Lesbian Dan Pengaruhnya Terhadap Ibadah dan Muamalah
Posted by Unknown on 21:34
Oleh : Dr. Ahmad Alim, Lc,M.A
Ketua Progam Kader Ulama PPMS Ulil Albaab UIKA Bogor
Akhir-akhir ini masalah lesbian telah menarik perhatian masyarakat
luas, baik dari kalangan
media,akademisi, pengamat politik, bahkan menjadi topik hangat dalam kampanye
Obama, Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasan ini telah menjadi semacam topic of the day yang
tercermin dalam diskusi atau seminar
forum-forum akademik intelektual, orasi ilmiyah, bahkan merambah sampai ke
hotel, kantor-kantor, atau tempat-tempat yang pada awalnya asing dengan segala hal yang berbau topik ini.
Ketua Progam Kader Ulama PPMS Ulil Albaab UIKA Bogor
Oleh karena itu penting kiranya, kita membahas topik ini dalam
persepektif hukum Islam dan ijtihad para ulama.
A.
Definisi
Lesbian
Istilah lesbian dalam Lisaanul ‘Arab disebut
اَلسَّحْقُ yang artinya ialah lembut dan yang halus,
kemudian kata ini berkembang
darinya istilah مُسَاحَقَةُ النِّسَاءِ yang berarti hubungan
badan yang dilakukan oleh dua orang wanita sebagaimana yang dilakukan oleh kaum
luth(gay).[1]
Sebagian ulama seperti Imam Alusy menyamakan antara sihaq(lesbi) dengan
perilaku kaum luth (gay), karena illah (alasan) perbuatannya sama, yaitu
penyimpangan seksual yang dilaknat oleh agama.[2]
Kedua perilaku menyimpang ini, baik lesbi dan gay sama-sama dikutuk
oleh Islam. Oleh karenanya Rasulullah telah memberikan peringatan kepada
umatnya agar menjauhi perbuatan ini. Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya yang paling
aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth”.(HR. Ibnu Majah :
2563). Dalam hadist yang lain, Ibnu Abbas meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw
bersabda : “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth,
(beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)”. (HR Nasa’i,No. 7337)
B.
Hukum
Lesbian
Ulama telah sepakat bahwa praktek lesbi adalah haram secara mutlak,
dan tidak ada khilaf diantara mereka dalam masalah ini, bahkan perbuatan ini
disebut sebagai zina perempuan(زِنَى
النِّسَاءِ).
Hal itu berdasarkan sabda Nabi salallahu alaihi wasallam,
"
السحاق زنى النساء بينهن ".
Praktek
lesbi adalah zina perempuan diantara mereka.[3]
Dalam
hadist yang lain, Nabi salallahu alaihi wasallam bersabda,
” إِذَا أَتَتِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَهُمَا زَانِيَتَانِ “
Apabila
seorang wanita mendatangi (menyetubuhi) seorang wanita maka keduanya berzina.[4]
Menyimpulkan hadist tersebut, Ibn Hajar menggolongkan perbuatan
lesbian ini sebagai bentuk penyimpangan fitrah manusia, dan pelakunya termasuk dalam kategori pelaku dosa-dosa besar yang mewajibkan baginya untuk
segera bertaubat kepada Allah.[5]
C.
Hukuman
Bagi Pelaku Lesbi
Ulama telah sepakat bahwa hukuman bagi pelaku sihaq (lesbi) adalah
ta’zir, dimana pemerintah yang memiliki wewenang untuk menentukan hukuman yang
paling tepat, sehingga bisa memberikan efek jera bagi pelaku perbuatan haram
ini. Ibn Qayyim berkata dalam Al-Jawab Al-Kafi sebagaimana berikut :
وَلَكِنْ
لاَ يَجِبُ الْحَدُّ بِذَلِكَ لِعَدَمِ الإِيْلاَجِ، وَإِنْ أُطْلِقَ عَلَيِهِمَا
اسْمُ الزِّنَا الْعَامُ
Akan
tetapi, tidaklah wajib padanya (yaitu dalam perbuatan lesbi) hukuman (bunuh)
karena tidak adanya ilajj walaupun disematkan kepada keduanya (yakni homo dan
lesbi) nama zina secara umum.[6]
Ibn
Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan :
وَإِنْ
تَدَالَكَتْ امْرَأَتَانِ، فَهُمَا زَانِيَتَانِ مَلْعُونَتَانِ; لِمَا رُوِيَ
عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: إذَا أَتَتْ الْمَرْأَةُ
الْمَرْأَةَ، فَهُمَا زَانِيَتَانِ. وَلا حَدَّ عَلَيْهِمَا لأَنَّهُ لا
يَتَضَمَّنُ إيلاجًا يعني الجماع. فَأَشْبَهَ الْمُبَاشَرَةَ دُونَ الْفَرْجِ،
وَعَلَيْهِمَا التَّعْزِيرُ. انتهى
Apabila dua perempuan saling bergesekan (lesbi), maka keduanya
adalah berzina yang dilaknat, karena telah diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa
beliau bersabda :” jika perempuan mendatangi perempuan, maka keduanya adalah
berzina”. Keduanya tidak dihadd, karena tidak adanya ilajj yaitu jimak. Maka
hal itu serupa dengan mubasyaroh ( مُبَاشَرَةٌ )tanpa farji dan keduanya harus dita’zir.[7]
Apabila hukuman ta’zir
tersebut tidak terlaksana di dunia, maka hukuman tersebut akan dilaksanakan di
Akhirat. Dalam hal ini Allah berfirman :
وَلَعَذَابُ
الآخِرَةِ أَشَقُّ
“Dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras.” (QS. Ar-Ra’d
[13]: 34)
D.
