
c.
Memperbolehkan
perusahaan untuk meningkatkan modal ekternal untuk membangun dan meningkatkan
produksi mereka.
d.
Menghindari
operasi bisnis perusahaan dari perubahan harga saham jangka pendek yang
merupakan karakteristik utama dari pasar modal konvensional.
e.
Memungkinkan
investasi dalam ekonomi menjadi cermin kinerja perusahaan dengan melihat harga
saham perusahaan tersebut.
2.
Pasar Modal
Dalam Ekonomi Konvensional:
a.
Memperbolehkan
adanya partisipasi secara penuh terhadap kekayaan perusahaan bagi investor.
b.
Memungkinkan
pemegang saham dan surat hutang untuk memperoleh likuiditas dengan menjual
saham atau obligasi perusahaan ke pasar modal
c.
Memperbolehkan
perusahaan meningkatkan dana eksternal dalam rangka ekspansi aktivitas
perusahaan.
d.
Memudahkan
bagi para spekulan untuk mengambil keuntungan lebih.
e.
Berinvestasi
hanya bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.
C. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Dalam
Investasi
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah
yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syari’ah (pihak terkait) adalah :[9]
1. Tidak mencari rizki pada hal haram, baik
dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya dalam
hal-hal yang haram.
2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4. Transaksi dilakukan atas dasar ridah
sama ridha.
5. Tidak ada unsur riba, maysir
(perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
Berdasarkan keterangan di atas,
maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syari’ah yang berlaku.
Perputaran modal syari’ah tidak boleh disalurkan kepada jenis bisnis yang
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan seperti pembelian saham pabrik
minuman keras, pembangunan penginapan prostitusi dan lainnya yang bertentangan
dengan syari’ah.
D. Jenis-jenis Investasi
a. Investasi yang disyariatkan
Dalam investasi syari’ah dua
prinsip bagi hasil yang dibolehkan, yaitu:[10]
1. Mudharabah yaitu perjanjian antara
pemilik modal dan pengelola modal untuk memperoleh keuntungan. Pihak pertama
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan pihak kedua sebagai pengelola
modal masing-masing mendapatkan keuntungan yang dibagi sesuai nisbah yang
disepakati awal akad.
2. Musyarakah yaitu perjanjian antara
pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan
pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati.
b. Investasi yang dilarang atau tidak
disyariatkan
Hukum syariat Islam telah
menjadikan masalah pengembangan kepemilikan terkait dengan hukum –hukum yang
tidak boleh dilanggar. Oleh karena itu, syariat Islam melarang individu mengivestasikan
(mengembangkan harta) kepemilikannya dengan cara-cara tertentu, antara lain:[11]
1. Maysir (Perjudian)
Syara’ telah melarang perjudian
tersebut dengan larangan yang tegas. Bahkan, syara’ menganggap harta yang
diperoleh melalui perjudian, sebagai harta yang bukan termasuk hak milik Allah Shubahanahu
wa ta’ala.Adapun Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai hal
tersebut(Qur’an Surah Al-Maidah: 90-91).
2. Riba
Syara’ telah melarang riba dengan
larangan yang tegas, berapapun jumlahnya, baik sedikit maupun banyak. Harta
hasil riba hukumnya jelas-jelas haram. Dan tidak seorang pun boleh memilikinya,
serta harta itu akan dikembalikan kepada pemiliknya, jika mereka telah
diketahui. Adapun Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai hal tersebut (QS.
Al-Baqarah: 275-281)
3. Penipuan (Al-Ghabn)
Ghabn
adalah membeli sesuatu dengan harga yang lebih tinggi dari harga rata-rata,
atau dengan harga yang lebih rendah dari harga rata-rata. Ghabnsecara
syar’i hukumnya memang haram. Sebab, ghabn tersebut telah ditetapkan
berdasarkan hadits yang shahih, dimana hadits tersebut menuntut agar
meninggalkan ghabn dengan tuntutan yang tegas.
Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa
ada seseorang laki-laki mengatakan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa
dia telah menipu dalam jual-beli, maka beliau bersabda:
إِذَا
بَايَعْتَ فَقُلْ لَا خِلَابَةَ
“Apabila
kamu menjual, maka katakanlah:‘Tidak ada penipuan’.”(HR. Bukhari).
