KEDUDUKAN AKAL

Posted by Unknown on 17:46
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Alhamdulillah segala puji kepada Allah swt yang telah memberikan akal kepada manusia sehingga membedakannya dari hewan yang tidak berakal, shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam yang menyerukan keimanan dan kebaikan kepada seluruh manusia.
Al quran adalah mukjizat Islam, dan tidaklah al quran membuat kemajuan ilmu kecuali semakin dalam. Allah swt menurunkan nya kepada Rasulullah saw untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya serta memberi hidayah kepada jalan yang lurus, maka Rasulullah pun menyampaikannya kepada para shahabat dan mereka adalah arab asli[1]. Yang mana pada saat itu tidak memiliki pedoman hidup, hanya mengikuti dan meniru dari apa yang diketahui oleh pendahulu mereka tanpa mengetahui asal nya dan menjadikan hal-hal tersebut sebuah kebudayaan yang dipegang erat oleh mereka. Meski pendahulu mereka adalah orang yang paling bodoh dan paling sesat, dan ini adalah syubhat belaka untuk menolak kebenaran.[2]
Keadaan ini sebagaimana telah Allah subhanahu wa ta’ala kabarkan dalam al-quran:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُون [البقرة : 170]
Yang artinya: dan ketika dikatakan kepada mereka ikutilah apa yang telah Allah turunkan mereka berkata: (Tidak!) kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami padahal nenek moyang mereka tidak mengetahui (berakal) apapun dan tidak mendapat petunjuk. (Q.S al-Baqoroh: 170.)
بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ  [الزخرف : 22]
Yang artinya: Bahkan mereka berkata sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami telah berada pada suatu agama dan kami mengikuti jejak mereka. (Q.S az-Zukhruf: 22)
Sehingga keadaan ini membatasi ruang pikir bagi akal karena hanya mengikuti tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sungguh pada keadaan yang demikian sangat merusak dan tidak menghargai akal dan fungsinya, padahal akal memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam karena dengan akal maka terselamatlah diri daripada mengikuti hawa nafsu yang sentiasa menyuruh untuk melakukan keburukan. Dan setiapperbuatanburukadalah yang akanmembawamanusiakeNerakaJahannam, Allah berfirman :
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ [الملك : 10]
Yang artinya: Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) nescaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".(Q.S. Al-Mulk: 10)
Seandainya para penghuni neraka memanfaatkan akal mereka dan mendengarkan apa yang Allah swt berikan dari kebenaran maka mereka tidak akan berada dalam kekufuran[3]. Akal yang dimanfaatkan dengan baikmampumemeliharamanusiadariapineraka.Islam adalah agama yang sangatmemperhatikanperan danfungsiakalsecara optimal. Syarat untuk seseorang yang sah mendapat beban taklif atau sebuah hukum yaitu mampu memahami (dengan perantara atau tidak) sebuahkhithab taklif yang tertuju kepadanya, dan memiliki gambaran tentangnya untuk kemudian dilaksanakannya. Kemampuan untuk memahami khitab taklif  tersebut tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan akal[4]. Sehingga akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan beban taklif atau sebuah hukum. Jika seseorang kehilangan akal maka hukum-pun tidak berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang yang tidak terkena beban apapun.
Di dalam Islam, dalam menggunakan akal mestilah mengikuti kaidah-kaidah yang ditentukan oleh wahyu supaya akal tidak melewati batas, supaya akal tidak digiring oleh kepentingan, sehingga tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, sehingga tidak menjadikan musuh sebagai kawan dan kawan pula sebagai musuh.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ [آل عمران : 118]
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (kerana) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari pada mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya (dengan menggunakan akalmu)(Q.S. Ali ‘Imran :118)

B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana konsep akal dalam al-quran dan sunnah?
2.      Bagaimana implementasi konsep akal dalam alquran dan sunnah dalam pendidikan?