Pengaruh
Praktek Lesbian Terhadap Ibadah dan Muamalah
a.
Legalisasi
lesbian melalui media,buku,seminar, adalah merupakan bentuk kekufuran dan
pemurtadan, dan itu oleh Rasulullah salallahu alaihi wasallam disebut sebagai
“Duat Ila Abwabi Jahanam” (mengajak kepintu jahanam). Beliau bersabda:
قال رسول
الله : (دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ
جَهَنَّمَ, مَنْ أَطَاعَهُمْ قَذَفُوْهُ فِيْهَا)
Mereka itu, para
penyeru menuju pintu neraka jahanam, barangsiapa yang taat kepada mereka
niscaya mereka menjerumuskannya di dalamnya.[8]
b.
Pernikahan
lesbian termasuk dalam kategori nikah sejenis dan hukumnya batal, alias tidak
sah secara hukum Islam karena telah keluar dari Al-Maqasid Al-Syar’iyyah
Al-Kubra yaitu hifdz al-nasl (melestarikan keturunan).[9]
c.
Perilaku
lesbi dapat membatalkan wudhu. Imam Malik berkata :
لَمْسُ
امْرَأَةٍ لأِخْرَى بِشَهْوَةٍ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ، لأِنَّ كُلًّا مِنْهُمَا
تَلْتَذُّ بِالأْخْرَى
Menyentuh wanita sesama wanita jika diiringi dengan syahwat, maka
hal itu dapat membatalkan wudhu, karena keduanya saling merasakan kenikmatan
birahi.[10]
d.
Pelaku
lesbi ditolak kesaksiaannya di
pengadilan, karena termasuk wanita yang fasik. Sebagaimana yang telah maklum
bahwa syarat menjadi saksi adalah adil(al-‘adalah), sementara perilaku sihaq
(lesbi) mengeluarkan pelakunya dari sifat Al-‘adalah menuju kefasikan sehingga
persaksian tidak sah dengan sifat fasik yang melekat padanya.[11]
e.
Pelaku
sihaq (lesbi) dilarang memandang dan bergaul dengan wanita muslimah, sebagaimana laki-laki yang
memandang wanita yang bukan mahramnya, karena dikhawatirkan terjadinya fitnah.[12]
f.
Wajib
mandi. Yakni jika pelaku sihaq (lesbi) tersebut terjadi inzal (keluar mani)
maka baginya kewajiban untuk mandi hadast besar.[13]
g.
Membatalkan
puasa. Yakni praktek sihaq ini dapat membatalkan puasa jika terjadi
inzal(keluar mani), dan baginya wajib membayar kafarat puasa ramadhan.[14]
[2] - Alusy, Ruhul Ma’ani, Volume VIII, hlm. 172-173
[3] - Hadist ini dikeluarkan oleh Khathib Al-Baghdadi, Tarikh Baghdad,
Pustaka Dar Al-Sa’adah, Vol.IX,hlm.30
[4] - Ibn Qayyim,
Al-Jawab Al-Kafi, Dar Al-Ma’rifah,1997, hlm.177
[5]-Ibn Hajar,
Al-Zawajir A’n Iqtiraf Al-Kaba’ir, Mesir
: Al-Azhariyyah Al-Mishriyyah,1325H, Vol.2,hlm.119
[7] - Ibn Qudamah,Al-Mughni, Vol.10, hlm.162
[9] - Izz Al-Din Abd Al-Salam, Al-Qawaid Al-Kubra,Damaskus : Dar
AL-Qalam,hlm.15
[10] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.I,
hlm.99
[11] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.IV,
hlm.238
[12] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.V,
hlm.238
[13] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.I,
hlm.107
[14] - Ibn Abidin, Hasyiah Ibn Abidin,Dar Ihya’ Al-Turast Al-Arabi,Vol.2,
hlm.100
Categories: Artikel