ALAM SEMESTA
Posted by Unknown on 01:45
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Kalau kita renungkan alam ini dengan fikiran kita, niscaya kita akan
mendapatkan bahwa ia bagaikan sebuah rumah yang dibangun dan di dalamnya
tersedia semua yang dibutuhkan oleh rumah itu, langit ditinggikan bagaikan
atap, bumi dihamparkan bagaikan lantai, bintang-bintang dipasang bagaikan
pelita, dan permata-permata disimpan bagaikan simpanan. Semua itu disiapkan dan
disediakan untuk kepentingan alam ini.[1]
Banyak bermunculan
tentang teori penciptaan alam, mengapa, dan bagaimana alam semesta ini
terbentuk.. Pada abad ke 19, banyak orang mempercayai teori alam semesta yang
tetap. Teori ini mengatakan bahwa alam semesta tidak memiliki permulaan, dengan
kata lain alam semesta ini telah ada sejak dahulu kala dan tidak berubah
(statis)..
Kemudian, pada abad 20
muncul suatu teori baru tentang penciptaan alam semesta, yaitu teori Big Bang.
Teori ini mengatakan bahwa alam semesta memiliki permulaan. Pada teori ini,
dikatakan bahwa alam semesta terbentuk karena sebuah ledakan besar yang disebut
Big Bang..[2]
Al-Qur’an menyebutkan
tentang kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang
penciptaan manusia, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya dan
dipacu akalnya untuk menyelidiki segala apa yang ada disekitarnya seperti
keingintahuan tentang rahasia alam semesta.
Alam semesta merupakan ciptaaan Allah Swt yang diperuntukkan kepada manusia
yang kemudian diamanahkan sebagai khalifah untuk menjaga dan memeliharaan alam
semesta ini, selain itu alam semesta juga merupakan media bagi manusia untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang terproses melalui pendidikan.
Berdasarkan pemaparan
di atas, maka pemakalah
tertarik untuk memaparkan tentang konsep alam menurut Al Qur’an, yang didalamnya membahas tentang pengertian,
proses penciptaan Alam Semesta, tujuan penciptaan Alam Semesta dan implementasi Alam Semesta terhadap pendidikan
islam.
B. Rumusan masalah
Dalam penulisan
makalah ini barikut pemakalah cantumkan rumusan masalah, diantaranya:
1. Apa yang dimaksud
dengan alam?
2. Bagaimanakah proses
penciptaan alam semesta ?
3. Apa tujuan
dari penciptaan Alam Semesta ?
BAB II
KAJIAN
TEORITIS
A.
Pengertian Alam
Alam dalam pandangan
Filsafat Pendidikan Islam dapat dijelaskan sebagai berikut. Kata alam berasal
dari bahasa Arab ’alam (عالم ) yang seakar dengan ’ilmu (علم, pengetahuan) dan alamat ( علامة, pertanda). Ketiga istilah tersebut mempunyai korelasi makna.
Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan identitas yang penuh hikmah. Dengan
memahami alam, seseorang akan memperoleh pengetahuan. Dengan pengetahuan itu,
orang akan mengetahui tanda-tanda atau alamat akan adanya Tuhan.[3]
Dalam bahasa Yunani,
alam disebut dengan istilah cosmos yang berarti serasi, harmonis. Karena alam
itu diciptakan dalam keadaan teratur dan tidak kacau. Alam atau cosmos disebut
sebagai salah satu bukti keberadaaan Tuhan, yang tertuang dalam keterangan
Al-qur`an sebagai sumber pokok dan menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi
manusia.
Menurut pendapat lain Alam adalah segala sesuatu yang ada
atau yang dianggap ada oleh manusia di dunia ini selain Allah beserta Dzat dan
sifat-Nya. Alam dapat dibedakan mrnjadi beberapa jenis, diantaranya adalah alam
ghoib dan alam syahadah. Alam syahadah dalam istilah Inggris disebut universe
yang artinya seluruhnya, yang dalam bahasa sehari-hari disebut sebagi alam
semesta. Alam semesta merupakan ciptaan Allah yang diurus dengan kehendak dan
perhatian Allah. Allah menciptakan alam semesta ini dengan susunan yang teratur
dalam aspek biologi, fisika, kimia, dan geologi beserta semua kaidah sains.[4]
Istilah alam dalam
alqur’an datang dalam bentuk jamak (‘alamiina), disebut sebanyak 73 kali yang
termaktub dalam 30 surat. 15 Pemahaman kata ‘alamin, merupakan bentuk jamak
dari keterangan al-quran yang mengandung berbagai interpretasi pemikiran bagi
manusia.