4. Penipuan (Tadlis) dalam Jual-Beli
Pada dasarnya transaksi jual-beli
itu bersifat mengikat. Apabila transaksi tersebut telah sempurna dengan adanya ijab
dan qabul[12]
antara penjual dan pembeli, lalu “majelis jual-beli”[13]-nya
telah berakhir, maka transaksi tersebut berarti telah mengikat dan wajib
dilaksanakan oleh pembeli dan penjual tersebut. Hanya masalahnya, ketika
transaksi muamalah itu harus sempurna dengan cara yang bisa menghilangkan
perselisihan antarindividu, maka syara’ telah mengharamkan individu tersebut
melakukan penipuan (tadlis) dalam jual-beli. Bahkan syara’ telah menjadikan
penipuan sebagai suatu dosa, baik penipuan tersebut berasal dari pihak penjual,
maupun pembeli barang atau uang.
5. Penimbunan
Penimbunan adalah orang yang
mengumpulkan barang-barang dengan menunggu waktu naiknya harga-harga barang
tersebut, sehingga dia bisa menjualnya dengan harga yang tinggi, hingga warga
setempat sulit menjangkaunya. Penimbunan secara mutlak dilarang dan hukumnya
haram. Karena adanya larangan yang tegas di dalam hadits. Dari Sa’id bin
Al-Mushaib dari Ma’mar bin Abdullah Al-Adawi, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
وعن معمر بن
عبد الله رضي الله عنه عن رسول الله صلي الله عليه وسلم لا يحتكر الا خاطئي )رواه مسلم(
“Tidaklahmenimbun
barang kecuali orang yang berdosa”.(HR. Muslim)
Di dalam hadits tersebut,
menunjukkan adanya tuntutan untuk meninggalkan penimbunan barang. Hal ini
dikarenakan dengan menimbun barang pembeli akan merasa terzholimi karena
barang-barang dipasaran sedikit sehingga harga barang tersebut akan melonjak
tinggi.
6. Pematokan Harga
Allah Shubahanahu wa ta’ala telah
memberikan hak tiap orang untuk membeli dengan harga yang disenangi. Pada
prinsipnya pula jual-beli harus didasarkan sama-sama suka sehingga dalam
pematokan harga ini dilarang dalam syariat karena dapat menzholimi salah satu
pihak.
b. Lembaga Keuangan Investasi Syari’ah
Lembaga keuangan investasi
syari’ah terbagi atas dua yaitu pasar
uang dan pasar modal syari’ah. Lembaga ini menyediakan surat berharga sebagai
sarana atau alat yang diperdagangkan untuk memobilisasi sumber-sumber dari
masyarakat dan juga untuk mengamankan likuiditas lembaga keuangan syari’ah yang
berlebihan.[14]
Pasar
Uang Syari’ah
Pasar uang syari’ah adalah pasar dimana diperdagangkan surat
berharga yang diterbitkan sehubungan dengan penempatan atau peminjaman uang dalam jangka pendek
(satu tahun atau kurang) guna memobilisasi sumber dana jangka pendek dan
mengatur likuiditas secara efesien, dapat memberikan keuntungan dan sesuai
dengan syari’ah.
Di beberapa negara yang telah menerapkan
pasar uang syari’ah seperti Yordania telah mengeluarkan Mutual Loan Bonds, yang
dikeluarkan untuk membiayai kegiatan pemerintah. IDB menerbitkan Trust Invesment Unit Funds dan Islamic
Bank Portofolio for Trade Finance. Malaysia menerbitkan surat berharga
yaitu Goverment Investment Certificate, Islamic Accepted Bills, Halal Bangkers
Acceptance (Green BA), Bank Negara Negotiable Notes, Sanadat Mudharabah,
Islamic Commercial Papers, Negotiable Islamic Debt Sertificate, dan Islamic
Bond/Private Debt Securities.
Pasar uang syari’ah di Indonesia dikenal
dengan pasar uang antar bank berdasarkan Prinsip Syari’ah (PUAS). Pasar uang
syari’ah yang digunakan dalam PUAS adalah:
1. Dalam bentuk Sertifikat Investasi
Mudharabah Antarbank (IMA)
2. Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI)
Pasar Modal
Syari’ah
Pasar modal syari’ah adalah pasar yang mempertemukan
mereka yang memerlukan dana jangka panjang dan mereka yang dapat menyediakan
dana tersebut. Jual beli dana jangka panjang ditunjukkan dengan kegiatan
perusahaan yang menerbitkan saham, obligasi dan sekuritas-sekuritas lain yang
bersifat jangka panjang. Bursa Efek merupakan satu bentuk kegiatan pasar modal.
Beberapa negara yang memanfaatkan pasar
modal syari’ah adalah Bahrain Stock di Bahrain, Amman Financial Market di
Amman, Muscat Securities Kuwait Stock Exchange di Kuwait dan Malaysia Kuala
Lumpur Stock Exchange di Malaysia. Di negeri Paman Sam, New York Exchange
meluncurkan Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) pada bulan Februari 1999.
