PEMIKIRANPENDIDIKAN KH. ABDULLAH BIN NUH

Posted by Unknown on 21:13


Oleh: Ismail Syakban, S.Pd.I    

I.       PENDAHULUAN
Islam adalah agama samawi terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai pelengkap dan penyempurna agama samawi sebelumnya. Islam bersifat universal dan abadi dalam kapasitasnya sebagai agama pelengkap dan penyempurna itu. Islam sebagai petunjuk Illahi mengandung nilai-nilai pendidikan yang akan dan mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi individu sempurna (insan kamil) melalui proses tahapan yang terarah dan terencana.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka aspek pendidikan Islam berperan sangat penting. Pendidikan Islam harus dilaksanakan dan dikembangkan secara konsisten serta mengacu kepada landasan Al-Qur’an dan Hadist. Adapun tujuan pendidikan Islam harus sejalan dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak al-karimah.[1] Menurut Al-Attas yang tertera dalam bukunya Ahmad Tafsir[2], bahwa tujuan pendidikan adalah melahirkan manusia yang baik. Pendapat ini diperkuat oleh Al-Ghazali bahwa tujuan pendidikan melahirkan manusia yang sempurna (insan kamil) yang selalu bertaqorrub kepada Allah SWT.[3] Menjadikan lembaga dan proses pendidikan sebagai wadah untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai Sang Pencipta.

Dilihat dari segi statusnya, lembaga pendidikan dapat dibagi kedalam lembaga pendidikan pemerintah (negeri), dan lembaga pendidikan non pemerintah (swasta). Sedangkan dilihat dari segi bentuknya terdapat lembaga pendidikan formal, dan lembaga pendidikan non-formal. Dalam perjalanannya, lembaga pendidikan pemerintan berasal dari lembaga pendidikan non pemerintah, begitu pula lembaga pendidikan formal berawal dari lembaga pendidikan non-formal.
KH. Raden Abdullah Bin Nuh adalah salah satu ulama Jawa Barat dan termasuk tokoh pembaharu pendidikan Islam yang berhasil mengembangkan lembaga pendidikan non-pemerintah (swasta), dan mengembangkan lembaga pendidikan formal dan non-formal. Namanya amat popular di Jawa Barat, khususnya di Bogor, karena sebagian besar lembaga pendidikan yang didirikannya itu berada di daerah kota hujan itu.[4]
Berbicara mengenai konsep dan pemikiran tentang pendidikan, maka kita tidak jauh dari memperbincangkan berbagai macam tokoh-tokoh pemikiran Pendidikan Islam, baik tokoh klasik ataupun tokoh modern. Salah satunya adalah KH. Raden Abdullah Bin Nuh. Maka, pada modul kecil ini akan mengupas tuntas seputar bagaimana pemikiran KH. Raden Abdullah Bin Nuh sebagai penggagas lembaga pendidikan non-formal atau non-pemerintah tentang pendididan Islam.