Kata
`alamin merupakan bentuk prulal yang mengindikasikan bahwa alam semesta ini
banyak dan beraneka ragam. Pemaknaan tersebut konsisten dengan konsepsi Islam
bahwa hanya Allah Swt yang Ahad, Maha Tunggal dan tidak bisa dibagi-bagi.
Kemudian beliau menuturkan kembali bahwa konsep islam megenai alam semesta
merupakan penegasan bahwa alam semesta adalah sesuatu selain Allah Swt.[5]
Di dalam Al Qur'an
pengertian alam semesta dalam arti jagat raya dapat dipahami dengan istilah
"assamaawaat wa al-ardh wa maa baynahumaa"[6].
Istilah ini ditemui didalam beberapa surat Al Qur'an , salah satunya dalam surat Al Anbiya ayat 16
$tBur $oYø)n=yz uä!$yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur $tBur $yJåks]÷t tûüÎ7Ïè»s9 ÇÊÏÈ
Dan tidaklah kami
ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main.
Dapat ditarik
kesimpulan bahwa alam semesta bermakna sesuatu selain Allah Swt, maka apa-apa
yang terdapat di dalamnya baik dalam bentuk konkrit (nyata) maupun dalam bentuk
abstrak (ghaib) merupakan bahagian dari alam semesta yang berkaitan satu dengan
lainnya.
BAB III
KAJIAN TAFSIR
A.
Penciptaan alam
semesta
Zaman dahulu kala, pengetahuan manusia
mengenai alam semesta sangatlah terbatas. Peralatan untuk meneliti angkasa
tidaklah secanggih sekarang. Karenanya, kadang kala manusia berpikir yang
aneh-aneh tentang munculnya alam semesta.
Berbagai percobaan, pengamatan, hingga
perhitunganpun dilakukan, bahkan sampai saat ini. Adapun beberapa teori-teori
yang menjelaskan tentang penciptaan alam semesta diantaranya :
- Teori alam semesta tak hingga
“alam
semesta bukanlah sesuatu yang di ciptakan. Jika ia di ciptaka, ia sudah pasti
diciptakan oleh tuhan dengan seketika dan dari ketiadaan,” begitulah yang
ditulis seorang filosof materalis George Politzer (1860), dalam bukunya Principes Fondamentaux de Philosophie.[7]
- Teori Big Bang
Big
Bang merupakan model penciptaan alam semesta yang menerangkan bahwa alam
semesta telah “diciptakan dari ketiadaan.” Edwin Hubble (1929) memulai
penelitian di
observatorium Mount Wilson California, Amerika. Dia membuat salah satu penemuan terbesar di sepanjang
sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia
menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini
berarti bahwa bintang-bintang ini “bergerak menjauhi” kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum
dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna
ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah.
- Teori Multiverse
Teori
multiverse ini pertama kali di kemukakan oleh seorang astrofisika Paul Davies
(2003) di dalam tulisannya yang berjudul A Brief History Of The
Multiverse (Sejarah Singkat jagat Raya Jamak). Ia mengatakan: “Perhitungan jeli menempatkan kecepatan pengembangan ini
sangat dekat pada angka kritis yang dengannya alam semesta akan terlepas dari
gravitasinya dan mengembang selamanya. Sedikit lebih lambat dan alam ini akan
runtuh, sedikit lebih cepat dan keseluruhan materi alam semesta sudah
berhamburan sejak dulu. Jelasnya, Big Bang bukanlah sekedar ledakan zaman dulu,
tapi ledakan yang terencana dengan sangat cermat“ Davies
(2003:…..)