Pasar modal syari’ah di Indonesia ditandai dengan berdirinya Jakarta Islamic
Index (JII) pada tahun 2000.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Menjaga Harta dan Berupaya Mengembangkannya
Islam memandang
bahwa harta merupakan salah satu dari perhiasan dunia dan juga sarana dari
sekian banyak sarana yang bisa mempermudah hidup manusia. Islam tidak mencela
suatu harta (dari sisi bendanya) dan tidak meletakkannya setingkat
barang-barang mungkar atau haram. Ia sekadar sarana (media) yang jika digunakan
dalam kebaikan, maka ia akan menjadi baik. Dan jika digunakan dalam keburukan,
maka ia akan menjadi buruk.[15]
Allah Ta’ala berifirman:
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى
(٥)وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (٦)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (٧)وَأَمَّا مَنْ
بَخِلَ وَاسْتَغْنَى (٨)وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى (٩)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى
(١٠)وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى (١١)
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), Maka Kami kelak
akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. dan Adapun orang-orang yang bakhil
dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami
akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. dan hartanya tidak bermanfaat baginya
apabila ia telah binasa.”(QS. Al-Lail:
5-11).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١٨)
“Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Hasyr: 18).
Allah
Shubahanallah Wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah.” Allah memerintahkan untuk bertakwa kepada-Nya.
Pengertian takwa ini mencakup sesuatu yang telah diperintahkan dan meninggalkan
segala sesuatu yang telah diperintahkan dan meninggalkan sesuatu yang telah
dilarang.[16]
Selanjutnya,
Allah Ta’ala berfirman,”Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
telah diperbuatnya untuk hari esok,” yaitu, hisablah dirimu sebelum dihisab
oleh Allah, dan lihatlah apa yang telah kamu tabung untuk diri-diri kamu,
berupa amal-amal saleh, untuk hari dimana kamu akan kembali dan berhadapan
dengan Tuhan kamu.”Dan bertakwalah kepada Allah,” penegasan untuk yang
kedua kalinya, “Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Yaitu,
ketahuilah, bahwa Allah Yang Mahasuci adalah Mahatahu atas semua perbuatan dan
hal ihwal kamu. Tidak ada sesuatu pun yang dapat kamu sembunyikan daripada-Nya
dan tidak ada perkara-perkara kamu yang gaib daripada-Nya, yang besar atau yang
kecil.[17]
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ
وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا
تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ (٣٤)
“Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.
Al-Lukman: 34)
Inilah
kunci-kunci kegaiban yang hanya diketahui Allah Ta’ala. Tidak ada seorang pun
yang dapat mengetahuinya kecuali setelah Dia memberitahukan kepadanya. Adapun
waktu kiamat maka tidak diketahui, baik oleh nabi yang diutus maupun malaikat
muqarrabin. “Tidak ada seorang pun yang dapat menerangkan kedatangan kiamat
selain Dia.” Demikian pula seseorang tidak dapat mengetahui apa yang
diusahakannya esok, baik di dunia maupun di akhirat. Demikian pula tidak ada
seseorang pun yang mengetahui di negeri Allah manakah atau di negeri selain-Nya
(jika ada) yang manakah dia akan mati. Dan tiada seorang pun yang mengetahui
hal itu.[18]
Dalam
kitab Zubdatu Tafsir karya Al-Asyqar, sebagaimana yang dikutip Nurul
Huda dan Mustafa Edwin Nasution, lafal ماذا
تقشب غدا ditafsirkan dengan من
كسب دين أو كسب دنيا yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan “Dari
usaha untuk bekal akhirat ataupun usaha untuk bekal dunia”.[19]
Perihal tersebut diperkuat kembali dengan sebuah Sabda Nabi Shalallahu
‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhairi dan Muslim dari Ibnu
Umar sebagai berikut:
عن ابن رعمر رضي الله عنهما عن الني صلي الله علبه
وسلم انه قال مفاتيح الغيب خمس لا يعلمها الا الله لا يعلم ما تغيض الارحام الا الله
ولا يعلم ما في غد الا الله ولا يعلم متي ياتي المطر حد الا الله ولاتدري نفس باي
ارض تموت الا الله ولا يعلم متي تقوم الساعة الا الله)رواه البخار(
“Kunci-kunci
gaib ada 5 (lima) yang tidak seorang pun mengetahui kecuali Allah Shubahanahu
wa ta’ala semata:
1. Tidak
ada yang mengetahui apa yang akan terjadi pada hari esok kecuali Allah.
3. Tidak
ada yang dapat mengetahui apa yang terjadi atau yang ada dalam kandungan rahim
kecuali Allah.