BAB II
KAJIAN TEORITIS
1.      Akal
Akal berasal dari bahasa arab yang berarti menahan dan mengekang[5], adapun dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti daya pikir, jalan atau cara melakukan sesuatu[6]. Yang berarti bahwa akal adalah sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam kesalahan atau dosa. Orang yang berakal adalah orang yang mampu mengikat atau mengendalikan hawa nafsunya. Kemampuan seseorang untuk mengikat hawa nafsu, akan menempatkan hawa nafsu pada posisi yang serendah-rendahnya, sehingga hawa nafsu tidak dapat menguasai dirinya, ia akan mampu memahami wahyu sebagai kebenaran. Orang yang tidak mampu menawan hawa nafsunya tidak akan mampu mengendalikan dirinya.
Adapun pengertian akal sendiri diungkapkan oleh para ulama diantaranya: Ibnu Taimiyah yang berkata: “Kata akal, menahan, mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan dari kata melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada jisim yang nampak untuk akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal dengan ilmu.”
Sedangkan menurut Syaikh Al Albani “Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah yaitu sesuatu yang mengekang dari mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.”[7]

2.      Al quran dan as sunnah
Al-quran dan sunnah adalah dua hal utama yang menjadi sumber hukum dalam Islam, dari kedua hal inilah segala hukum Islam berawal. Karena Al-quran adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara jibril yang mana membaca nya adalah suatu ibadah[8], Allah SWT berfirman:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ [التوبة : 6]
Yang artinya: dan jika diantara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu maka lindungilah sampai ia mendengar firman Allah (Q.S. At-Taubah: 6)
Imam Ibnu katsir berkata dalam kitab tafsirnya maksud dari “Kalamullah” adalah Al-quran[9]
Sedangkan as-sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik itu berupa perkataan, perbuatan atau ketentuan dari Rasulullah SAW[10]. Dan sudah menjadi kewjiban bagi seluruh muslim untuk percaya dan melaksanakan apa yang berasal dari Rasulullah SAW
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ [الحشر : 7]
Yang artinya: dan apa yang di berikan Rasul kepada kalian maka ambillah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya (Q.S. Al-Hasyr: 7)
Maka ketika terdapat sesuatu yang di muliakan dalam al-quran dan as-sunnah, sudah pasti bahwa hal tersebut adalah hal yang mulia tanpa ada sedikit pun keraguan. Dan jika terdapat hal yang di hinakan dalam al-quran dan as-sunnah, maka pastilah hal tersebut adalah hal yang hina.