II.    PEMBAHASAN
A.    Riwayat Hidup KH. Raden Abdullah Bin Nuh
KH. Abdullah Bin Nuh adalah seorang ulama Indonesia yang terkenal, sastrawan Arab, Pendidik, pejuang kemerdekaan[5]. Beliau lahir di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 30 Juni 1905 Masehi bertepatan dengan 26 Rabiul Tsani 1324 Hijrah, dan wafat di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 26 Oktober 1987 Masehi bertepatan dengan 3 Rabiul Awwal 1407 Hijrah, dalam usia 82 tahun. Ayahnya bernama KH. Raden Muhammad Nuh, beliau salah seorang ulama besar besar di Cianjur pada zamannya. Dan ibunya Nyi Raden Hj Aisyah, seorang ibu rumah tangga yang taat menjalankan perintah agama serta taat, patuh dan selalu mengabdi kepadasuaminya.
Dilihat dari silsilahnya, Abdullah Bin Nuh termasuk keturunan ningrat, suatu kelompok priyayi yang memiliki status sosial yang terhormat. Abdullah Bin Nuh putra dari KH Raden Muammad Nuh, putra dari Raden H. Idris, putra dari Raden Arifin, putra dari Raden H. Shaleh, putra dari Raden H. Muhyidin Natapraja, putra dari Raden Aria Wiratadunatar V (Dalem Muhyidin), putra dari Raden Aria Wiratadunatar IV (Dalem Sabiruddin), putra dari Raden Aria Wiratadunatar III (Dalem Astramanggala), putra dari Raden Aria Wiratadunatar II (Dalem Wiramanggala), putra dari Raden Aria Wiratadunatar I (Dalem Cikundul).[6]
Selain hidup dalam keluarga ningrat, beliau juga dibesarkan dalam lingkungan yang Islami taat beragama. Sejak kecil Abdullah Bin Nuh telah memperlihatkan karakteristik yang ramah serta memiliki akhlak yang baik. Sungguhpun ia berasal dari keluarga yang terhormat, tapi memperlihatkan sikap rendah hati, ramah dan suka bergaul dengan kalangan masyarakat banyak disekitarnya.
Riwayat pendidikannya dimulai dari belajar agama Islam di Madrasah I’anatut Thalibin Muslimin, suatu lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh ayahnya sendiri di Cianjur. Karena didukung oleh kesungguhan belajar dan kecerdasannya, sejak usia mudanya ia telah memperlihatkan kemampuannya dalam bahasa arab dengan orang tua dan keluarga di lingkungan keluarganya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Dan telah sanggup menghafal kitab al-fiah, yaitu kitab tentang gramatika bahasa arab karangan Imam Malik, sambil disaksikan oleh gurunya sendiri.
Setelah tamat dari madrasah tersebut,  ia melanjutkan studinya ke Madrasah Arabiyah yang bernama Syamailul Huda di kota Semarang, Jawa Tengah. Madrasah ini diasuh oleh seorang ulama yang berpandangan luas, yaitu Sayyid Muhamma Bin Hassim bin Thahir al-Alawy al-Hadad al-Hadrami, keturunan dari Hadramaut.[7] Pada umur 17 tahun Abdullah Bin Nuh meninggalkan kota semarang dan melanjutkan studinya ke Surabaya, Jawa Timur. Di kota inilah ia bersama gurunya mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Haramaut School, disekolah ini juga ia melatih diri dengan berdiskusi, belajar dan berpidato, keterampilan bahasa asing (Bahasa Arab, Inggris, Jerman, Perancis dan Belanda).
Dengan bekal ilmu Bahasa Arab yang kuat dan dirasa sudah mapan, Abdullah Bin Nuh dikirim oleh gurunya ke Kairo Mesir pada tahun 1929 untuk mendalami ajaran Islam. Bersamaan dengan 15 orang teman lainnya, Abdullah Bin Nuh menimba ilmu agama Islam kepada Syaikh Ahmad Al-Dirham, dan selanjutnya ia diterima belajar di Universitas Al-Ahzar Kairo. Setelah beberapa tahun disana, ia berhasil meraih gelar Syahadatul Alimiyyah sehingga ia berhak mengajar. Di Universitas ini pula Abdullah Bin Nuh mendalami ilmu fiqh mazhab Syafii dan bidang studi lainnya.[8]
Setelah merasa memiliki ilmu yang memadai, Abdullah bin Nuh mulai melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan dalam masyarakat. Menurut catatan sejarah, Abdullah Bin Nuh termasuk salah seorang anggota Pembela Tanah Air (PETA), bahkan ia diangkat sebagai komandannya. Sehubungan dengan perannya ini, maka pada tahun 1943-1945 ia termasuk kader PETA yang aktif mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Sekitar tahun 1945-1946 melalui barisan Hizbullah ia menajdi pemimpin di Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di kota Bogor dan Cianjur. Pada tahun 1948-1950 beliau menjadi anggota komite Nasional Indonesia pusat (KNIP) di Yogyakarta, disamping sebagai kepada seksi bahasa Arab di Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta dan dosen luar biasa di Universitas Islam Indonesia (UII).[9]
Selain itu, Abdullah bin Nuh juga berperan aktif dalam memelopori berdirinya Arabian Press Board (APB) serta menjadi dosen dalam program sastra Arab diUniveristas Indoensia. Seiring dengan itu beliau juga aktif sebagai pemimpin redaksi majalah Pembina. Melalui majalah inilah Abdullah Bin Nuh banyak mengeluarkan gagasannya tentang Ukhwah Islamiyah, terutama kepada para peserta Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) yang dilaksanakan di Bandung. Peran lain yang dilakukan oleh Abdullah Bin Nuh adalah dalam bidang Pendidikan Islam, teologi/tasawuf, sejarah dengan aktifitas kenegaraan lainnya.