4. Tidak
ada yang dapat mengetahui kapan turunnya hujan kecuali Allah.
5. Tidak
ada yang dapat mengetahui di bumi mana seseorang akan wafat. (HR.
Bukhari)
وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (٩)
“Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa’: 9)
Firman
Allah Ta’ala, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah.” Ali bin Abi Thalhah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “ Ayat ini berkaitan dengan
seseorang yang menjelang ajal. Ada orang lain yang mendengar orang itu
menyampaikan wasiat yang menyengsarakan ahli warisnya, maka Allah Ta’ala
menyuruh orang yang mendengar wasiat itu agar bertakwa kepada Allah,
meluruskan, dan membenarkan orang yang berwasiat serta agar memperhatikan ahli
warisnya yang tentunya dia ingin berbuat baik kepada mereka dan khawatir jika
dia membuat mereka terlantar.[20]
Dari
penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwasahnya setiap manusia
diperintahkan untuk mempersiapkan hari esoknya, baik itu untuk akhirat maupun
dunia. Karena hanya Allah Shubahanahu wa ta’ala yang maha mengetahui segala
seseuatu sedangkan manusia memiliki kemampuan yang terbatas.
B.
Komitmen Dengan Dasar-dasar Pengembangan Investasi Syariah
a.
Memilih Jalan yang Terbaik Untuk Investasi
Islam sangat menekankan agar setiap para investor berlaku
profesional dalam mengelola sumber-sumber modal yang telah dimudahkan oleh
Allah Azza wa jalla padanya, sehingga dia dapat menggunakannya pada
objek yang tepat serta menginventasikan modal yang dimiliki untuk hal-hal yang
dibolehkan dalam berinvestasi.Allah Ta ‘ala berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ
تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (٢٩)
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa’: 29)
Allah
Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan harta sesama mereka secara
bathil, yakni melalui aneka jenis usaha yang tidak disyari’atkan seperti riba
dan judi[21]
serta beberapa jenis tipu muslihat yang sejalan dengan kedua cara itu, walaupun
sudah jelas pelarangannya dalam hukum syara’, seperti yang dijelaskan Allah
bahwa orang yang melakukan muslihat itu dimaksudkan untuk mendapatkan riba. Ibnu
Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas ihwal seseorang yang membeli pakaian dari
orang lain. Penjual berkata, “ Jika kamu suka, ambillah. Jika kamu tidak suka,
kembalikanlah disertai 1 dirham.” Ibnu Abbas berkata, “ Itulah praktik yang
karenanya Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan harta sesama kamu dengan batil.”[22]
Allah
Ta’ala berfirman, “Kecuali dengan perdagangan secara suka sama suka diantara
kamu.” Maksudnya, janganlah kamu melakukan praktik-praktik yang diharamkan
dalam memperoleh harta kekayaan, namun harus melalui perdagangan yang
disyari’atkan dan berdasarkan kerelaan
antara penjual dan pembeli. Selanjutnya Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan
janganlah kamu membunuh dirimu sendiri” dengan cara melakukan berbagai perkara
yang diharamkan Allah, mendurhakai-Nya, dan memakan harta sesama kamu dengan
cara yang batil.” Sesungguhnya Allah maha penyayang terhadapmu” jika Dia
menyuruhmu melakukan sesuatu dan melarangmu dari sesuatu.[23]Ayat
ini merupakan landasan dasar tentang tata cara berinvestasi yang sehat dan
benar.
Dalam
sebuah hadits, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Sesungguhnya
Allah telah menetapkan agar segala sesuatu dilakukan dengan ihsan (sebaik
mungkin). (HR. Muslim)[24]
Dalam
melakukan investasi seorang pengusaha atau pebisnis hendaklah memperhatikan
usaha dan bisnis yang mereka lakukan. Hal ini dikarenakan didalam Islam telah
mengatur investasi yang dibolehkan
menurut syari’ah dan yang tidak diperbolehkan. Sehingga dengan adanya investasi
syari’ah maka tidak ada lagi perlakuan zholim dalam berbisnis.
b.
Menghindari Untuk Memperkerjakan Orang-orang yang Kurang Akal
Hal
ini berdasarkan petunjuk Allah Azza wa jalla berikut ini:
1.