- Teori steady-state
Teori
mengatakan bahwa alam semesta tetap. Sir Fred Hoyle (1928) menyatakan
bahwa alam semesta tak hingga dan kekal sepanjang masa (alam semesta ini
statis). Hal ini bertujuan mempertahankan paham Materalis.
- Menurut Al-Qur’an
Al Qur’an telah
menjelaskan bahwa sebenarnya seluruh kejadian di alam semesta ini, sudah
terjadi dan kejadiannya mengikuti segala rencana dan konsep yang sudah tertera
di dalamnya. Gambaran jelasnya, bahwa semua proses alam semesta ini mengikuti
dan merujuk pada segala yang tertuang dalam Al Qur’an, apakah diketahui atau
tidak tabir rahasianya oleh manusia.
Al-Qur’an merupakan
nasehat terbaik yang mengembalikan para pendengarnya kepada kesadaran. Selain
itu, Al-Qur’an juga merupakan sistem teragung. Di antara sistem agung yang
disebut dalam Al-Qur’an adalah sistem alam semesta ini. Ia ada bukan terjadi
secara kebetulan, akan tetapi keberadaannya memang direncanakan dan diciptakan
oleh Allah secara sistematis. Tanpa diciptakan Allah, maka sesungguhnya alam
semesta ini tidak ada termasuk manusia yang ada di dalamnya.[8]
Al-Qur’an penuh dengan
berbagai ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, orang yang ingin meneliti tentang
sastra, sejarah, teknologi, kisah, etika dan sebagainya, niscaya akan
mendapatkan di dalamnya. Akan tetapi hal ini bukan yang menjadi tujuan utama
diturunkannya Al-Qur’an. Perintah utamanya adalah mentadaburi serta memikirkan
makna-maknanya karena Al-Qur’an adalah kitab petunjuk.[9]
Mengenai proses
penciptaan alam semesta, Al-Qur'an telah menyebutkan secara gamblang mengenai
hal tersebut, dan dapat dipahami bahwa proses penciptaan alam semesta menurut
al-Qur`an adalah secara bertahap. Hal ini dapat diketahui melalui firman Allah
Swt dalam Surat Al Anbiya ayat 30:
óOs9urr&
ttƒ
tûïÏ%©!$#
(#ÿrãxÿx.
¨br&
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
uÚö‘F{$#ur
$tFtR%Ÿ2
$Z)ø?u‘
$yJßg»oYø)tFxÿsù
( $oYù=yèy_ur
z`ÏB
Ïä!$yJø9$#
¨@ä.
>äóÓx«
@cÓyr
( Ÿxsùr&
tbqãZÏB÷sãƒ
ÇÌÉÈ
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga yang beriman?"
Kata ratq diterjemahkan sebagai dijahit (bergabung menjadi satu). Kata
tersebut digunakan untuk menyatakan dua bahan yang berbeda dan bercampur,
sementara itu kata fataqa diartikan sebagai diurai (mengurai atau menghancurkan
struktur ratq).[10]
Tafsir
QS Al Anbiya : 30
1.
Tafsir Ibnu Katsir
Allah Ta’ala berfirman
mengingatkan tentang kekuasaan-Nya yang sempurna dan kerajaan-Nya yang agung. “Dan
apakah orang-orang yang kafir itu tidak mengetahui”, yaitu orang-orang yang
mengingkari kekuasaan Allah. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah adalah
Rabb Yang Maha Esa dalam penciptaan lagi bebas dalam penataan, maka bagaimana
mungkin Dia layak disekutukan bersama yang lain-Nya? Apakah mereka tidak
mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya adalah bersatu? Lalu berpecah-belah,
maka langit menjadi tujuh dan bumi menjadi tujuh serta antara langit dan bumi
dipisahkan oleh udara, hingga hujan turun dari langit dan tanah pun menumbuhkan
tanam-tanaman. Untuk itu Dia berfirman: “Dan dari air, Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” yaitu,
mereka menyaksikan berbagai makhluk, satu kejadian demi kejadian secara nyata.
Semua itu adalah bukti tentang adanya Maha Pencipta yang berbuat secara bebas
lagi Maha kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.[11]
2.