B.     Buah Karya KH. Abdullah Bin Nuh
Di tengah-tengah kesibukannya dalam menjalankan aktifitas kesehariannya, Abdullah bin Nuh masih menyempatkan menyelipkan waktu untuk memunculkan karya-karyanya. Diantara karyanya ialah: 1)Kitab fi Dzilal al-ka’bah al-haram.Dalam kitab ini, Abdullah bin Nuh menjelaskan tentang peranan ka’bah sebagai lambing pemersatu umat Islam dan rumah pertama yang dibangun sebagai tempat perlindungan di bawah kalimat Tauhid. Kitab 2) la thaifiyata fi al-islam. Dalam kitabnya ini Abdullah Bin Nuh menjelaskan pentingnya berjihad bagi seorang Muslim yang memiliki persyaratan. Kitab 3) al-alam al-islamiyyah. Melalui kitab ini Abdullah bin Nuh menjelaskan tentang dunia Islam yang amat kaya dengan ilmu pengetahuan dan peradaban.
4)Terjemahan kitab munqiz al-Dlalal (terbebas dari kesesatan) karya Imam Al-Ghazali. Kitab ini menceritakan perjalan batin Imam Al-Ghazali dari satu negeri ke negeri lain dalam rangka mencari kebenaran. Karena Imam Al-Ghazali mengalami keraguan dan ketidakyakinan terhadap kebenaran ilmu kalam, filsafat yang didalamnya banyak pendapat yang saling bertentangan. Karya beliau selanjutnya adalah 5) Mu’allimu al-arabiyyah (Guru Bahasa Arab). Buku ini berisi uraian tentang cara-cara mengajar Bahasa Arab yang efektif. Buku ini sangat berguna bagi guru yang mengajar Bahasa Arab. Kemudia buku 6) Al-lu’lu al-Mantsur. Buku ini berbicara tentang nilai-nilai luhur yang seharusnya berpengaruh di dalam kehidupan manusia, yang dalam hal ini adalah nilai-nilai ajaran Islam.
7) Al-Mustashfa. Buku ini berisi tentang kajian fiqh dalam Islam. Dilanjutkan dengan buku 8)Jalan bagi ahli ibadah. Sesuai judulnya buku ini berisi tentang keutamaan orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah SWT. 9) Ana muslim sunniyyun syafi’iyyun. Buku ini merupakan refleksi dari sikap Abdullah bin Nuh yang tegas dan gambling sebagai seorang penganut sunni. 10) Zakat modern. Melalui buku ini Abdullah bin Nuh mencoba melakukan terobosan baru dalam memahami dan mengamalkan zakat dari keadaan yang tradisional kepada keadaan yang modern tentunya dengan membawa misi kebaikan bagi kehidupan sosial, ekonomi masyarakat dan menghilangkan kesenjangan sosial.
Melalui buku 11) Keutamaan keluarga Rasulullahtampaknya Abdullah bin Nuh ingin memperkenalkan akhlak Rasulullah dan mengajak masyarakat agar meneladaninya. Kemudia buku 12)Hadits-hadits Mahdi yang berbicara tentang hadits-hadits yang mengandung kontroversial, yaitu hadits-hadits tentang Mahdi dan kemungkinan datangnya Mahdi sebelum hari k iamat tiba. Disusul dengan buku 13)Islam dan marxisme. Sepertinya melalui buku ini Abdullah bin Nuh ingin menyampaikan bahwa ajaran Marxisme tidak sejalan dengan ajaran Islam yang mendasari pada ajaran tauhid.Buku 14) Sejarah Islam di Jawa Baratmemberitahukan kepada masyarakat Jawa Barat terkait masuknya Islam ke Jawa barat.Kemudian ada sebuah buku yang berisi tentang beberapa keterangan yang memperjelas ahlu al-sunnah wa al-jama’ahyaitu buku 15)Barahin Nuayyid Ahl Al-Sunnah wal jama’ah. Abdullah bin Nuh juga ingin mencoba memberika penerangan kepada masyarakat tentang penerapan riba dengan bukunya yang berjudul 16) Nushush fi al-hibbah, dan melalui buku 17) al-Islam wa al-Syubhat al-ashriyah Abdullah bin Nuh mencoba memberika penerangan tentang masalah syubhat yang berkembang di masyarakat dan terakhir dari sekian banyak bukunya yang berjudul 18) Ummah wahidah adalah buku yang membicarakan bagaimana tata cara mempersatukan umat Islam.