Larangan untuk memperkerjakan orang-orang yang kurangnya akalnya
dalam mengelola harta inventasi. Hal ini berrdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلا تُؤْتُوا
السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا (٥)
“Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (an-Nisa’: 5)
Allah Ta’ala melarang memberikan
kemungkinan pada sufaha untuk mengelola harta kekayaan yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan bagi manusia; harta yang diandalkan untuk menopang
penghidupan mereka, seperti perdagangan dan semacamnya.Larangan itulah yang
menjadi dasar perlindungan atas sufaha. Sufaha dapat berupa anak kecil. Ia
harus dilarang mengelola hartanya karena pertimbangannya tidak tidak dapat
dijadikan patokan. Sufaha dapat dapat berupa orang gila dan orang yang tidak
cakap dalam mengelola harta lantaran kurang ilmu pengetahuan dan agamanya.
Sufaha dapat berupa orang yang muflis, yaitu orang berutang dan hartanya tidak
mencukupi untuk membayar utang. Jika orang berpiutang menagih kepada yang
berutang, maka hakim melarangnya untuk menggunakan hartanya.[25]
Sehubungan dengan firman Allah, “Dan
janganlah kamu memberikan harta kepada sufaha,” Ibnu Abbas mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan sufaha ialah anak dan istrimu. Menurut adh-Dhahak, sufaha
ialah wanita dan anak-anak. Menurut Said bin Zubaii, sufaha ialah anak yatim.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Umamah. Dia berkata bahwa, Rasulullah Shalallahu
‘alahi wasallam bersabda, “Sesungguhnya kaum wanita itu merupakan sufaha
kecuali yang menaati wali/suami.” Ada pendapat juga mengatakan sufaha
adalah khadam dan setan dari kalangan manusia.[26]
Dalam pembahasan di atas dijelaskan bahwa
dalam berinvestasi hendaknya seorang investor tidak menginvestasikan hartanya
pada orang yang kurang akalnya dalam hal ini sufaha.
2.
Menyeleksi investor yang akan diajak kerjasama, juga memilih orang-orang
yang siap diajak mudharabah (bagi
hasil), menunjuk para pengelola yang mempunyai kapabilitas dan mempunyai
integritas moral yang tinggi, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا
يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأمِينُ
(٢٦)
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya".(al-Qashash:
26).
Islam mengajak setiap orang agar selektif dalam memilih orang yang
akan bertanggung jawab dalam masalah harta, mulai tahap pengumpulannya,
pembelanjaannya, penginvestasiannya, atau pengaturan dalam bentuk apapun.
Dengan cara demikian, akan terwujud kematangan dalam manajemen harta yang
berimbas pada kemanfaatan khusus dan umum. Di waktu yang sama, cara ini akan
mendorong pemilik harta untuk tidak menimbunnya atau menahannya untuk tidak
diputar dan dimanfaatkan dengan orang lain.
BAB IV
IMPLEMENTASI INVESTASI SYARIAH
IV.1 Investasi Akhirat
Hidup didunia adalah kesempatan yang sangat
berharga bagi setiap muslim. Karena dengan kesempatan tersebutlah anda dapat
menggunakan waktu yang diberikan oleh Allah Shubahanahu wa ta’ala sebagai
ladang amal untuk bekal menuju akhirat.Memikirkan investasi akhirat sama dengan
menanam benih yang kelak akan berbuah dan mendatangkan hasil bagi si
penanamnya. Jika pohon itu tetap ada, ia akan terus memberikan manfaat bagi
orang yang memetik buah pohon tersebut. Meskipun orang yang menaman pohon
telah meninggal dunia. Allah menjelaskan tentang perbuatanyang telah
kita lakukan didunia akan mendapat balasan terbaik dari di akhirat kelak sebagai
mana arti ayat berikut ini:
“Dan bahwa munusia hanya akan
memperoleh apa yang telah diusahakannya.Dan sesungguhnya usahanya itu kelak
akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya sesuai
dengan balasan yang paling sempurna.” (An-Najm: 39-41)
Ayat tersebut dapat penulis simpulkan bahwa segala sesuatu
akan berbalas diakhirat sesuai dengan apa yang telah di usahakan. Bahkan dengan balasan yang sempurna.Setiap orang pasti
menginginkan investasi yang baik. Investasi yang mendatangkan keberuntungan
bagi sipenanamnya. Bukan investasi yang akan menjerumuskannya kedalam keburukan
dan dosa.Kemudian dalam sebuah hadist Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallambersabda bahwa:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ
انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ)رواه مسلم(
”Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya,
kecuali tiga perkara yaitu, Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak
yang saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Bersandar kepada hadist riwayat Muslim tersebut di atas, kiranya investasi akhirat ini perlu dilirik karena menguntungkan bagi orang-orang yang mengerjakannya
dengan ikhlas. Sebagaimana penjelasan berikut ini:[27]
1.
