IMPLEMENTASI EKONOMI SYARI’AH MENUJU ISLAM KAFFAH
Posted by Unknown on 11:05
Oleh : Drs. Agustianto, MA
Tapi sangat disayangkan, tidak
sedikit kaum muslimin yang telah terperosok kepada Islam persial ( separoh –
separoh ). Betul, dalam bidang ibadah, kematian dan akad perkawinan, umat Islam
mengikuti ajaran Islam, tapi dalam bidang dan aktivitas ekonomi, banyak sekali
umat Islam mengabaikan ajaran ekonomi syari’ah dan bergumul dengan sistem
ekonomi ribawi. Dana umat Islam, seperti ONH atau tabungannya, uang mesjid,
uang Perguruan Tinggi Islam, dana organisasi
Islam, uang perusahaan yang dimiliki kaum muslimin, dan dana masyarakat Islam
secara luas, te diputar dan dibisniskan secara ribawi melalui bank dan lembaga
keuangan yang bukan sesuai dengan prinsip syari’ah Islam.
Kebangkitan
Kembali Ekonomi Islam
Harus diakui, bahwa selama berabad-abad umat Islam cendrung mengabaikan
kajian ekonomi Islam. Pengajian agama di mesjid-mesjid, khutbah jum’at, bahkan
kampus kurang tertarik dengan kajian ekonomi Islam. Jurusan mu’amalah dan
ekonomi Islam baru muncul beberapa tahun belakangan. Akibatnya umat Islam
tertinggal dalam kajian dan praktek ekonomi di dunia bahkan di Indonesia
sendiri.
Baru tiga dasawarsa menjelang abad 21, muncul kesadaran baru umat Islam
untuk mengembangkan kembali kajian ekonomi syari’ah. Ajaran Islam tentang
ekonomi, kembali mendapat perhatian serius dan berkembang menjadi disiplin ilmu
yang berdiri sendiri. Pada era tersebut lahir dan muncul para ahli ekonomi
syariah yang handal dan memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang
mu’amalah. Sebagai realisasi dari ekonomi syariah, maka sejak tahun 1975
didirikanlah Internasional Development Bank ( IDB ) di Jeddah. Setelah itu, di
berbagai negara, baik negeri- negeri muslim maupun bukan, berkembang pula
lembaga – lembaga keuangan syariah.
Sekarang di dunia telah berkembang lebih dari 400an lembaga keuangan dan
perbankan yang tersebar di 75 Negara, baik di Eropa, Amerika, Timur Tengah
maupun kawasan Asia lainnya. Perkembangan aset – aset bank mencatat jumlah
fantastis 15 % setahun. Kinerja bank –
bank Islam cukup tangguh dengan hasil keuntungannya di atas perbankan
konvensional. Salah satu bank terbesar di AS, City Bank telah membuka unit
syariah dan menurut laporan keuangan terakhir pendapatan terbesar City Bank
berasal dari unit syariah. Demikian pula ABN Amro yang terpusat di Belanda dan
merupakan bank terbesar di Eropa dan HSBC yanag berpusat di Hongkong serta ANZ
Australia, lembaga-lembaga tsb telah membuka unit-unit syariah.
Dalam bentuk kajian akademis, banyak Perguruan Tinggi di Barat dan di Timur
Tengah yang mengembangkan kajian ekonomi Islam,di antaranya, Universitas Loughborough Universitas
Wales, Universitas Lampeter di Inggris. yang semuanya juga di Inggeris. Demikian
pula Harvard School of Law, (AS),
Universitas Durhem, Universitas Wonglongong Australia, serta lembaga populer di
Amerika Serikat, antara lain Islamic
Society of north America (ISNA). Kini
Harvard University sebagai universitas paling terkemuka di dunia, setiap
tahun menyelenggrakan Harvard University
Forum yang membahas tentang ekonomi Islam.
Bank Syariah
di Indonesia
Di Indonesia, bank Islam baru
hadir pada tahun 1992, yaitu Bank Muamalat Indonesia. Sampai tahun 1998, Bank
Mualamat masih menjadi pemain tunggal dalam belantika perbankan syari’ah di Indonesia, ditambah 78 BPR
Syari’ah. Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang membuat bank-bank
konvensional yang saat itu berjumlah 240 mengalami negative spread yang
berakibat pada likuidas, kecuali babk Islam.
Pada November 1997,
16 bank ditutup (dilikuidasi), berikutnya 38 bank, Selanjutnya 55 buah bank
masuk kategori BTO dalam pengawasan BPPN. Tetapi kondisi itu berbeda dengan
perbankan syari`ah. Hal ini disebabkan karena bank syari`ah tidak dibebani
membayar bunga simpanan nasabah. Bank syari`ah hanya membayar bagi hasil yang
jumlahnya sesuai dengan tingkat keuntungan perbankan syari`ah. Dengan sistem
bagi hasil tersebut, maka jelas bank-bank syari`ah selamat dari negative
spread.
Sedangkan bank-bank
yang lain bisa selamat karena bantuan pemerintah (BLBI) 700an triliun rupiah
yang sampai hari ini bermasalah. Kalau tidak ada BLBI dan rekapitalisasi,
berupa suntikan obligasi dari
pemerintah, niscaya semua bank tewas dilikuidasi.