Tafsir Jalalain
Menurut Tafsir Jalalain, apakah
orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah sesuatu yang padu. Kemudian Allah telah menjadikan langit tujuh
lapis dan bumi tujuh lapis pula. Kemudian langit itu dibuka sehingga dapat
menurunkan hujan yang sebelumnya tidak dapat menurunkan hujan. Kami buka pula
bumi itu sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, yang sebelumnya tidak
dapat menumbuhkannya.
“Dan dari air kami jadikan segala sesuatu
yang hidup”. Maksudnya airlah yang menjadi penyebab
bagi seluruh kehidupan baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Namun
mengapalah orang-orang kafir tiada juga beriman terhadap keesaan Allah.[12]
3.
Tafsir
Al-Mishbah
Berbeda-beda pendapat ulama tentang
firman-Nya ini. Ada yang memahaminya dalam arti langit dan bumi tadinya
merupakan gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumipun tidak ditumbuhi
pepohonan, kemudian Allah membelah langit dan bumi dengan jalan
menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di bumi. Ada lagi
yang berpendapat bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu yang utuh
tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan
membiarkan bumi tetap ditempatnya berada dibawah lalu memisahkan keduanya
dengan udara.
Ayat ini dipahami oleh sementara ilmuan
sebagai salah satu mukjizat Al-qur’an yang mengungkap peristiwa penciptaan
planet-planet. Banyak teori ilmiah yang dikemukakan oleh para pakar
dengan bukti-bukti yang cukup kuat, yang menyatakan bahwa langit dan bumi
tadinya merupakan satu gumpalan atau yang diistilahan oleh ayat ini dengan
ratqan. Lalu gumpalan itu berpisah sehingga terjadilah pemisahan
antar bumi dan langit.[13]
4.
Tafsir
Al-Maraghi
Secara umum ayat ini membahas tentang
keesaan Allah yang terdapat pada penciptaan langit dan bumi. Allah mencela
orang-orang musyrik yang menyembah tuhan-tuhan selain-Nya karena tidak
memikirkan tanda-tanda keesaan-Nya yang dipancangkan di dalam alam. Kemudian,
Allah mengarahkan perhatian mereka, bahwa mereka tidah patut menyembah berhala
dan patung, karena Tuhan yang Kuasa atas seluruh makhluk ini Dialah yang berhak
disembah, bukan batu atau pohon yang tidak dapat mengelakkan kemudharatan,
tidak pula kuasa mendatangkan manfaat.
Sesuai dengan ayat pertama yang artinya “Apakah
orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa dahulu langit dan bumi itu berpadu dan
saling berhubungan, kemudian Kami memisahkan keduanya dan menghilangkan
kesatuannya”. Ahli astonomi dewasa ini juga mengatakan hal yang sama. Mereka
menetapkan bahwa matahari adalah bola api yang berotasi (berputar pada
sumbunya) selama jutaan tahun. Ditengah-tengah perjalanannya yang cepat, planet
kita (bumi) dan planet-planet lain dari garis khatulistiwa matahari terpisah
dari padanya dan menjauh. Hingga kini bumi kita tetap berotasi dan berevolusi
menurut sistem tertentu, sesuai dengan hukum daya tarik.
“dan
dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup” demikian
pula dengan air itu, Dia menghidupkan dan menumbuhkan setiap tumbuhan. Qatadah
mengatakan: “Kami menciptakan setiap yang tumbuh dari air”. Maka setiap yang
tumbuh itu ialah hewan dan tumbuhan. Sebagian kaum cendekia dewasa kini
berpendapat bahwa setiap hewan pada mulanya diciptakan di laut. Maka seluruh
jenis burung, binatang melata dan binatang darat itu berasal dari laut.
Kemudian setelah melalui masa yang sangat panjang, hewan-hewan itu mempunyai
karakter sebagai hewan darat, dan menjadi berjenis-jenis. Untuk membuktikan hal
itu, mereka mempunyai banyak bukti.