Shadaqah Jariyah
Sedekah jariyah adalah salah satu
bentuk investasi yang akan mengalir terus menerus, meskipun orang yang
telah bersedekah tersebut sudah meninggal dunia. Bersedekah tidak perlu
menunggu kaya. Banyak hal yang kita lakukan dengan bersedekah. Sedakah bisa berbentuk
apa saja. Baik materi, ataupun jasa. Bahkan hal termudah yang bisa kita lakukan
adalah tersenyum.
Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam“Senyummu dihadapan
Saudaramu adalah shadaqah”(HR. Ibnu Majah)
2.
Ilmu yang Bermanfaat
Selain sedekah, Ilmu adalah
investasi kedua yang dapat menjadi prioritas dalam berinvestasi akhirat. Ilmu merupakan jembatan pengetahuan bagi setiap orang untuk
menyelami kehidupan ini. Dengan Ilmu orang bisa terbuka wawasannya. Dengan ilmu
manusia bisa menyibak rahasia alam. Ilmu menjadi kunci kesuksesan muslim untuk
dunia- akhirat. Dengan Ilmu orang bodoh menjadi pintar.Dengan Ilmu orang jahil
menjadi lebih beradab. Bahkan ketika Nabi Sulaiman disuruh memilih
antara harta benda, kerajaan dan ilmu. Maka beliau lebih memilih ilmu. Karena
dengan ilmu manusia dapat memperoleh kerajaan dan harta benda.
3.
Anak yang
Sholeh
Investasi yang terakhir ini
merupakan usaha dari orang tua yang telah mendidik anak-anaknya semasa di dunia
dengan baik. Memberikan pondasi keimanan yang kuat. Mendidik dengan baik. Meski
orang tua bersusah payah dalam membesarkan, menjaga, memberikan pendidikan
dunia dan akhirat. Rela berkorban sampai sang anak dewasa dan mandiri.
Perjuangan tersebut secara tidak sadar merupakan investasi yang telah ditanam
orang tua kepada sang anak. Dengan didikan yang baik, maka lahirlah pribadi
anak-anak yang sholeh. Anak yang sholeh tentunya akan senantiasa mendo’akan
orang tuanya. Tanpa diminta ataupun tidak. Baik orang tuanya masih ada
ataupun telah tiada. Karena anak sholeh menyadari bahwa mendo’akan orang tua
adalah wujud bakhti anak agar mendapatkan ridho Allah Shubahanahu wa ta’ala.
VI.2 Investasi
Dunia
Beberapa instrumen investasi syari’ah sebagai berikut:
1.
Tabungan
Tabungan adalah bentuk simpanan atau investasi dana nasabah yang bersifat
likuid, hal ini memberikan arti bahwa investasi bisa diambil sewaktu-waktu
apabila nasabah membutuhkan, namun bagi hasil yang ditawarkan relatif kecil.
Dalam fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2000, tabungan yang
dibenarkan dalam prinsip syari’ah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip
mudharabah dan wadi’ah.
2.
Saham
Penyertaan modal atau saham merupakan salah satu bentuk penanaman modal
pada suatu entitas (badan usaha) yang dilakukan dengan menyetorkan sejumlah
dana tertentu dengan tujuan untuk menguasai sebahagian hak pemilikan atas
perusahaan. Pemegang saham atau investor mendapatkan hasil melalui pembagian
deviden dan capital again. Perusahaan penerbit saham pada umumnya berbentuk
Perseroan Terbatas (PT).
3.
Sukuk (Obligasi Syari’ah)
Instrumen kedua yang diperdagangkan di investasi syari’ah adalah sukuk. Sukuk adalah surat berharga yang
berisi kontrak (akad) pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah. Sukuk
dikeluarkan oleh lembaga/institusi/organisasi baik swasta maupun pemerintah
kepada investor (sukuk holder). Penerbit sukuk wajib membayar pendapatan kepada
investor berupa bagi hasil atau marjin atau fee selama masa akad.
4. Deposito
Deposito adalah bentuk simpanan nasabah yang mempunyai jumlah minimal
tertentu, jangka waktu tertentu dan bagi hasilnya lebih tinggi daripada
tabungan. Menurut UU Perbankan Syari’ah No.21 Tahun 2008, Deposito adalah
investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syari’ah yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syari’ah
atau unit usaha syari’ah (UUS).