C.    Gagasan dan Pemikiran Pendidikan KH. Abdullah Bin Nuh
Gagasan dan pemikiran pendidikan KH. Raden Abdullah Bin Nuh secara implisit dapat ditelusuri dari berbagai karya tulis seta akrifitasnya sebagai mana yang telah diuraikan pada point sebelumnya. Dari berbagai judul buku yang ditulisnya tersebut secara eksplisit tidak ada yang berjudul pendidikan dalam arti ilmu pendidikan, yang dijumpai dalam buku tersebut adalah nilai-nilai luhur yang harus ditanamkan kedalam jiwa masyarakat. Dengan demikian, Abdullah Bin Nuh dapat dikatakan sebagai praktisi pendidikan, yaitu orang yng mengabdikan seluruh jiwa dan raganya untuk mendidik masyarakat.[10] Dari berbagai upaya dan kiprahnya itu dapt diidentifikasi aspek-aspek pendidikan yang dimajukan oleh Abdullah Bin Nuh.
1.      Tujuan Pendidikan
Sebelum mengutarakan tujuan pendidikan menurut KH Raden Abdullah Bin Nuh, berikut akan dikemukakan tujuan pendidikan Islam menurut para ahli yang ternukil dalam buku Ahmad Tafsir “ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam”: menurut Muhammad Naquib Al-Attas, tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang baik. Menurut Marimba, tujuan pendidikan Islam adalah terbentuk manusia yang berkepribadian Muslim. Menurut Al-Abrasyi, tujuan pendidikan Islam adalah melahirkan manusia yang berakhlak mulia. Kemudia menurut Munir Mursyi, tujuan akhir pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sempurna dan menurut Abdul Fatah, tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah SWT.[11]
Abdullah Bin Nuh menginginkan agar pendidikan diarahkan untuk mengasilkan manusia yang dapat mengabdikan dirinya kepada Allah SWT. Melalui berbagai aktifitas yang seluas-luasnya. Manusia yang demikian itulah yang akan dirasakan manfaatnya baik untuk dirinya sendiri ataupun bagi orang lain. Rumusan tujan pendidikan demikian berdasarkan pada pengamatannya dimana umat Islam pada saat itu masih kurang memperlihatkan perhatiannya bagi kemajuan masyarakat. Pendidika harus menolong masyarakat agar mampu melakukan perannya itu.[12]
Dalam menentukan tujuan pendidikan, Abdullah Bin Nuh berangkat dari visi dan misinya yang bercita-cita akan mengatur lembaga pendidikan yang diasuhnya, dan dirumuskan melalaui tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka panjang yaitu para murid atau santri belajar ilmu agama dan diharapkan bisa menjadi alim ulama. Tujuan jangka pendek adalah meraih gelar sarjana, “sarjana yang ulama, ulama yang sarjana”.
2.      Materi Pendidikan
Berdasarkan pada kiprahnya di lembaga pendidikan, Abdullah bin Nuh menginginkan materi pendidikan di samping memuat pelajaran agama, juga memuat mata pelajaran umum dan penguasaan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Berbicara mengenai materi, maka akan menyinggung kepada kurikulum yang digunakan. Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, social, olah raga, kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolong mereka agar dapat merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[13]

3.      Manajemen Pendidikan
Abdullah Bin Nuh menyadari dengan sepenuhnya bahwa untuk memajukan suatu lembaga pendidikan perlu adanya suatu manajemen yang kuat dan handal. Gagasan ini diwujudkan dengan cara membangun dan membentuk yayasan lengkap dengan sistem organisasinya yang handal sebagaimana tersebut di atas.
4.      Kepribadian Guru
Secara teoritis, Abdullah bin Nuh tidak membahas tentang guru. Namun secara substantive fungsional ia begitu kuat keinginannya untuk menghasilkan tenaga-tenaga guru yang handal dan professional. Hal yang demikian ia lakukan dengan cara memberikan kepercayaan kepda para muridnya yang senior untuk bertugas sebagai guru sekaligus memimpin lembaga pendidikan.
5.      Keparibadian Murid
Kriteria seorang murid menurut Abdullah bin Nuh adalah mempunyai jiwa yang bersih terhindar dari budi pekerti yang hina, harus menjauhkan diri dari persoalan-persoalan duniawi dan masalah yang dapat mengurangi keterkaitannya dengan kelancaran penguasaan ilmu. Lain dari itu seorang peserta didik harus bersikap tawadhu dan rendah hati. Kemudian peserta didik harus bisa dan dianjurkan belajar Al-Qur’an sebagai kepentingan dasar dalam beribadah kemudian seorang peserta didik harus menguasai dan mengenal sistem ilmu yang sedang dipelajarinya. Seorang murid juga dianjurkan untuk mengenal nilai setiap ilmu yang dipelajarinya, kelebihan dari masing-masing ilmu dan hasil-hasilnya yang mungkin dicapai hendaknya dipelajari dengan baik.[14]
Rasulullah SAW menggambarkan murid itu adalah manusia yang bersih (fitrah), untuk hal mau dimana dan dengan memakai apa, yang berperan adalah orang tua (guru). Majusi, Nasrani, Yahudi atau dalam keadaan Islam (selamat), empat pilihan dalam mengantarkan pendidikan anak-anak, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim:
“Rasulullah SAW berkata: Setiap orang dilahirkan membawa fitrah. Ayah dan ibunyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Bukhari Muslim)