Apakah mereka tidak
beriman dengan jalan memikirkan dalil-dalil ini, sehingga mereka mengetahui
Pencipta yang tidak ada sesuatu pun menyerupai-Nya, dan mereka meninggalkan
jalan kemusyrikan.[14]
Pada tahun 1925, seorang astronom Amerika Serikat yang bernama Edwin Hubble
mempersembahkan sebuah bukti pengamatannya bahwa semua galaksi bergerak saling
menjauhi antara satu dengan yang lain, hal ini menyiratkan bahwa alam semesta
senantiasa berkembang. Teori perluasan alam semesta ini adalah sebuah fakta
ilmiah.[15]
Al-Qur’an telah mengatakan sifat alam semesta ini dalam ayatnya
uä!$uK¡¡9$#ur
$yg»oYøt^t/
7&÷r'Î/
$¯RÎ)ur
tbqãèÅqßJs9
ÇÍÐÈ
Dan langit itu Kami bangun dengan tangan (Kami) dan
sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. (QS: Adz Dzariyat: 47)
Kata musi’un dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan memperluas dan ini
mengacu pada penciptaan dan perluasan alam semesta. Stephen Hawking dalam
bukunya A Brief History Time menyebutkan, “Penemuan fakta ilmiah bahwa alam
senantiasa berkembang adalah sebuah revolusi intelektual abad ke-20.”[16]
Tafsir QS Adz Dzariya : 47
1.
Tafsir Ibnu Katsir
Menurut Tafsir Ibnu
Katsir, dalam ayat ini Allah berfirman seraya mengingatkan penciptaan alam uluwwi
(bagian atas) dan alam sufli (bagian bawah). Allah telah menjadikan
langit itu sebagai atap yang terpelihara dan tinggi dengan kekuatan-Nya.
Demikian itu dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah Ats-Tsauri dll.
dan Allah juga yang telah menjadikan seluruh penjurunya luas, kemudian Kami
meninggikan tanpa menggunakan tiang, sehingga ia menggantung sebagaimana
adanya.[17]
2.
Tafsir Jalalain
Dan langit itu kami
bangun dengan kekuasaan (kami) dengan kekuatan kami.
dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa dikatakan adar rajulu ya-idu
qawiyyu artinya lelaki itu menjadi kuat. Dikatakan awsa’ar rajulu, artinya ia
menjadi orang yang memiliki pengaruh dan kekuatan.[18]
3.
Tafsir
Al-Mishbah
Dan
langit itu kami bangun yaitu ciptakan dengan kekuasaan
(kami) yang Maha Dahsyat atau berdasar nikmat Kami yang melimpah dan
Sesungguhnya kami benar-benar Maha Luas dalam kekuasaan kami tanpa ada
sesuatupun yang menghalangi.
Ayat 47 ini,
mengisyaratkan beberapa rahasia ilmiah. Diantaranya bahwa Allah SWT menciptakan
alam yang luas ini dengan kekuasaanNya. Dia maha kuasa atas segala sesuatu.
Kata sama’ (langit) pada ayat tersebut dimaksudkan sebagai segala
sesuatu yang ada disekitar benda-benda langit seperti plenet, bintang, tata
surya dan galaksi juga disebut langit. Bagian alam raya yang terlihat ini
amatlah luas, tak terbayangkan dan tak terbatas, sebab jaraknya bisa mencapai jutaan
tahun cahaya. Menurut ilmu pengetahuan modern, satu tahun cahaya berarti jarak
yang dilalui cahaya dengan kecepatan 300.000 km/s. Frase “Wa Inna Lamusi’un”
sesungguhnya kami benar-benar maha meluaskan. Artinya, Kami meluaskan alam
tersebut yang berlangsung sepanjang masa. Ini juga telah ditemukan dalam ilmu
pengetahuan modern yang dikenal dengan teori ekspansi. Menurut teori tersebut,
nebula di luar galaksi tempat kita tinggal menjauh dari kita dengan kecepatan
yang berbeda-beda. Bahkan banda-benda langit dalam satu galaksi pun saling
menjauh satu sama lainnya.[19]
4.
Tafsir Al-Maraghi
Al-Aidi ( اَلْاَيْدِ ) Kekuatan
Lamusi’un : ( لَمُوْسِعُوْنَ ) Benar-benar mempunyai kemampuan untuk menciptakan langit dan menciptakan lainnya. Berasal dari kata Al-Wus’u yang
berarti tenaga.
Secara umum, setelah Allah SWT
memasukkan terjadinya penghimpunan dan memberikan dalil-dalil yang menunjukkan
bahwa penghimpunan itu pasti terjadi tanpa diragukan lagi, maka Allah
menunjukkan keesaan dan kebesaran kekuasaan-Nya. Diterangkan bahwa Allah telah
menciptakan langit tanpa tiang, dan menghamparkan serta membentangkan bumi ini
supaya bisa didiami oleh manusia maupun binatang, dan Dia telah menciptakan
pula masing-masing jenis binatang sejodoh-sejodoh, jantan atau betina, supaya
kebaradaan segala jenis binatang tetap berlangsung sampai dengan kebinasaan
alam ini, sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Dan sesungguhnya Allah
telah membangun langit dengan kemampuan-Nya yang mengagumkan dan kekuasaan Yang
Maha Besar. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuasa untuk melakukan hal
itu tanpa mengalami keletihan maupun kepayahan. Pernyataan ini merupakan
sindiran terhadap kaum Yahudi yang mengatakan bahwa Allah menciptakan langit
dan bumi dalam enam hari. Lalu beristirahat pada hari ketujuh dengan berbaring
di atas ‘Arsy.[20]
Kesesuaian yang harmoni antara Al-Qur’an dan teori Big Bang adalah sesuatu
hal yang tidak dapat dielakkan lagi. Sungguh menakjubkan! Bagaimana mungkin
sebuah kitab yang muncul di padang pasir Arab 1.400 tahun yang silam mengandung
kebenaran ilmiah yang mendalam[21]
B.
Tujuan
Penciptaan Alam Semesta
Dalam perspektif Islam,
tujuan penciptaan alam semesta pada dasarnya adalah sarana untuk menghantarkan
manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan
Allah Swt.[22]
Keberadaaan alam semesta merupakan petunjuk yang jelas tentang keberadaaan Allah
Swt. Oleh karena itu dalam mempelajari alam semesta, manusia akan sampai pada
pengetahuan bahwa Allah Swt adalah Zat yang menciptakan alam semesta.
Alam
semesta tercipta diperutukkan untuk manusia sebagai penerima amanah dengan
menjadi khalifah di muka bumi ini. Alam dapat menjadi sumber ilham melalui
potensi akal yang diberikan Allah swt kepada manusia untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan dan hakikat-hakikat yang terdapat di dalam alam semesta ini.[23]
Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa manusia akan memperoleh manfaat dan
keuntungan yang amat besar apabila manusia tersebut mampu dan mengerti dalam
memanfaatkan apa saja yang terdapat di alam semesta ini.
Untuk lebih jelas
bagaimana hakikat dari tujuan serta fungsi penciptaan alam semesta adalah
sebagai berikut:
Penciptaan alam semesta
bertujuan untuk memperlihatkan kepada manusia bahwa Allah swt adalah
Maha Pencipta seluruh alam dengan segala kemuliaanNya dan segala kekuasaanNya[24].
Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Dukhan ayat 38-39
Dan kami tidak
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan
bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi
kebanyakan mereka tidak Mengetahui.
Alam semesta
diciptakan sebagai bahan dan sumber pelajaran serta pengamatan bagi manusia
untuk menggali khazanah rahasia Allah Swt dengan akal dan pengamatan untuk
dapat menyumbangkan suatu kebajikan dan faedah manusia seluruhnya yang pada
akhirnya manusia akan memahami apa hakikat diciptakannya alam semesta ini[25].
Hal ini tertera dalam surat Yunus : 4
Ïmøs9Î)
öNä3ãèÅ_ötB
$YèÏHsd
( yôãur
«!$#
$)ym
4 ¼çm¯RÎ)
(#ätyö7t
t,ù=sø:$#
¢OèO
¼çnßÏèã
yÌôfuÏ9
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏHxåur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
ÅÝó¡É)ø9$$Î/
4 tûïÏ%©!$#ur
(#rãxÿ2
óOßgs9
Ò>#u°
ô`ÏiB
5OÏHxq
ë>#xtãur
7OÏ9r&
$yJÎ/
(#qçR%x.
crãàÿõ3t
ÇÍÈ
Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar
daripada Allah , Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya
Kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar dia
memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal
saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang
panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.