BAB III
KAJIAN TAFSIR
Islam sungguh amat sangat memuliakan akal dan menjadikannya sesuatu yang bisa mengangkat derajat seseorang hal ini bisa kita lihat dari bagaimana Allah SWT mengkhususkan orang-orang yang berilmu atau menggunakan akalnya dengan sebagaimana mestinya.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ [الأنبياء : 7]
Yang artinya: maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui (Q.S. Al-Anbiya: 7)
Dari ayat ini kita mengetahui bahwasanya Allah SWT memberikan suatu kedudukan tersendiri bagi para ulama yang menggunakan akal nya dengan baik dan benar sebagai tempat rujukan bagi yang lainnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ [النساء : 59]
Yang artinya: wahai orang-orang yang beriman taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada rasul serta Ulil amri dari kalian. (Q.S. An-Nisaa: 59).
Beberapa ulama diantaranya: Jabir bin ‘Abdullah, Mujahid, Malik, dan Adh-Dhohak mentafsirkan ‘ulil amri’ dalam ayat ini adalah ahlul quran dan ilmu, para faqih dan ulama.[11]Dari ayat ini kita mengetahui bagaimana Allah memuliakan seseorang yang berilmu dengan menjadikannya seseorang yang layak untuk ditaati. Begitulah kiranya diterangkan dalam al-quran bagaimana akal dapat mengangkat derajat seseorang apabila ia digunakan sebagaimana mestinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan dalam sunnahnya tentang bagaimana akal yang baik bisa mengangkat dan memuliakan seseorang di hadapan Allah ‘azza wa jalla.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ. رواه لبخاري
Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan Allah jadikan ia seorang faqih (‘alim) HR. Al-Bukhari.
Meski sekilas, bila membaca arti hadits ini kita memahami bahwa Allah akan menjadikan seseorang yang ia kehendaki baginya kebaikan menjadi seorang faqih meski tanpa usaha.
Ibnu hajar mengatakan dalam menjelaskan hadits ini bahwa ini menetapkan kebaikan bagi seseorang yang mempelajari agama[12]. Di terangkan juga dalam as-sunnah betapa akal menjadi suatu ukuran bagi manusia untuk diberikan kepadanya suatu tanggungan atau taklif.
أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَشُبَّ وَعَنْ الْمَعْتُوْهِ حَتَّى يَعْقِلَ. رواه الترمذي.
Rasulullah SAW bersabda: suatu kewajiban itu terangkat dari tiga orang yaitu seorang yang sedang tidur hingga ia terbangun, seorang bayi hingga ia dewasa, dan dari orang yang hilang akal nya hingga ia berakal. HR. At-Tirmidzi.
Jelas hadits ini menerangkan betapa pentingnya kedudukan akal karena alasan dari diangkatnya suatu kewajiban dari ketiga orang yang di maksud dalam hadits diatas adalah tidak adanya akal dari ketiga orang tersebut.
Peran Al-Quran dalam mendidik akal.
Sesungguhnya Islam amat memperhatikan akal agar senantiasa sesuai dengan fitrah yang diciptakan oleh Allah SWT dan juga selalu mengawasi serta menolongnya. Maka Islam adalah agama yang menghargai akal juga pemikiran, aqidah nya meletakkan akal bersama teks-teks wahyu sebagai landasan utama dalam membangun sisi keimanan yang tidak bertentangan diantara keduanya. Karena keduanya adalah pemberian dari Allah SWT sehingga tidak mungkin bertentangan.
Sebagaimana bila kita perhatikan dalam ayat Al-Quran akan banyak kita temukan ayat-ayat yang menyeru kepada akal agar berfikir, sehingga akal terus terdidik agar menjadi tajam dan berjalan sesuai dengan fitrah yang Allah SWT ciptakan. Berikut ini beberapa contoh dari ayat Al-Quran yang mengarah kepada akal dengan tujuan mengarahkannya untuk memperhatikan dan berpikir dalam hakikat keberadaan Allah SWT dan sifat Nya.
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ (10) يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالْأَعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (11) وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومُ مُسَخَّرَاتٌ بِأَمْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ [النحل : 10 - 12]
Yang artinya: Dialah yang menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya menyuburkan tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu(10). Dengan air hujan itu Dia menumbuhkan untuk kamu tanaman-tanaman zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahannya sungguh yang demikian itu benar-benar terdapat tenda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang berfikir(11) dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu, dan bintang-bintang dikendalkan dengan perintahNya. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang berakal. (Q.S. An-Nahl: 10-12)
Dalam ayat ini terdapat suatu pendidikan bagi akal manusia untuk melihat dan mentadabburi alam mulai dari hujan, tumbuhan dan buah-buahan, begitu juga pergantian siang dan malam, pergerakan bulan dan bintang bahwa betapa hebat nya semua peristiwa ini hal-hal ini tidaklah dapat diketahui kecuali dengan menggunakan akal untuk berpikir. Semua ini adalah tanda kebesaran Allah SWT bagi orang-orang untuk berfikir. Dalam ayat lain kita juga bisa melihat bagaimana Al-Quran mendidik akal untuk berpikir
أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا [ق : 6]
Yang artinya: apakah mereka tidak melihat ke langit yang berada diatas mereka, bagaimana kami membangunnya (Q.S. Qaaf: 6)
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ [الغاشية : 17 ، 18]
Yang artinya: apakah mereka tidak melihat kepada onta bagaimana diciptakan dan kepada langit bagaimana terangkat (Q.S. Al-Ghaasiyah: 17-18).

Kedudukan akal terhadap Al-quran dan As-Sunnah
Begitu perhatiannya Allah SWT terhadap akal dibuktikan dengan banyaknya ayat yang tertuju kepada akal untuk berfikir dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan kemuliaannya. Tetapi meski demikian bukan berarti akal menjadi segalanya dan ia menempati posisi paling atas. Penggunaan akal dalam berpikir tidak boleh menjadi sebebas bebasnya tanpa pedoman, justru akal semestinya mengikuti Al-quran dan sunnah dalam berfikir.Sebagai contoh dalam surat Al-Ghaasiyah ayat 17-18 ketika Allah SWT memerintahkan untuk berfikir tentang penciptaan onta dan langit, hal ini adalah untuk mengarahkan akal untuk berpikir tentang siapa pencipta semua ini dan mengetahui serta menambah keyakinan terhadap Allah SWT.
Tanpa diragukan lagi bahwa akal memiliki kelemahan dan tidaklah sempurna, maka dari itu ada beberapa hal yang tidak akan pernah bisa di pikirkan oleh akal
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي [الأعراف : 187]
Yang artinya: mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang kiamat kapan terjadi, katakanlah sesungguhnya pengetahuan tentangnya ada pada Tuhanku. (Q.S. Al-‘Araf: 187)
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلً [الإسراء : 85]
Yang artinya: dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh katakanlah ruh itu termasuk urusan Tuhanku sedangkan kamu hanya di berikan pengetahuan sedikit (Q.S. Al-Isra: 85)
Ayat ini diturunkan ketika ada sekelompok orang-orang yahudi yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ruh dengan maksud hanya untuk menguji saja, kemudian diturunkanlah ayat ini sebagai jawaban atas pertanyaan mereka. Dan sekaligus juga menjelaskan bahwa ilmu yang diperoleh oleh manusia hanyalah sedikit saja seperti tetesan dari lautan sehingga tidak bisa menjangkau semua perkara yang salah satunya adalah ruh, yang mana ia adalah perkara yang hanya diketahui Allah SWT saja.[13]
Dari ayat di atas dapat dipahami betapa terbatas nya akal manusia sehingga banyak hal yang belum dapat dipahami secara baik, oleh karena itu hendak nya manusia tidak menjadi sombong karena akal nya yang terbatas melainkan menjalankan fungsi akal sesuai dengan petunjuk Al-quran dan as-sunnah. Ada banyak hal yang akal tidak mampu untuk mempertimbangkan apakah hal itu baik atau buruk bagi manusia
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ [البقرة : 216]
Yang artinya: dan boleh jadi kalian membenci sesuatu sedangkan itu baik bagi kalian dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu sedangkan itu buruk bagi kalian. Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui (Q.S. Al-Baqoroh: 216)
Dalam menjalankan fungsi akal untuk berpikir kita tetap harus berlandaskan kepada tauhid yang benar dan berhati-hati agar akal tidak mengarah kepada sesuatu yang sesat.
عَنْ عَلِىٍّ - رضى الله عنه - قَالَ لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ. رواه أبو داود.
Dari ‘Ali bin abi thalib radliyallahu ‘anhuberkata kalau saja perkara agama berdasarkan akal niscaya bagian bawah dari khuf  yang lebih pantas untuk di basuh dari pada bagian atasnya. Dan aku benar-benar melihat Rasulullah SAW membasuh bagian atas dari khuf  HR. Abu Daud
Meski akal memiliki fungsi dan peran yang penting dalam Islam, tetapi kepercayaan dan kepatuhan terhadap perintah Allah dan Rasul Nya tetaplah yang menjadi landasan pertama dalam Islam.



BAB IV
KAJIAN IMPLEMENTASI
Al-Quran dan as-sunnah adalah dua pedoman dasar bagi orang-orang yang beriman, maka dari keduanya lah segalanya berawal. Adapun keterkaitan pembahasan kedudukan akal dalam Al-quran dan as-sunnah dengan pendidikan banyak sekali diantaranya adalah sebagai berikut:
-          Pendidikan hendaknya bertujuan untuk mendidik peserta didik memiliki fitrah alaminya sebagai manusia yang memiliki akal yang baik sehingga ia menjadi manusia yang mulia. Sebagaimanaal-Quran dan as-sunnah memuliakan akal dengan menjadikannya sesuatu yang bisa mengangkat derajat manusia.
-          Metode dalam Al-quran dalam mendidik akal manusia adalah dengan mengajak akal untuk berpikir dengan terarah. Hal ini sangat penting sekali dalam pendidikan di mana masih banyak dari para pendidik yang memberikan hal-hal yang instan kepada peserta didik sehingga tidak memberikan ruang bagi akal nya untuk berlatih berpikir, ataupun sebaliknya para pendidik yang hanya menyuruh peserta didik untuk berpikir untuk mencari suatu perkara tanpa arahan yang baik sehingga peserta didik pun menjadi terlalu bebas dan tidak terarah.







BAB V
KESIMPULAN
1.      Akal memiliki kemuliaan dalam Al-Quran dan as-sunnah dengan menjadikannya sesuatu yang bisa mengangkat derajat manusia, dan juga menjadikan akal tolak ukur dalam Islam untuk memberika suatu kewajiban bagi seseorang serta menjadikannya sesuatu yang bisa mendatangkan kebaikan dari Allah SWT.
2.      Al-Quran memiliki peran yang penting dalam mendidik akal karena banyak sekali ayat dalam al-quran yang tertuju kepada akal agar berpikir dengan memberikan arahan agar tidak meyelisihi kebenaran yaitu dengan mengarahkan nya kepada keimanan.
3.      Kedudukan akal terhadap al-quran dan as-sunnah tidak melebihi batasnya karena akal manusia itu lemah dan memiliki batasan, sehingga akal harus menjadikan al-quran dan as-sunnah landasan dalam proses berpikir dan jangan sampai menyelisihi keduanya.








DAFTAR PUSTAKA

As-sijistany, Abu daud sulaiman al-asy’ats, Sunan abu daud, Daar al-kutub Beirut.
Al-atsqolany, Ibnu hajar,Fathul baari, Daar al-ma’rifah, Beirut.
Al-qurtubi, syamsuddin,Al-jami’ li ahkaam al-quran, maktabah syameela.
Ismail,Muhammad bin,Shahih al-bukhari, Daar ibnu katsir, Beirut.
‘Isa,Muhammad bin, Al-jaami’ ash-shohih sunan at-tirmidzi, Daar ihya at-turats al-‘araby Beirut.
Katsir, Ismail bin ‘umar bin, 1999, Tafsir al-quran al-‘adzhim, Daar ath-thayyibah.
Mandzhur, Ibnul, Lisaanul ‘arob, Daarul ma’arif, kairo.
Qotthon,Manna’, 2000, Mabahits fii ‘uluumil quran, Al-ma’arif .
Qotthon, Manna’, 2007,Mabahits fii ‘ulumil hadits, Wahbah.
Zaydan, Abdul karim, Al wajiiz fii ushul fiqh, Nasyr ihsan.
KBBI online, http://kbbi.web.id/akal.
http://duniabaca.com/pengertian-akal-menurut-al-quran.html#sthash.XsNslkEf.dpuf.


[1]Manna’ al qathan, mabahits fi ulumil quran, maktabah al ma’arif, 2000, hal:5
[2]As sa’diy, taysiir al karim ar rahman fii kalaami al mannan, muassasah ar risalah, 2000, hal: 81.
[3]Lihat: Ibn katsir, tafsir al quran al adzhim, daar thayyibah, 1999, jilid 8 hal: 178.
[4]Abdul karim zaydan, al wajiiz fii ushul fiqh, nasyr ihsan, hal: 87.
[5]Ibnul mandzhur, Lisaanul ‘arob, daarul ma’arif, kairo, jilid 4 hal: 3046.
[6]KBBI online, http://kbbi.web.id/akal.
[7]Lihat: http://duniabaca.com/pengertian-akal-menurut-al-quran.html#sthash.XsNslkEf.dpuf
[8]Mabahits fii ‘uluumil quran, Manna’ qotthon, penerbit al-ma’arif tahun 2000, hal 17.
[9]Tafsir al-quran al-‘adzhim, Ismail bin ‘umar bin katsir, penerbit daar ath-thayyibah tahun 1999, 8 jilid, jilid ke: 4 hal: 113.
[10]Mabahits fii ‘uluuil hadits, Manna’ qotthon, penerbit wahbah tahun 2007, hal: 7.
[11]Al-jami’ li ahkaam al-quran, syamsuddin al-qurtubi, hal: 249.
[12]Fathul baari, Ibnu hajar al-atsqolany, penerbit daar al-ma’rifah beirut  13 jilid, jilid: 1 hal: 164.
[13]Tafsir al-quran al-‘adzhim, Ismail bin ‘umar bin katsir jilid:5 hal:116.
Categories: