DASAR – DASAR EKONOMI ISLAM (Ekonomi Syari’ah)
Posted by Unknown on 15:45
Oleh
: Didin Hafidhuddin
A. Konsep Ekonomi Islam (Syari’ah)
Pakar
ekonomi seperti Fritjop Capara dalam bukunya, The Turning Point, Science,
Society and The Rising Culture (terj. 1999) dan Ervin Laszio dalam 3rd
Milinium, Tehe Challenge and The Vision (terj. 1999) banyak mengungkapkan
kekeliruan sejumlah premis ilmu ekonomi, terutama rasionalitas ekonomi yang
telah mengabaikan sama sekali nilai-nilai dan moralitas. Menurut mereka,
kelemahan dan kekeliruan itulah yang antara lain menyebabkan ilmu ekonomi tidak
berhasil menciptakan keadilan ekonomi dan kesejahteraan bagi ummat manusia.
Yang terjadi justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam antara
negara-negara dan masyarakat miskin dengan negara-negara dan masyarakat kaya.
Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan ini, tidak ada
jalan lain, kecuali mengubah paradigma dan visi yaitu melakukan satu titik
balik peradaban (M. Yasir Nasution, 2002), dalam arti membangun dan
mengembangkan sistem ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Para
ekonom Muslim sendiri, seperti M. Umer Chapra, Khursid Ahmad, Muhammad
Nejatullah Shiddiqi, dan yang lainnya, sesungguhnya telah berusaha lama untuk
keluar dari kondisi ini dengan mengajukan gagasan-gagasan ekonomi alternative
yang berlandaskan pada ajaran agama (Islam) untuk kemudian setelah dibangun
kerangka dasarnya, lalu direalisasikan di dalam institusi ekonomi praktis.
Sestem ekonomi alternatif ini sering disebut sebagai sistem ekonomi Islam
atau sistem ekonomi Syari'ah. Yang menarik adalah institusi ekonomi
berlandaskan syari'ah ini ternyata telah memberikan harapan-harapan yang cukup
menggembirakan, karena mampu bertahan dalam kondisi krisis ekonomi. Bank
Syari'ah, Asuransi Syari'ah, dan Lembaga Keuangan Syari'ah lainnya kini tumbuh
dan berkembang dengan pesat.
Harus
diakui bahwa ketika pemikiran dan konsep tentang ekonomi syari'ah ini
diperkenalkan, kemudian diimplementasikan dalam berbagai institusi tersebut,
sebagian dari kaum muslimin banyak yang ragu dan tidak percaya, bahwa ajaran
Islam berkaitan dengan dunia ekonomi, dunia perbankan, pasar uang, asuransi dan
lain sebagainya. Sikap yang semacam ini mungkin diakibatkan antara lain oleh
pandangan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang bersifat individual dan hanya
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Padahal ajaran Islam adalah ajaran
yang bersifat komperehensif dan universal, berkaitan dengan seluruh aspek
kehidupan manusia (Q.S. 2 : 208).
يأيّها
الّذين ءامنواْ ادخلوا فىالسّلم كآفّة ولاتتّبعوا خطوت الشّيطان إنّه لكم عدوٌّ مّبين.
{البقرة : 208}.
"Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu". (Q.S. Al-Baqarah : 208).
Dalam
bidang mu'amalah, kaidah-kaidahnya berlaku bagi siapapun (muslim maupun non
muslim). Misalnya dalam kaidah perdagangan, diperlakukannya sama dan adil pada
semua orang atau pihak yang melakukan kegiatan tersebut.
Akan
tetapi karena perkembangan ekonomi Islam ini cukup pesat dan bersifat unik,
dank arena lembaga-lembaganya juga kompetitif dengan lembaga konvensional yang
sejenis, para ilmuan dan pemerhati masalah-masalah sosial ekonomi masyarakat,
baik muslim maupun non muslim tertarik untuk melakukan kajian-kajian serius
terhadapnya. Yang non muslim antara lain Florence Eid, salah seorang konsultan
Bank Dunia, Toshikary Hayashi dari International University of Japan, Rodeney
Wilson, dan J.R. Presly. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa ekonomi Islam
merupakan solusi bagi persoalan ekonomi saat ini maupun di masa mendatang (M.
Yasir Nasution, 2002) karena mengandung nilai dan filsafat yang sejalan dengan
kebutuhan hidup manusia, tanpa membedakan ras, suku, dan bangsa maupun agama.