Alam semesta diciptakan
Allah Swt untuk kepentingan manusia, untuk memenuhi kebutuhan manusia selama
hidup di permukaan bumi ini. Oleh karenanya alam telah ditundukkan oleh Allah
Swt untuk mereka, sebagai tempat tinggal bagi manusia, ini dimaksudkan agar
manusia mudah dalam memahami alam semesta dan tahu bagaimana cara
memanfaatkannya untuk kepentingan mereka[26].
Salah satu ayat yang menerangkan akan hal ini terdapat dalam surat Ibrahim ayat
33
BAB IV
KAJIAN
IMPLEMENTASI
Islam menegaskan bahwa
esensi alam semesta adalah selain dari Allah Swt. Dia adalah al-Rabb, yaitu
Tuhan Maha Pencipta yang menciptakan seluruh Makhluk yang makro dan mikro
kosmos. Proses
pendidikan adalah menyampaikan sesuatu kepada titik kesempurnaannya secara
berangsur-angsur. Karenanya, implementasi terhadap pendidikan islam adalah :
1.
Alam semesta ini
diciptakan oleh Allah SWT sebagai fasilitas bagi manusia. Atau dapat dikatakan
alam semesta ini diciptakan hanya untuk umat manusia. Kenapa begitu ? karena
setelah dikaji, ternyata banyak keistimewaan yang terdapat di alam semesta ini,
yang diciptakan hanya untuk membantu kehidupan manusia
2.
Pendidikan islam
merupakan suatu proses atau tahapan dimana peserta didik diberi bantuan
kemudahan untuk mengembangkan potensi jismiyah dan ruhaniyahnya sehingga
fungsional untuk melaksanakan fungsi dan tugas-tugasnya dalam kehidupan di alam
semesta.[27]
oleh karena pendidikan merupakan proses dan tahapan, maka pendidikan Islami
akan berlangsung secara terus-menerus sepanjang kehidupan manusia di muka bumi
ini.
3.
Alam semesta adalah
media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh manusia untuk
melangsungkan proses pendidikan. Di dalam alam semesta ini manusia tidak dapat
hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta
saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan
manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.[28]
4.
Alam semesta
dapat dijadikan sebagai materi dalam pendidikan. Maksudnya alam semesta ini
dapat dijadikan materi/bahan ajar dalam kegiatan pendidikan. Karena selain
menambah khazanah pengetahuan kita, mempelajari alam semesta juga dapat juga
menambah keyakinan, keimanan, dan menguatkan tauhid kita sebagai umat muslim.
Mulai dari siapa pencipta alam semesta itu, tujuan diciptakannya alam semesta,
bagaimana proses penciptaannya, dan sebagainya. Semua hal itu sangat penting
dipelajari dan dijadikan materi pelajaran dalam pendidikan
Meskipun alam diciptakan dan ditundukan Allah Swt untuk manusia, bukan
berarti manusia dapat mengetahui dan memahami apa-apa yang terdapat dari
padanya, karena sampai sekarang pun fenomena alam dengan segala kerahasiaan
Allah Swt dalam menciptakannya masih menjadi misteri yang belum terpecahkan
secara tuntas. Oleh dasar inilah Al-Quran mengajurkan
kepada manusia untuk terus menggali khazanah yang terdapat dari penciptaan alam
semesta ini.
BAB V
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa
- Alam adalah segala sesuatu yang ada atau yang dianggap ada oleh manusia di dunia ini selain Allah beserta Dzat dan sifat-Nya. Alam semesta adalah segala sesuatu yang ada pada diri manusia dan di luar dirinya yang merupakan suatu kesatuan sistem yang unik dan misterius dan dapat dicapai oleh indera manusia yang merupakan ciptaan Allah yang diurus dengan kehendak dan perhatian Allah
- Al-Qur’an lebih dahulu menceritakan tentang proses penciptaan alam semesta jauh sebelum ilmu pengetahuan mencapainya (sekitar abad 6) dan kini kebenaran Al-qur’an itu sudah dapat dibuktikan kebenarannya dengan adanya kecocokan dalam sains (abad-20)
- Tujuan alam diciptakan adalah bukan untuk dirusak, dicemari, dan dihancurkan. Akan tetapi adalah untuk difungsikan semaksimal mungkin dalam kehidupan. Tujuan alam diciptakan juga bukan untuk disembah, dikultuskan, dan dimintai pertolongan. Akan tetapi adalah untuk dikelola, dibudidayakan, dan dimanfaatkan dalam kehidupan. Pada akhirnya alam diciptakan hanya sebagai fasilitas semata bagi manusia untuk mengenal dan lebih mendekatkan diri pada Allah.
- Proses penciptaan Alam dimulai dari penyatuan antara ruang alam dan materi dari sesuatu yang padu (Al-Anbiya’ ayat 30) kemudian terjadi pemisahan oleh allah dengan mengalami proses transisi membentuk dukhan. Setelah itu ruang alam melebar, meluas, dan memuai (Adz-Zariyat ayat 47).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Nur Karim
Alim, Akhmad, Sains dan Teknologi Islami (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
Al-Mahalli, Imam
Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. 2008. Terjemahan Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al-Maraghi,
Ahmad Mushthafa. 1989. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV Toha
Putra.
Abdullah bin
Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid
7, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i), 2005, hlm. 543-544.
an-Nahlawi,
Abdurrahman, Ushulut tarbiyah Islamiyah wa asalibiha fil baiti wal madrasati
wal mujtama` (Beirut: dar al-fikr, 1999)
Al
Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, Membangun Kerangka Ontologi,
Epistimologi, dan Axiologi Praktik Pendidikan (Bandung: Citapustaka Media
Perintis, 2008)
al-Syaibany,
Omar Mohammad Al-Toumy terj Hasan Langulung, Falsafah Pendidikan Islam
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979)
Ghazali, Imam, Keajaiban Penciptaan Makhluk (Jakarta: Ufuk Publishing House, 2011)
Naik, Zakir, Miracles
Of Al-Qur’an & As-Sunnah (Solo: Aqwam Media Profetika, 2015)
Sani, Ridwan Abdullah, Sains Berbasis Al-Qur’an (Jakarta: Bumi Aksara, 2015)
Shihab,
M. Quiaish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati), 2002,
Zar,
Sirajuddin, Konsep penciptaan alam dalam pemikiran Islam, Sains dan AlQur’an
(Jakarta: RajaGrafindo Perkasa, 1999)
http://faridnasrullah.blogspot.co.id/2012/05/penciptaan-alam-semesta-berdasarkan-alquran.html : Tersedia
[3] Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan
Islam, Membangun Kerangka Ontologi, Epistimologi, dan Axiologi Praktik
Pendidikan hal 4
[5] Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan
Islam, Membangun Kerangka Ontologi, Epistimologi, dan Axiologi Praktik
Pendidikan hal 8
[9] Ibid, hal 98
[11] DR.
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 8, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i), 2005, hlm. 446-448.
[12] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan
Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul
Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008, hlm. 126-127.
[13] M. Quiaish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati),
2002, hlm 442-445.
[14] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra), 1989, Hlm. 37-41.
[17] DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin
‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7, (Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i), 2005, hlm. 543-544.
[18] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan
Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul
Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008, hlm. 931.
[19] M. Quiaish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati),
2002, hlm. 350-352.
[20] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra), 1989, Hlm. 15-17.
[22] Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan
Islam, Membangun Kerangka Ontologi, Epistimologi, dan Axiologi Praktik
Pendidikan hal 32
[24]
Abdurrahman an-Nahlawi,
Ushulut tarbiyah Islamiyah wa asalibiha fil baiti wal madrasati wal mujtama` hal
38
[26] Lihat Abdurrahman an-Nahlawi,
Ushulut tarbiyah Islamiyah wa asalibiha fil baiti wal madrasati wal mujtama` hal 41
[27] Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan
Islam, Membangun Kerangka Ontologi, Epistimologi, dan Axiologi Praktik
Pendidikan hal 98
Categories: Jurnal