Pada masa krisis moneter
berlangsung, hampir seluruh bank melakukan kebijakan uang ketat. Kucuran
kredit dihentikan, karena cuaca perekonomian yang tak kondusif, di mana suku
bunga yang tinggi pasti menyulitkan nasabah untuk membayar bunganya. Berbeda
dengan bank konvensional yang mengetatkan kucuran kredit, bank syari`ah malah
sebaliknya, yaitu dengan mengekstensifkan kucuran pembiyaannya, baik kepada
pegusaha kecil maupun menengah. Hal ini terbukti, di masa krisis yang lalu di
mana sampai akhir 1998, ketika krisis tengah melanda, bank Muamalat menyalurkan
pembiayaan Rp 392 milyard. Dan sampai akhir 1999 ketika krisis masih juga
berlangsung bank Muamalat meningkatkan pembiayaannya mencapai Rp 527 milyard,
dengan tingkat kemacetan 0% (non ferforming loan). Pada saat itu malah
CAR Bank Muamalat sempat mencapai 16,5%, jauh di atas CAR minimal yang
ditetapkan BI (hanya 4%).
Oleh karena itulah pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang No 10/1998. Dalam Undang-Undang ini diatur dengan
rinci landasan hukum, serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank syari`ah. Undang-Undang tersebut juga memberikan
arahan bagi bank-bank konvensional untuk konversi kepada sistem syari`ah, baik
dengan cara membuka cabang syari`ah ataupun konversi secara total ke sistem
syari`ah.
Peluang itu ternyata disambut antusias oleh kalangan perbankan
konvensional. Beberapa bank yang
konversi dan akan membuka cabang syari`ah antara lain bank Syariah Mandiri, Bank IFI Syari’ah, Bank
BNI Syariah, BRI Syari’ah, Bank DKI Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, Bank BTN
Syari’ah, Bank Niaga Syari’ah, dll. Kini telah berkembang 19 Bank Syariah, 25
Asuransi Syari’ah, Pasar Modal syari’ah, Pegadaian Syari’ah dan lebih 3200 BMT
(Koperasi Syariah), dan Ahad – Net Internasional yang bergerak di bidang sektor
riel.
Kalau pada masa lalu, sebelum
hadirnya lembaga–lembaga keuangan syariah, umat Islam secara darurat
berhubungan dengan lembaga keuangan ribawi, tetapi pada masa kini, di mana
lembaga keuangan syariah telah berkembang, maka alasan darurat tidak ada lagi.
Ini artinya, dana umat Islam harus masuk ke lembaga – lembaga keuangan syariah
yang bebas riba..
Manfaat
Mengamalkan Ekonomi Syari’ah
Mengamalkan ekonomi syariah jelas mendatangkan manfaat yang besar bagi umat
Islam itu sendiri, Pertama, mewujudkan integritas seorang muslim yang
kaffah, sehingga Islamnya tidak lagi persial. Bila umat Islam masih bergelut
dan mengamalkan ekonomi ribawi, berarti keIslamannya belum kaffah, sebab ajaran
ekonomi syariah diabaikannya. Kedua, menerapkan dan mengamalkan ekonomi
syariah melalui bank syariah, asuransi syari’ah, reksadana syari’ah, pegadaian
syari’ah, atau BMT, mendapatkan
keuntungan duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa keuntungan bagi
hasil, keuntungan ukhrawi adalah terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan.
Selain itu seorang muslim yang mengamalkan ekonomi syariah, mendapatkan pahala,
karena telah mengamalkan ajaran Islam dan meninggalkan ribawi. Ketiga, praktek
ekonominya berdasarkan syariah Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan
syari’ah Allah Swt.. Keempat, mengamalkan ekonomi syariah melalui
lembaga bank syariah, Asuransi atau BMT, berarti mendukung kemajuan lembaga
ekonomi umat Islam sendiri. Kelima, mengamalkan ekonomi syariah dengan
membuka tabungan, deposito atau menjadi nasabah Asuransi Syari’ah, berarti
mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat Islam itu sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan syariah
itu dapat digunakan umat Islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum
muslimin. Keenam, mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar
ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh
dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek –proyek halal. Bank syariah tidak
akan mau membiayai usaha-usaha haram, seperti pabrik minuman keras, usaha
perjudian, usaha narkoba, hotel yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat
hiburan yang bernuansa munkar, seperti diskotik, dan sebagainya.
Penutup
Dengan hadirnya
lembaga- lembaga keauangan syariah, seperti perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, Baitul Mal wat Tamwil
(BMT), Reksadana Syari’ah, pasar modal
syari’ah, pegadaian syari’ah,dll, maka menjadi keharusan bagi umat
Islam, untuk hujrah dari sistem ekonomi konvensional kepada sistem ekonomi
syariah dalam rangka menuju Islam yang kaffah. (Penulis adalah Sekjen
DPP IAEI dan Dosen Fiqih Muamalah Ekonomi Pascasarjana PSTTI Universitas
Indonesia Jakarta, Dosen Pascasarjana Islamic Economics and Finance
Univ.TRISAKTI dan Pascasarjana Bisnis dan Keuangan Islam Universitas PARAMADINA)
Categories: Artikel