B. Karakteristik Ekonomi Islam (Syari’ah)
Ekonomi sebagai suatu usaha mempergunakan
sumber-sumber daya secara rasional untuk memenuhi kebutuhan, sesungguhnya
melekat pada watak manusia. Tanpa disadari, kehidupan manusia sehari-hari
didominasi kegiatan ekonomi. Dalam bahasa Arab, ekonomi sering diterjemahkan
dengan Al-Iqtishad, yang berarti hemat, dengan perhitungan, juga mengundang
makna rasional dan nilai secara implicit. Ekonomi Islam pada hakikatnya adalah
upaya pengalokasian sumber-sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa sesuai
dengan petunjuk Allah SWT untuk memperoleh ridha-Nya. Petunjuk Allah SWT
tentang hal itu sudah ada sejak wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Akan
tetapi, sebagai kajian yang berdiri sendiri dengan menggunakan ilmu-ilmu
modern, terlepas dari ilmu fiqh, baru dimulai sekitar tahun 1970-an. Menurut
ahli ekonomi Islam, ada tiga karakteristik yang melakat pada ekonomi Islam
yaitu :
1.
Inspirasi dan
petunjuknya diambil dari Al-Qur'an dan Sunnah.
2.
Perspektif dan
pandangan-pandangan ekonominya mempertimbangkan peradaban Islam sebagai sumber.
3.
Bertujuan untuk
menemukan dan menghidupkan kembali nilai-nilai, prioritas dan etika ekonomi
komunitas muslim pada periode awal (M. Yasir Nasution, 2002).
Berkaitan
dengan hal pertama, terdapat derivasi (turunan) dari karakteristik ekonomi
Islam sebagai berikut :
a.
Tiadanya transaksi
yang berbasis bunga (riba).
b.
Berfungsinya
institusi zakat.
c.
Mengakui mekanisme
pasar (market mechanism).
d.
Mengakui motif
mencari keuntungan (profit motive).
e.
Mengakui kebebasan
berusaha (freedom of enterprise).
f.
Kerjasama Ekonomi.
C. Dasar - Dasar Ekonomi Islam (Syari’ah)
Secara
umum dasar-dasar ekonomi Islam adalah sebagai berikut :
1.
Tauhid,
yaitu Tauhid Uluhiyyah dan Rububiyyah
Yang dimaksud Tauhid Uluhiyyah adalah keyakinan
akan keesaan Allah dan kesadaran bahwa seluruh yang ada di alam ini adalah
milik-Nya. Dalam kontek ekonomi manusia harus menyadari bahwa authority yang
dimilikinya tidak lebih dari trustee (amanah), untuk mengolah dan mempergunakan
apa yang telah dianugerahkan Allah.
Sedangkan
Tauhid Rububiyyah adalah suatu keyakinan bahwa Allah saja yang menentukan
rezeki untuk segenap makhluk-Nya dan Dia pulalah yang akan membimbing setiap
insan yang percaya kepada-Nya kearah keberhasilan.
2.
Nubuwwah
(berdasarkan contoh dari Rasulullah Saw.), misalnya :
§ Siddiq (benar, jujur) harus menjadi visi hidup
setiap muslim. Dari konsep siddiq ini muncullah konsep turunan, yakni
efektifitas (mencapai tujuan yang tepat dan benar) dan efisiensi (melakukan
kegiatan dengan benar, yakni menggunakan teknik dan metode yang tidak
menyebabkan kemubadziran).
§ Amanah (tanggung jawab, dapat dipercaya,
kredibilitas).
§ Fathanah (kecerdikan, kebijaksanaan,
intelektualitas) merupakan strategi hidup setiap muslim.
§ Tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran)
merupakan taktik hidup muslim, karena setiap mengemban tanggung jawab da’wah.
Sifat tabligh ini menurunkan prinsip-prinsip ilmu komunikasi
(personal/interpersonal), pemasaran, penjualan, periklanan, pembentukan opini
masa dan lain-lain).
3.
Mengakui
Hak Milik (Property Right)
§ Pemilikan (ownership) terletak pada memiliki
kemanfaatannya dan bukan menguasai secara mutlak terhadap sumber-sumber
ekonomi.
§ Pemilikan terbatas pada sepanjang usia hidupnya di
dunia, dan bila orang itu mati, maka harus didistribusikan kepada ahli warisnya
menurut ketentuan Islam (Q.S. 2 : 180).
§ Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap
sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup
orang banyak.
4.
Keseimbangan
(Equilibrium)
Pengaruhnya terlihat pada berbagai aspek
tingkah laku ekonomi muslim, misal kesederhanaan (moderation), berhemat
(parsimony) dan menjahui pemborosan (extravagance). (Q.S. 7 : 31).
5.
Keadilan
(Justice)
§ Keadilan berarti kebebasan bersyarat akhlak Islam.
Keadilan harus
diterapkan disemua kegiatan ekonomi (keadilan dalam produksi, konsumsi dan
distribusi).
Categories: Artikel