5. Reksa Dana Syari’ah
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 20/DSN-MUI/IV/2001, pengertian
reksa dana syariah (Islamic investment funds) adalah
reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip-prinsip syariah Islam,
baik dalam bentuk akad antara pemodal dengan manajer investasi (wakil pemodal),
maupun antara manajer investasi dengan pengguna investasi. Kebijakan investasi
reksa dana syariah adalah berbasis instrumen investasi dengan cara-cara
pengelolaan yang halal. Halal disini berarti bahwa perusahaan yang mengeluarkan
instrumen investasi tersebut tidak boleh melakukan usaha-usaha yang
bertentangan dengan prinsip Islam. Misalnya,tidak melakukan perbuatan riba
(membungakan uang) dan tidakmemakai strategi investasi berdasarkan spekulasi,
saham, obligasi dan sekuritas lainnya tidak berhubungan dengan produk minuman
keras, produk yang mengandung babi, bisnis hiburan berbau maksiat, perjudian,
pornografi, dan sebagainya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Investasi,
berasal dari kata ististmar yang artinya menjadikanberbuah (berkembang)
dan bertambah jumlahnya. Ististmar islami merupakan satukegiatan yang
sangat positif yang harus dilakukan oleh manusia dan harus dilandasisyari’ah Islam.
Karena itu pula maka ia harus mampu menyelaraskan posisinya sebagailahan yang
akan menerapkan prinsip-prinsip dan tujuan disyariatkannya ekonomi Islam.
Beberapa
prinsip-prinsip dasar dalam berinvestasi adalah sebagai berikut :
1.
Berinvestasi dengan hal-hal yang mendatangkan kebaikan, dalam
artian tidak berinvestasi kepada hal-hal yang melanggar syariat. Misalnya tidak
berinvestasi pada bisnis minuman keras, industri rokok, obat-obatan terlarang,
dan lain-lain.
2.
Tidak berinvestasi pada orang-orang yang kurang akal, yaitu :
a.
Tidak berinvestasi pada orang-orang kurang akal, para ulama berbeda
pendapat ada yang mengatakan, anak kecil, orang gila, wanita, orang yang belum
berilmu, dan orang yang berutang.
b.
Menyeleksi dalam memilih investor yang akan diajak kerjasama, dalam
artian memilih investor yang dipercaya, jujur, dan baik akhlaknya.
Adapun dalam implementasinya penulis membagi dua, yaitu:
a.
Investasi Akhirat
1.
Shadaqah jariyah
2.
Ilmu yang bermanfaat
3.
Do’a anak sholeh kepada orang tuanya
b.
Investasi Dunia
1.
Tabungan
2.
Saham
3.
Sukuk (Obligasi Syari’ah)
4.
Deposito
5.
Reksa Dana Syari’ah
V.2 Saran
1.
Kepada Pemerintah
Segera membuka
ladang-ladang bisnis berinvestasi syari’ah, meratakan distribusi investasi di
semua daerah guna membuka perekonomian yang stabil dan menutup investasi-invetasi
bisnis yang melanggar syariah serta
mengantinya dengan investasi syari’ah.
2.
Kepada para Akademisi
Agar kiranya
lebih banyak untuk mensosialisasikan mengenai keuntungan, kebaikan dan
keberkahan dengan berinvestasi syari’ah dan menjelaskan dampak atau akibat dari
investasi yang tidak syari’ah. Serta mengarahkan pemerintah dan masyarakat
untuk menggunakan atau berinvestasi syari’ah.
3.
Kepada Masyarakat
Agar lebih
pekah melihat dampak dari berinvestasi yang tidak syari’ah dan senantiasa menuntut
ilmu syar’i.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Al-Qur’anul Karim dan Hadits
A-Rifa’i
Muhammad Nasib, ”Ringkasan Tafsir Ibn Katsir”. (Penj; Shihabudin).
Jakarta: Gema Insani Press. 2000. Jilid I
-----------------------,
”Ringkasan Tafsir Ibn Katsir”. (Penj; Shihabudin). Jakarta: Gema Insani
Press. 2000. Jilid III
-----------------------,
”Ringkasan Tafsir Ibn Katsir”. (Penj; Shihabudin). Jakarta: Gema
Insani Press. 2000. Jilid IV
Askar,
S., “Kamus Arab-Indonesia (Terlengkap, Mudah dan Praktis)”, Jakarta: Senayan Publising, cet.1, 2009.