6.      Hubungan Guru dan Murid
KH. Raden Abdullah Bin Nuh adalah sesosok pendidik yang mengedepankan keteladanan, istiqomah dalam mengajar dan keikhlasan dalam beramal. Melalui konsep persatuan umat, ia telah menjalin gubungan yang baik dan harmonis antara guru dan murid melalui jalinan ainurromah (kasih sayang), menyeru dengan hikmat dan nasihat yang baik tidak terbatas hanya ditempat pertemuan ta’lim, akan tetapi hubungan dimanapun bertemu, untuk selamanya, bahkan dunia-akhirat.[15]
Dalam sejarahnya, hubungan guru dan murid dalam Islam, ternyata sedikit demi sedikit berubah, nilai-nilai ekonomi mulai masuk, seperti yang terjadi sekarang sebagai berikut: kedudukan guru dalam Islam semakin merosot, hubungan guru dan murid kurang harmonis, penghormatan murid kepada guru semakin turun dan harga karya mengajar semakin tinggi.[16]
Mengenai pola hubungan guru dan murid, KH Raden Abdullah bin Nuh, sependapat dengan Al-Ghazali bahwa hubungan guru dan murid seperti hubungan bapak dan anak. Seorang guru mengajar muridnya seperti apa dia mengajar anaknya sendiri di rumah.[17] Pendidik hendaknya memandang peserta didik seperti anaknya sendiri, berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa’I dan Ibn Majah bahwa
“ Sesungguhnya saya dan kamu itu bagaikan bapak dan anak.”(HR. Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibn Majah)


III. KESIMPULAN
Uraian singkat pemikiran KHR Abdullah bin Nuh tentang pendidikan Islam di atas, maka dapt ditarik beberapa benang merah (kesimpulan) sebagai berikut;
KHR. Abdullah bin Nuh bisa digolongkan kepada tokoh praktisi pendidikan, bukan seorang yang menawarkan konsep dalam suatu pendidikan Islam. Namun demikian beliau juga memiliki beberapa pemikiran yang ditawarkan untuk diaplikasikan dalam pendidikan Islam.
Pemikiran pendidikan KHR. Abdullah bin Nuh lebih mengutamakan akhlak (tasawuf). Hal ini terwujud dari berbagai pengalaman dan pendalaman berbagai disiplin ilmu. Sekian banyak hasil karya Al-Ghazali banyak memberikan ide dan menerbitkan gagasan-gagasan konsep pendidikan KHR. Abdullah Bin Nuh. Ini terbukti dengan nama-nama lembaga pendidikan diantaranya: Pesantren Al-Ghazali, Majlis Ta’lim Al-Ihya yang keduanya berada di kota Bogor. Beliau juga menterjemahkan beberapa kitab karangan Al-Ghazali seperti: Minhajul ‘abidin, sebagian dari kitab Ihya ‘ulumuddin, serta materi yang mnejadi bahan kajian mengkhususkan merujuk kitab Al-Ghazali.
KHR. Abdullah bin Nuh berpendapat bahwa materi pendidikan merujuk kepada sumber utama yakni Al-Qur’an dan Sunnah, ditambah pendapat para sahabat dan ulama-ulama salaf yang sejalan dengan al-Qur’an dan Hadits Nabi. Semua unsur-unsur pendidikan harus mendukung kepada pencapaian terhadap tujuan pendidikan yaitu sebagai wadah bertaqarrub kepada Allah SWT.
Cita-cita KHR. Abdullah bin Nuh yang sudah berjalan agar tetap dilanjutkan, dan cita-cita yang belum terlaksana dapat diwujudkan agar dapat memberikan maslahat untuk umat Islam. Mari kita dukung bersama untuk mewujudkannya, baik bantuan secara moril maupun materil sebagai bentuk perjuangan kita di jalan Allah SWT. Diantara cita-cita beliau yang belum tercapai adalah “Mempersatukan Umat Islam Seluruh Dunia.”[18]


