Hakikat Ibadah Haji
Posted by Unknown on 16:09
)
ليشهدوا منفع لهم ويذكروا اسم
الله فىأيّامٍ معلومت على مارزقهم من بهيمة الأنعام فكلوا
منها وأطعموا البآئس الفقير (28).{الحجّ :27-28}.
Salah satu
tugas dan kewajiban para jama'ah haji didalam melaksanakan kewajiban hajinya,
adalah memahami dan menghayati berbagai hikmah dan manfaat yang terdapat
didalamnya. Semakin tinggi penghayatannya, maka akan semakin besar dampak positif
yang diakibatkannya, baik untuk dirinya maupun untuk ummat secara keseluruhan.
Sebaliknya, jika penghayatan ini tidak ada sama sekali, maka yang terjadi
hanyalah sekedar pemenuhan pelaksanaan rukun Islam.
Diantara hikmah-hikmah
tersebut antara lain adalah :
1.
Penyadaran kembali akan hakekat diri manusia
sebagai hamba Allah yang dlaif dan lemah, yang memiliki ketergantungan
yang tinggi kepada-Nya, dan sekaligus sebagai makhluk ijtimaiyyah
(sosial) yang selalu terikat kepada sesamanya. Seluruh segmen ibadah haji
selalu mengandung dua hal ini, seperti thawaf mengelilingi ka`bah, sai` antara
shafa dan marwah, wukuf di padang Arafah, dan sebagainya.
2.
Menumbuhkan keikhlasan dalam bertauhid,
bahwa hanya kepada-Nya kita beribadah dan hanya kepada-Nya pula kita memohon
pertolongan. Kalimat talbiyah yang diucapkan oleh para jama'ah haji
ketika mengawali ibadah haji, merupakan cerminan ketauhidan yang tulus.
لَـبـَّيـك اللهمَّ لَـبـَّيـك لَـبـَّيـكَ
لاشـرِيـْكَ لَـكَ لَـبـَّيـك إِنَّ الْـحَمْدَ والـنِّـعْـمَةَ لَـكَ والْـمُلْك
لاَشَـريْـكَ لَـكَ.
3.
Pakaian ihram sebagai “pakaian
resmi” jama'ah haji sesungguhnya
menyadarkan para jama'ah bahwa nilai ketakwaan manusia dihadapan Allah bukan
ditentukan oleh penampilan luar, akan tetapi oleh hati dan perilakunya. Seluruh
manusia pada akhirnya akan kembali pada Rabb-nya dengan memakai dua helai kain
yang sangat sederhana. Penanggalan pakaian keseharian pun mencerminkan bahwa
didalam kehidupan ini, pakaian-pakaian keseharian sering menimbulkan keangkuhan
dan kesombongan, baik berupa pakaian jabatan, kesukuan, harta benda, dan
pakaian-pakaian lainnya.
4.
Seluruh segmen ibadah haji mencerminkan
dinamika dan etos kerja yang tinggi, yang bergerak dari satu tempat ke tempat
lain secara kontinyu, dan dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain. Hal ini
mencerminkan bahwa yang menjadi ciri utama kaum muslimin, dan terutama para
jama'ah hajinya, adalah mereka yang hidupnya penuh dengan dinamika dan
senantiasa berbuat yang terbaik bagi umat dan bangsanya (Q.S. 94 : 5-8).
فإنّ
مع العسر يسرا إنّ مع العسر يسرا فإذا فرغت فانصب وإلى ربّك فارغب.{الشّرح :5-8}.
Berbagai tantangan dan
godaan, terutama godaan syaithon, akan dapat dilaluinya. Dan dalam
menghadapi godaan syaithon tersebut diperlukan kekuatan, sebagaimana tercermin
dalam jumrah di Mina.
5.
Menumbuhkan kesadaran Ukhuwwah
Islamiyyah. Kaum muslimin disadarkan bahwa walaupun mereka memiliki
perbedaan, baik perbedaan warna kulit, suku, bangsa, bahasa, dan adat istiadat,
mereka tetap terikat dalam satu kesatuan akidah dan ibadah. Para jama'ah haji
pada hakekatnya adalah duta-duta pemersatu ummat.
Berbagai hikmah dan pelajaran tersebut,
sesungguhnya menghantarkan kesadaran transedental dan kesadaran sosial para
jama'ah haji kearah yang lebih tajam dan lebih kuat, sehingga akan melahirkan
sebuah gerakan kolektif secara berkesinambungan dari tahun ke tahun. Sebuah
gerakan moral dan sosial yang akan berdampak pada bidang-bidang lainnya.
A. Upaya-upaya Perbaikan
Gerakan moral dan
sosial tersebut seyogyanya teraplikasikan dengan baik ketika para jama'ah haji
kembali ke tanah air. Karena hakekat kemabruran haji itu, disamping pelaksanaan
ibadah hajinya yang tepat dan sesuai dengan syariat Islam, juga sangat
ditentukan oleh perilaku sesudahnya. Imam Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan haji mabrur itu adalah perubahan perilaku kearah yang
lebih baik dan para jama'ah haji tersebut mampu menjadi panutan lingkungan
masyarakatnya. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ciri haji mabrur itu adalah
kesediaan memberikan harta kepada yang membutuhkan, dan semakin memiliki
kemampuan untuk mengendalikan segala ucapan dan tindakan (Fiqh Sunnah, V : 21).
Untuk
merealisasikan hal-hal di atas, perlu dilakukan berbagai upaya perbaikan dan
pembenahan, baik saat persiapan sebelum haji, ketika pelaksanaan ibadah haji
itu sendiri, maupun pasca ibadah haji. Upaya-upaya sebelum haji, disamping
mempersiapkan hal-hal yang terkait dengan ibadah dan persiapan teknis
operasional, juga dengan memberikan penjelasan-penjelasan makna ibadah haji
secara komprehensif, meluas dan mendalam, sehingga melahirkan komitmen dan
kesungguhan untuk melaksanakannya. Persiapan yang semacam inilah yang
diistilahkan Al-Quran sebagai bekal takwa (Q.S. 2 : 197).
الحجّ أشهر معلومت فمن فرض فيهنّ
الحج فلارفث ولافسوق ولاجدال فىالحجّ وما تفعلوا من خير يعلمه الله
وتزّودوا فإنّ خير الزّاد التّقوى واتّقون ياأولى الالباب. {البقرة :197}.
Sementara itu, ketika pelaksanaan haji, bimbingan haji secara
terus menerus dari para pembimbing ibadah yang memiliki dedikasi yang tinggi,
sangat dibutuhkan oleh para jama'ah. Bimbingan tersebut bukan hanya
berorientasi pada pelaksanaan ibadah semata, tetapi hendaknya berorientasi pula
pada hubungan kemanusiaan antar sesama jama'ah. Sehingga diharapkan akan
menghilangkan sifat-sifat egoistik para jama'ah, dan menumbuhkan semangat
kebersamaan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Dan ketika kembali ke tanah air, perlu ada usaha-usaha yang
kongkrit secara bersama-sama untuk mempertahankan kemabruran, sekaligus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dan bangsa. Kiranya
potensi besar yang dimiliki umat ini bisa dioptimalkan secara lebih baik bagi
kemaslahatan umat.
B. Menggapai Haji Mabrur
Sudah sepantasnya, bahkan
seharusnya, apabila setiap jama'ah yang akan melaksanakan ibadah haji,
mendambakan predikat dan gelar haji mabrur. Yaitu haji yang baik dan yang
diterima Allah SWT, yang akan mengantarkannya masuk kedalam syurga apabila
kelak ia meninggal dunia.
Dalam sebuah hadits
riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. bersabda :
الحجّ
المبرور ليس له جزاء إلاّ الجنّة. {متفق عليه}.
“Haji
yang mabrur itu, tidak ada balasan baginya, kecuali syurga".(H.R. Mutafaqun 'Alaih).
Dalam hadits yang lain riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah
Saw. juga bersabda :
من حجّ
هذا البيت فلم يرفث ولم يفسق خرج من ذنبه كيوم ولدته أمّه. {متفق عليه}.
"Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji dalam keadaan
tidak melakukan rafats (ucapan dan perbuatn kotor) dan tidak pula berbuat
fasik, maka ia akan diampunni segala
dosanya, persis seperti ketika dilahirkan oleh ibunya". (H.R. Mutafaqun 'Alaih).
Sesuatu yang tinggi dan mulia nilainya dihadapan Allah SWT,
seperti haji mabrur tersebut, tentu tidak mungkin bisa digapai dan diraih,
kecuali dengan persiapan-persiapan yang dilakukan dengan penuh kesungguhan.
Niat yang ikhlas karena mengharap ridha Allah SWT, dan memenuhi panggilan-Nya harus dicanangkan sejak awal.
Demikian pula pengetahuan yang berkaitan dengan manasik haji (tata cara ibadah)
harus diketahui dan dihayati dengan baik. Sehingga setiap segmen dan episode
perjalanan ibadahnya, disamping diharapkan sesuai dengan ketentuan syari'at,
juga dapat dihayati makna kandungannya.
Ibadah haji
adalah ibadah yang sarat dengan simbol-simbol, yang jika dihayati akan
melahirkan kesadaran transendental dan
tauhid kepada Allah SWT, sekaligus kesadaran sosial untuk berbuat yang terbaik
bagi kepentingan masyarakat luas (perhatikan Q.S. Al-Haj : 27-28).
وأَذٍّنْ فىالنّاس بالحجّ يأتوك
رجالا وعلى كلّ ضامرٍ يأتين من كلّ فجّ عميقٍ (27) ليشهدوا منفع لهم ويذكروا اسم
الله فىأيّامٍ معلومت على مارزقهم من بهيمة الأنعام فكلوا منها وأطعموا البائس
الفقير (28).{الحجّ
:27-28}.
Tidak kalah pentingnya, harta yang didapatkan untuk biaya perjalanan haji adalah harta yang
didapatkan dengan cara-cara yang halal dan bersih, bukan didapat dengan cara
KKN, menipu, mempermainkan kualitas, curang dalam takaran dan timbangan, serta
cara-cara kotor lainnya. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad, Rasulullah
Saw. bersabda, bahwa jika jama'ah haji berangkat dengan harta yang halal, maka
ketika ia membaca talbiyah, langsung ada Malaikat yang menjawab bahwa
haji anda termasuk haji mabrur. Sebaliknya, jika dengan harta yang haram,
Malaikat menjawab bahwa haji anda termasuk haji mardud (ditolak) oleh
Allah SWT (Fiqh Sunnah, V : 47).
عن أبى
هريرة رضى الله عنه أنَّ الـ،َّـبِـيَّ صلّى الله عليه وسلّم قال : إِذَا خَرَجَ
الـحَاجُّ حَاجًّـابـِنَـفَقةٍ طَيِّـبَـةٍ ووضعَ رِجْـله فى الغـرز فـنَادَى : لَـبـَّيـك
اللهُـمَّ لَـبـَّيـك نَـاداه مـنادٍ مِنَ السَّـمَاء: لَـبـَّيـك وَسَـعْـدَيـْكَ
زَادَكَ حَلال وراحـلتـك حلال وحجّك مبرورٌ غير مأزوْرٌ و إِذَا
خَرَجَ بالـنَّـفَـقَة الخَـبيـثَـة فَـوَضَـعَ رجـله فى الغـرز فَـنَـادَى لَـبـَّيـك
نَـادَاه مُـنَـادٍ مِنَ السَّـمَاء : لا لَـبـَّيـك ولا سَـعْـدَيـْكَ زادُك
حرامٌ ونـفَـقـتـك حرامٌ وحجّك مَأزوْر غـير مأجُور.{رواه الطّبرانى}.
Semoga para jama'ah haji mempersiapkan diri dengan
sebaik-baiknya, sehingga mereka akan mampu menggapai haji mabrur. (*)
Wallahu A'lam bi Ash-Shawab
Categories: Artikel