Dawwabah
Muhammad Asyraf, “Menjadi Entrepreneur Muslim Tahan Banting”, (Penj:
Budiman Mustofa), Solo:Ziyad Visi Media: 2009
Fajri Em Zul & Ratu Aprilia Senja, “Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia”, Difa Publisher
Firdaus
Muhammad, dkk. “Sistem Keuangan dan Investasi Syari’ah”, Jakarta:
Renaisan anggota IKAPI,Cet. 1, 2005,
HR, Muhammad
Nafik, “Bursa Efek dan Investasi Syari’ah”, Jakarta: Serambi, Cet: 1,
2009
Huda
Nurul& Mustafa Edwin Nasution, “InvestasiPadaPasar Modal Syariah”,Jakarta:
KencanaPrenada Media Group, 2008
Muthaher Osmad, “Akuntasi Perbankan Syari’ah”, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012
Nabhani,
Taqyuddin , “ Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam”,
(Penj. Mohammad Maghfur Wachid), Surabaya:Risalah Gusti, 1996
Rivai
Veithzal dan Andi Buchari, “Islamic Economics Ekonomi Syari’ah Bukan Opsi
Tetapi Solusi”, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 2009
Tan Inggrid.
“Bisnis dan Investasi Sistem Syari’ah”, Yogyakarta: Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, 2009
Koran:
Koran Republika
Website
http//www.wasathon.com
[1] http/www.kompas.com, diakses pada tanggal 12 februari 2013
[2] Koran Republika, selasa 5 februari 2013
[3] S. Askar, “Kamus Arab-Indonesia (Terlengkap, Mudah dan Praktis)”, Jakarta: Senayan Publising, cet.1, 2009.
[4] Em Zul Fajri & Ratu Aprilia Senja, “Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia”, Difa Publisher.
[5] Muhammad Nafik HR, “Bursa Efek dan Investasi Syari’ah”,
Jakarta: Serambi, Cet: 1, 2009
[6]Mushlihin Al-Hafidz, investasi
menurut pakar dan ulama fikih,http://www.referensimakalah.com.
diakses pada tanggal 13 februari 2013.
[7] Ibid, diakses pada tanggal 13 februari 2013
[8] Veithzal Rivai dan Andi Buchari, “Islamic Economics Ekonomi
Syari’ah Bukan Opsi Tetapi Solusi”, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 2009,
hlm. 534
[9]Inggrid Tan,“Bisnis dan Investasi Sistem Syari’ah”, Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2009, hlm. 15
[10] Osmad Muthaher, “Akuntasi Perbankan Syari’ah”, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012, hlm. 18
[11] Taqyuddin An-Nabhani, “ Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif
Islam”, (Penj. Mohammad Maghfur Wachid), Surabaya:Risalah Gusti, 1996, hlm.
199.
[12] Maksud dari ijab dan qabul adalah kesepakatan antara penjual dan
pembeli dalam suatu transaksi.
[13] Maksud dari “majelis jual-beli” adalah tempat pertemuan antara penjual
dan pembeli untuk melakukan transaksi, baik pembelian maupun penjualan.
[14]Muhammad Firdaus, dkk. “Sistem Keuangan dan Investasi Syari’ah”,
Jakarta: Renaisan anggota IKAPI, 2005, Cet. 1
[15] Muhammad Asyraf Dawwabah, “Menjadi Entrepreneur Muslim Tahan
Banting”, (Penj: Budiman Mustofa), Solo:Ziyad Visi Media: 2009, hlm. 145.
[16]Muhammad Nasib A-Rifa’i, ”Ringkasan Tafsir Ibn Katsir”. (Penj;
Shihabudin). Jakarta: Gema Insani Press. 2000. Jilid IV, hlm. 658.
[17] Ibid, hlm 658.
[18]Muhammad Nasib A-Rifa’i, ”Ringkasan Tafsir Ibn Katsir”. (Penj;
Shihabudin). Jakarta: Gema Insani Press. 2000. Jilid III, hlm. 806
[19]Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, “InvestasiPadaPasar
Modal Syariah”,Cet. 2, Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2008, ,hlm. 19
[20] Muhammad Nasib A-Rifa’i, ”Ringkasan Tafsir Ibn Katsir”. (Penj;
Shihabudin). Jakarta: Gema Insani Press. 2000. Jilid I, hlm. 656
[21]Berbagai jenis riba banyak dilakukan dan dikenal pada zaman kita
sekarang, misalnya menjual secara kredit atau menjual satu barang dengan dua
jenis patokan. Contohnya, jika membeli dengan kontan harganya 10 dirham, dan
jika brtempo 12 dirham. Demikian pula dengan undian yang merupakan judi.
[22] Muhammad Nasib A-Rifa’i, ”Ringkasan Tafsir Ibn Katsir”. Jilid
I, hlm. 693.
[23]Ibid, hlm. 694.
[25] Muhammad Nasib A-Rifa’i, ”Ringkasan Tafsir Ibn Katsir”. Jilid
I, hlm. 652.
[26] Ibid, hlm 652.
[27] Suryani Elvira, “Investasi Menuju Akhirat”, http//www.wasathon.com,
diakses pada tanggal 15 februari 2013
Categories: Jurnal