DAFTAR PUSTAKA

Al-Syaibani. 1979.“Falsafah Pendidikan Islam.” Terjemahan Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang
Dahlan, Ahmad Zaini. “Riwayat Hidup KH Raden Abdullah Bin Nuh”.
__________________. 1987.al-Hijrah min Allah ila Alla”. Bogor: al-Ihya.
Engku, Iskandar. 2001. Disertasi Program Pscasarjana UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Nata, Abuddin. 2005.“Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.
Ramayulis. 2005.“Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia)”.Ciputat: Quantum Teaching
Shaleh, Khoirul. 1991. “Abdullah Bin Nuh Kifahuh wa Syi’ruh”. Bogor: al-Ihya.
Sulaiman, Fathiyah Hasan. “Konsep Pendidikan Al-Ghazali”, terjemahan oleh Ahmad Hakim.
Supiandi, Dudi. 2003.“Pemikiran KH Raden Abdullah Bin Nuh”. UIKA Bogor.
Suwito dan Fauzan. “Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan”. Bandung: Angkasa.
Tafsir, Ahmad. 2005.“Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam”. Bandung: Rosda Karya.





[1] Dudi Supiandi. “Pemikiran KH Raden Abdullah Bin Nuh”. 2003. UIKA Bogor: Tesis 0 hlm 01
[2] Ahmad Tafsir. “ilmu Pendidikan Perspektif Islam”. 2005. Bandung: Rosda Karya. hlm 46
[3] Suwito dan Fauzan. “Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan”. Bandung: Angkasa hlm 160
[4] Abuddin Nata. “Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”. 2005. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada. Hlm 178
[5] Dudi Supiandi. “Pemikiran KH Raden Abdullah Bin Nuh”. 2003. UIKA Bogor: Tesis 0 hlm 15
[6] Abuddin Nata. “Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”. 2005. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada. Hlm 179. Liat juga pada Ahmad Zaini Dahlan. “al-Hijrah min Allah ila Alla”. 1987. Bogor: al-Ihya hlm 3. Ada juga pada buku Khoirul Shaleh. “Abdullah Bin Nuh Kifahuh wa Syi’ruh”. 1991. Bogor: al-Ihya hlm 56.
[7] Buku Abuddin Nata. “Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”. 2005. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada. Penulis buku tersebut mengambil referensi dari hasil wawancara dengan Raden Hj. Siti Aminah binti Nuh. Wawancara dilakukan pada tanggal 19 Desember 1998, sebagaimana terdapat dalam Iskandar Engku, Disertasi Program Pscasarjana UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta tahun 2001 hlm 49
[8] Buku Abuddin Nata. “Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”. 2005. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada hlm 180 Penulis buku tersebut mengambil referensi dari hasil wawancara dengan KH. Drs. Muh. Husni Tamrin pada tahun 1999
[9] Ahmad Zaini Dahlan. Riwayat Hidup KH Raden Abdullah Bin Nuh. Hal 11
[10] Buku Abuddin Nata. “Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”. 2005. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada hlm 189
[11] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. 2005. Bandung: Rosdakarya hlm 46
[12] Abuddin Nata. “Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”. 2005. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada hlm 190
[13] Al-Syaibani. Falsafah Pendidikan Islam. Terjemahan Hasan Langgulung. 1979. Jakarta: Bulan Bintang hlm 475
[14] Fathiyah Hasan Sulaiman. “Konsep Pendidikan Al-Ghazali”, terjemahan oleh Ahmad Hakim, hlm 61
[15] Dudi Supiandi. “Pemikiran KH Raden Abdullah Bin Nuh”. 2003. UIKA Bogor: Tesis 0 hlm 92. Penulis mengukib dari hasil wawancaranya dengan beberapa murid KH Raden Abdullah bin Nuh yaitu KH Abdur Razi di Cianjur, KH Ahmad Zaini Dahlan di Bogor, KH Muhammad Husni Tamrin di Bogor. Wawancara ini dilakukan pada bulan Juli 2002.
[16] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. 2005. Bandung: Rosdakarya hlm 77
[17] DR. R amayulis. “Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia)”. 2005. Ciputat: Quantum Teaching hlm 9
[18] Dudi Supiandi. “Pemikiran KH Raden Abdullah Bin Nuh”. 2003. UIKA Bogor: Tesis 0 hlm 97
Categories: