PEMIKIRAN PENDIDIKAN A. HASAN

Posted by Unknown on 21:27
Oleh: Imanuddin Kamil, Lc
I.       PENDAHULUAN
Dalam makalah yang sederhana ini, penulis mencoba menelusuri pemikiran seorang tokoh yang terkenal gigih dan bersemangat memurnikan ajaran Islam sesuai Al-Qur'an dan Sunnah. Posisi dan perannya sangat menonjol dalam perkembangan Islam nusantara pada paruh pertama abad 20 yang merupakan zaman pergolakan pemikiran. Lewat tulisannya yang tajam dan tegas di berbagai risalah, buku, dan majalah, sang tokoh ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam gerakan pembaruan Islam di Indonesia.
Ulama besar yang dikenal dengan Ahmad Hassan Bandung (ketika masih bermukim di Bandung) atau Ahmad Hassan Bangil (sejak bermukim di Bangil) ini telah menorehkan sejarah baru dalam gerakan pemurnian ajaran Islam di Indonesia dengan ketegasan, keberanian, dan kegigihannya menegakkan Al-Quran dan sunnah secara konsekuen. Terkadang, orang menganggap pemikirannya terlalu radikal.

Dalam kaitannya dengan pemikiran pendidikan sang tokoh, keulamaan dan kepakarannya dalam bidang agama tentu tidak serta merta menghantarkannya menjadi tokoh pendidikan. Perlu kajian dan penelitian lebih mendalam untuk mencoba mengungkapnya. Apa lagi sang tokoh tidak meninggalkan ‘warisan’ yang khusus memuat concern sang tokoh dan ide-idenya tentang pendidikan. Referensi ‘warisan’ sang tokoh tersebut boleh dibilang ‘minim’ jika dibandingkan produktifitas menulisnya membuahkan karya. Menurut catatan Wikipedia karyanya hampir mencapai 70-an buku, namun hanya satu dua buku yang bisa ditelusuri dan diketahui alur dan corak pemikirannya tentang pendidikan. Di antara buku-buku tersebut adalah; Kesopanan Tinggi, Hai Putraku, Hai Putriku dan Hai Cucuku.
Selain itu, tentu kiprahnya membangun Pesantren Bangil (yang saat ini dipimpin oleh cucunya) bisa menjadi bahan referensi untuk menelusuri lebih jauh terkait ide dan pemikirannya tentang pendidikan. Dan last but not least, tokoh-tokoh ulama besar hasil didikannya seperti, Mohammad Natsir, KHM. Isa Anshori, KHE. Abdurrahman, dan KH. Rusyad Nurdin, sedikit banyak juga bisa menguak mindstream pendidikan sang tokoh ini.
II.    PEMBAHASAN
A.    Biografi A. Hassan
A Hassan lahir pada tahun 1887 di Singapura dengan nama kecilnya Hassan Bin Ahmad. Ayahnya bernama Ahmad seorang pedagang, pengarang dan wartawan terkenal di Singapura. Ia menjadi pemimpin redaksi surat kabar “Nurul Islam” yang terbit di Singapura. Sedangkan ibunya, Hajjah Muznah berasal dari Palekat, Madras India dan mempunyai asal-usul dari Mesir, tetapi lahir di Surabaya. Ahmad menikahi Muznah di Surabaya ketika ia berdagang di kota tersebut, kemudian mereka menetap di Singapura.[1]
Ahmad Hassan merupakan nama yang dipengaruhi oleh budaya Singapura. Nama aslinya adalah Hassan bin Ahmad, namun karena mengikuti kelaziman budaya Melayu yang meletakkan nama keluarga atau orang tua di depan nama asli, akhirnya nama Hassan bin Ahmad berubah menjadi Ahmad Hassan, dan selanjutnya lebih dikenal dengan A. Hassan.[2]Dalam lingkungan perniagaan dan kewartawanan ayahnya itulah A Hassan dilahirkan dan dibesarkan. Sebagai anak laki-laki, sang ayah berharap apabila besar nanti A Hassan menjadi seorang penulis seperti dirinya. Untuk itu, dia berusaha memberi pendidikan yang terbaik kepada A Hassan.
Suatu keistimewaan yang dianugerahkan Allah SWT. kepada Hassan, dalam usia 7 tahun, dia sudah mempelajari Al-Quran dan dasar-dasar pengetahuan agama. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, kedua pelajaran ini dapat diselesaikannya dalam tempo dua tahun.[3]
Selepas itu, Hassan masuk sekolah Melayu selama 4 tahun dan mempelajari bahasa Arab, bahasa Melayu, bahasa Tamil dan bahasa Inggris. Hassan tidak sempat menamatkan sekolah dasarnya di Singapura, tetapi dia sudah mulai bekerja pada usia 12 tahun. Dia bekerja di sebuah kedai kepunyaan iparnya Sulaiman.[4]
Hassan mempelajari ilmu nahwu dan sharaf pada Muhammad Thaib, seorang guru terkenal di Minto Road atau juga terkenal di Kampung Rokoh. Demi semangat dan cintanya kepada ilmu, Hassan menerima persyaratan dari gurunya, yakni datang belajar pagi sebelum subuh dan tidak boleh naik kenderaan ketika datang mengaji.[5]
Setelah beberapa lama belajar Nahwu-sharaf, lalu Hassan memperdalam bahasa Arab kepada Said Abdullah Al-Munawi Al-Manusili selama beberapa tahun. Di samping itu, Hassan juga memperdalam agama dengan Abdul Lathif (guru yang terkenal di Melaka dan Singapura), Haji Hassan (Syeikh dari Malabar) dan Syeikh Ibrahim India.Semua proses belajar seperti ini ditekuni oleh Hassan dengan penuh dedikasi hingga tahun 1910 ketika Hassan berusia 23 tahun.[6]
Walaupun pada masa ini A. Hassan belum memiliki pengetahuan yang luas tentang tafsir, fiqh, fara‘id, manthiq, dan ilmu-ilmu lainnya, namun dengan ilmu alat yang ia miliki itulah yang kemudian mengantarkannya memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap agama secara otodidak.[7]
Meskipun ketekunannya dalam menuntut ilmu begitu tinggi, di luar waktu belajar, Hassan juga mempunyai keterampilannya tersendiri mengasah bakat dalam bidang bertenun dan pertukangan kayu. Dia juga sempat membantu ayahnya di percetakan, menjadi pelayan di kedai perniagaan permata, minyak wangi, dan sebagainya malah pernah bekerja di Jeddah Pilgrim’s Office, sebuah pejabat urusan jemaah haji.[8]
Setelah menyelesaikan proses belajar hingga tahun 1910, Hassan mula mengabdikan diri sebagai guru di Madrasah untuk orang-orang India dan di beberapa tempat, di antaranya di Arab Street, Baghdad Street dan Geylang di Singapura.[9]
Keinginan ayahnya untuk melihat Hassan menjadi penulis mulai menampakkan hasilnya ketika Hassan mulai menunjukkan kecenderungannya ke bidang tersebut dalam usia masih muda. Pada tahun 1912-1913, dia membantu Utusan Melayu yang diterbitkan di Singapura pimpinan Inche Hamid dan Sa’dullah Khan. Hassan banyak menulis tentang agama yang berupa nasihat, anjuran berbuat baik dan mencegah kejahatan. Ia juga menyoroti berbagai persoalan yang berkembang dalam bentuk ‘syair’. Tulisannya banyak memuat kritikan masyarakat demi untuk kemajuan Islam. Dan tema tulisan demikian itulah yang banyak mewarnai hasil karyanya di masa-masa berikutnya.[10]
Hassan menikah pada tahun 1911 M. dengan Maryam peranakan Melayu-Tamil di Singapura. Dari pernikahannya ini ia dikaruniai tujuh orang putra-putri; (1) Abdul Qadir, (2) Jamilah, (3) Abdul Hakim, (4) Zulaikha, (5) Ahmad, (6) Muhammad Sa‘id, (7) Manshur.[11]
Hijrah ke Indonesia dan Perkenalannya dengan Gerakan Tajdid (Persatuan Islam)
Pada tahun 1921, A Hassan pindah dari Singapura ke Surabaya. Awalnya kepindahannya adalah untuk berdagang dan mengurus toko milik Abdul Lathif pamannya. Tetapi mengalami kerugian dan beliau kembali ke profesi awalnya sebagai tukang vulkanisir ban mobil.[12]
Atas saran teman dekatnya, A, Hassan kemudian belajar tenun di Kediri. Selesai di Kediri kemudian melanjutkan ke sekolah pertenunan milik pemerintah di Bandung  pada tahun 1925. Di Kota Kembang ini ia tinggal bersama keluarga Muhammad Yunus (salah seorang pendiri Persatuan Islam). Di kota inilah ia berkenalan dengan para saudagar PERSIS, antara lain, Asyari, Tamim, Zamzam dan lain-lain.[13]
Dari perkenalan ini A. Hassan sering diundang untuk ceramah dan memberikan pelajaran pada pengajian-pengajian jamaah PERSIS. Dengan metode dakwahnya dan kepribadiannya serta pengetahuannya yang luas, jamaah PERSIS tertarik dengan A. Hassan sehingga ia dikukuhkan sebagai guru dan tokoh PERSIS. Hal inilah yang membuat ia membatalkan untuk kembali ke Surabaya.[14]
Di Bandung selain aktif sebagai guru PERSIS, ia memberi kursus/privat kepada pelajar-pelajar didikan Barat, bertabligh setiap minggu, menyusun berbagai karangan pada berbagai majalah. Salah satu majalah yang dirintis bersama teman-temannya adalah Pembela Islam.
Kehadiran A. Hassan ini menjadikan Persis sebagai organisasi Islam yang berani menyuarakan aspirasinya pada masa itu. A. Hassan sendiri dikenal sebagai tokoh yang cukup keras mengkritik praktik ibadah tradisional yang diklaim sebagai bid’ah dan khurafat.
Kegiatan tabligh dan dakwah menjadi ujung tombak penyebaran paham Al-Quran-sunnah yang dilaksanakan di berbagai tempat. Dalam aktivitas tabligh ini, Ahmad Hassan lebih senang melakukannya dengan metode diskusi dan dialog. Karena itu, perdebatan sengit tentang berbagai masalah keagamaan sering kali digelar. Terutama terkait persoalan agama yang tidak ada dasarnya dalam Al-Quran dan sunnah. Salah satu debat fenomenalnya adalah perdebatannya dengan kelompok Ahmadiyyah dan surat menyuratnya dengan presiden Soekarno.
Pada tahun 1940 M, A. Hassan pindah ke Bangil Jawa Timur, dan mendirikan Pesantren Persatuan Islam Bangil, ia tetap mengajar dan menulis di majalah Himāyat al-Islām (حِمَايَةُ الإِسْلاَمِ) yang diterbitkannya hingga wafat pada 10 Nopember 1958 M. dan dimakamkan di Pekuburan Segok, Bangil.[15]
Dari Madrasah A. Hassan, muncul Abdul Qadir Hassan sebagai pewaris keilmuannya, dilanjutkan oleh kedua cucunya, Ghazie Abdul Qadir Hassan, Hud Abdullah Musa, Luthfie ‘Abdullah Isma’īl, selain itu murid-murid Abdul Qadir yang mewarisi keilmuannya antara lain; Aliga Ramli, Ahmad Husnan, Muhammad Haqqiy, dan masih banyak yang lain.[16]
B.     Geneologi Pemikiran A. Hassan
Seorang tokoh pemikir, seperti halnya A. Hassan, pasti memiliki latar belakang yang mempengaruhi corak berfikirnya, baik itu keluarga, pendidikan, pergaulan serta setting sosial yang melingkupi sehingga membentuk karakter berfikirnya.
Pada abad 18, penolakan terhadap taklid dan perhatian terhadap studi Hadis sedang berkembang, yang dipelopori oleh Syah Waliyyullah al-Dahlawiy di India dan Muhammad al-Syawkāniy di Yaman. Maka, pada abad 19 muncullah gerakan Ahl-i-Hadis di India, yang dalam masalah-masalah hukum, Ahl-i-Hadis mengkombinasikan penolakan terhadap taklid dalam tradisi pemikiran al-Dahlawiy dan al-Syawkāniy dengan tekstualitas pemahaman yang merupakan gagasan pemikiran Zhahiriy. Seperti orang Zhahiriy, Ahl-i-Hadis cenderung tekstual dalam memahami al-Qur‘an dan Hadis, di samping itu mereka sepenuhnya menolak kewenangan ijmā‘, kecuali ijmā’ sahabat. Dari sisi karakternya, antara gerakan Ahl-i-Hadis di India dan gerakan Wahhabiy di Arab adalah sama, hanya saja dalam pertumbuhannya berjalan masing-masing.[17]
Keluarga A. Hassan adalah keluarga yang berasal dari India. Ayahnya, Ahmad, dikenal sebagai sarjana Tamil yang memiliki karakter keras tidak membenarkan ushalliy, tahlilan, talqin, dan lain sebagainya, sebagaimana faham Ahl-i-Hadis dan Wahhabiy pada umumnya. Demikian pula beberapa orang India di Singapura, seperti Thalib Rajab Ali, Abdul Rahman, Jailani, yang juga dikenal sebagai orang-orang yang berfaham Wahhabiy.[18]
A.Hassan adalah seorang sosok yang otodidak, karena pendidikan formal yang dilaluinya hanya di Sekolah Melayu. Walaupun demikian, ia menguasai bahasa Arab, Inggris, Tamil, dan Melayu yang dapat digunakan olehnya dalam pengembaraan intelektualnya. Pada masa itu, ia telah membaca majalah Al-Manār yang diterbitkan oleh Muhammad Rasyid Ridha di Mesir, majalah Al-Imām yang diterbitkan oleh ulama-ulama Kaum Muda di Minangkabau. Selain itu, A. Hassan telah mengkaji kitab Al-Kafa‘ah karya Ahmad al-Syurkati, Bidāyat al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd, Zād al-Ma‘ād karya Ibnu Qayyim al-Jawziyyah, Nayl al-Awthār karya Muhammad Ali al-Syawkāniy, dan Subul al-Salām karya al-Shan‘āniy. Semua bacaan-bacaan itu, cukup mempengaruhi corak berfikirnya.[19]
Pergaulan A. Hassan pun cukup luas, di antara sahabat-sahabatnya adalah Faqih Hasyim, Ahmad Syurkatiy, H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, Mas Mansur, H. Munawar Chalil, Soekarno, Muhammad Maksum, Mahmud Aziz, dan lain-lain.
Dalam buku Yang Dai Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis karya Dadan Wildan, disebutkan bahwa Ahmad Hassan juga memberikan andil besar terhadap pemikiran keislaman Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno.[20]
Kepada Ahmad Hassanlah, dalam pembuangannya di Ende, Flores (NTT), Bung Karno meminta buku-buku dan majalah-majalah karya Ahmad Hassan, sebagai pengisi roh batiniahnya yang haus akan keislaman. Dari Ahmad Hassanlah ‘api Islam’ Bung Karno menyala.[21]
C. Karya Tulisnya
A. Hassan adalah salah seorang tokoh pemikir yang produktif menuliskan ide-idenya baik di majalah-majalah maupun dalam bentuk buku. Menurut catatan Wikipedia, tidak kurang 70-an buku yang ditulisnya. Di antara karyanya adalah:
1.      Dalam bidang Al-Qur‘an dan Tafsir: Tafsir Al-Furqān, Tafsir Al-Hidāyah, Tafsir Surah Yāsīn, dan Kitab Tajwīd.
2.      Dalam bidang Hadis, Fiqh, dan Ushūl Fiqh: Soal Jawab: Tentang Berbagai Masalah Agama, Risalah Kudung, Pengajaran Shalat, Risalah Al-Fātihah, Risalah Haji, Risalah Zakāt, Risalah Ribā, Risalah Ijmā‘, Risalah Qiyās, Risalah Madzhab, Risalah Taqlīd, Al-Jawāhir, Al-Burhān, Risalah Jum‘at, Hafalan, Tarjamah Bulūg al-Marām, Muqaddimah Ilmu Hadis dan Ushūl Fiqh, Ringkasan Islam, dan Al-Fara‘idh.
3.      Dalam bidang Akhlaq: Hai Cucuku, Hai Putraku, Hai Putriku, Kesopanan Tinggi Secara Islam.
4.      Dalam bidang Kristologi: Ketuhanan Yesus, Dosa-dosa Yesus, Bibel Lawan Bibel, Benarkah Isa Disalib?, Isa dan Agamanya.
5.      Dalam bidang Aqidah, Pemikiran Islam, dan Umum: Islam dan Kebangsaan, Pemerintahan Cara Islam, Adakah Tuhan?, Membudakkan Pengertian Islam, What is Islam?, ABC Politik, Merebut Kekuasaan, Risalah Ahmadiyah, Topeng Dajjāl, Al-Tauhid, Al-Iman, Hikmat dan Kilat, An-Nubuwwah, Al-‘Aqā’id, al-Munāzharah, Surat-surat Islam dari Endeh, Is Muhammad a True Prophet?
6.      Dalam bidang Sejarah: Al-Mukhtār, Sejarah Isrā‘ Mi’rāj.
7.      Dalam bidang Bahasa dan Kata Hikmat: Kamus Rampaian, Kamus Persamaan, Syair, First Step Before Learning English, Al-Hikam, Special Dictionary, Al-Nahwu, Kitab Tashrīf, Kamus Al-Bayān, dan lain-lain.[22]
Dari karya-karya ilmiah yang telah diwariskan A. Hassan tersebut, dapat dilihat betapa luas ilmu yang ia geluti. Secara umum Endang Saifuddin Ansari dalam makalah seminar tentang pemikiran A. Hassan di Singapura Tahun 1979 M. mengelompokkan karya-karyanya secara garis besarnya sebagai berikut:[23] 1) Mengenai Muhammad Rasulullah saw. 2) Mengenai Sumber Norma dan Nilai Islam: al-Qur’an dan al-Sunnah. 3)Mengenai Aqidah. 4) Mengenai Syari‘ah: ‘ibadah dan mu’amalah. 5) Mengenai Akhlak. 6) Mengenai Studi Islam (Dirāsat Islamiyyah): Ilmu Tauhid dan Ilmu Kalam, Ilmu Fiqh dan Ushūl Fiqh, Ilmu Akhlak, Ilmu Tasawwuf, dan lain sebagainya. 7) Mengenai pelbagai soal hidup lainnya, seperti: politik, ekonomi, sosial, kesenian, ilmu pengetahuan, filsafat, bahasa, perbandingan agama, dan lain sebagainya.
D. Pemikiran Pendidikan A. Hassan
Sebagaimana disinggung penulis di bagian mukadimah, tidak mudah untuk menelesuri pemikiran sang tokoh terkait pendidikan. Hal itu karena ‘warisan’ sang tokoh yang secara khusus berbicara tentang pendidikan bisa dikata minim. Namun, kiprah dan aktivitas sang tokoh sangatlah kental dengan dunia pendidikan. Di lingkungan Persatuan Islam, beliaulah yang menggagas sekolah formal, sebagaimana saat kepindahannya ke Bangil, beliau juga mendirikan Pesantren Persis Bangil di sana.
Tidak heran kalau beberapa peneliti menyebut A. Hassan sebagai termasuk salah satu tokoh yang punya kontribusi dalam memajukan pendidikan dan pemikiran Islam di lingkungan pergerakan Islam yang ada terutama dalam hal ini Persatuan Islam.
Michael Feener dalam bukunya, Muslim Legal Thought in Modern Indonesia, menyebut A Hassan sebagai penggerak atas munculnya organisasi yang bersifat sukarela, terbukanya kesempatan pendidikan, juga mendorong terbitnya media cetak. Ia pula yang mendorong lahirnya sekolah pemikir dan berkembangnya komunitas baru.[24]
Ilmuwan Jepang, Takashi Shiraishi, menyebut masa ini sebagai age in emotion, yaitu suatu masa ketika bangsa Indonesia rajin membaca dan mendiskusikan ide-ide yang terinspirasi dari gerakan reformasi Islam dari Timur Tengah untuk pembaruan semangat keislaman dan melawan pengaruh kolonial Barat.[25]
            Secara ringkas pemikiran pendidikan beliau dapat dipaparkan sebagai berikut;
a.      Tujuan Pendidikan.
Dalam tujuan pendidikan A. Hassan memandang bahwa tujuan pendidikan itu adalah terciptanya akhlak yangh terpuji dalam diri peserta didik. Dalam bahasa beliau peserta didik memiliki kesopanan tinggi secara Islam. Dalam buku Kesopanan Tinggi, A. Hassan menulis pentingnya akhlak pada anak-anak. Beliau menulis: “Maka dengan alasan Ajat-ajat dan Hadits-hadits jang lalu itu dapatlah kita tetapkan, bahwa patut dan wadjib anak-anak berlaku sopan, hormat, ta’zhim dan adab dengan tjinta, kasih, sajang, dengan perangai dan tjara jang manis dan halus kepada ibu-bapak.” (hal. 15)
A.Hassan juga menyatakan bahwa tujuan terpenting diutusnya Rasulullah Saw. adalah untuk menyempurnakan akhlak sebagaimana Rasulullah Saw. menyabdakan demikian. Dan tujuan ini hendaknya juga menjadi tujuan pendidikan. Tulisnya; “Wadjib kita memudji dan menerima kasih kepada Tuhan jang mengutus kepada kita seorang Rasul jang datangnja untuk menjampurnakan Kesopanan Tinggi”.
Beliau juga mengkritik sistim pendidikan ala Barat yang menurutnya tidak mampu mewujudkan tujuan ini, bahkan sebaliknya para lulusannya mengalami degradasi akhlak. Beliau menulis; “… di zaman kita ini ada beberapa banjak anak-anak tiruan Barat, istimewa anak-anak sekolah jang sudah tidak mau menghormatkan bapa saudara, emak saudara, bapa mertua, tidak mau ber-aadab dihadapan mereka, selalu menundjuk-nundjukkan gaja dan tjara ke-Baratan dan perangainja… (hal.19)
Kemudian lanjutnya;
Sering kali kita lihat dan dengar beberapa anak-anak muda laki-laki perempuan, istimewa anak-anak sekolah ke-Baratan, terdjerumus didalam hal jang tidak baik. (hal 41).
b.      Sumber dan Wasilah Pendidikan
A. Hassan sangat teguh dalam memegang prinsip yang bersumber dari Al Quran dan Al Sunnah. karena itu beliau tidak mengenal kompromi dengan segala hal yang bid’ah. Menurutnya bid'ah dalam agama bukan suatu perbedaan, bid'ah adalah penyimpangan dari Qur'an dan Sunnah, membiarkan bid'ah artinya memupuk perbuatan yang salah dan kemunafikan. 
Demikian teguhnya beliau dalam berpegang kepada apa yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits. Dalam hal pendidikan, ini juga yang telah menjadi prinsipnya. Beliau menjadikan Al Quran dan Al Hadits sebagai sumber pendidikan. Model sekolah yang beliau dirikan adalah sekolah yang mendidik peserta didiknya menjadi manusia-manusia yang bertafaqquh fiddien. Dan sampai sekarang, memang terbukti Pesantren yang dibangunnya itu memiliki kekhasan tersendiri dalam kemampuan bersentuhan dengan kitab-kitab turats sebagai gerbang menuju tafaqquh fiddin.
Walau demikian, A. Hassan bukanlah tipe orang yang kolot dalam berpikir. Dalam hal wasilah dan sarana pembelajaran beliau termasuk yang berpikiran maju. Dalam pandangannya selama tidak ada bertentangan dengan Al Quran dan Al Hadits, maka wasilah dan sarana seperti apapun mubah-mubah saja.
Hal itu dapat dilihat misalnya  saat beliau untuk pertama kali membuat tafsir al-Qur'an dari kiri kekanan, karena tafsirnya itu menggunakan huruf latin. Pada waktu itu orang beranggapan kafir bila memakai huruf  latin di sebelah huruf Arab. Barangkali saking bencinya kepada Belanda, huruf latinpun dikafirkan. Sedangkan A. Hassan sendiri melalui Persisnya menganggap masalah huruf latin hanyalah urusan duniawi.
Demikian juga ketika Pesantren Persis mempelopori gerakan pembaharuan internal dalam bidang pendidikan, gurunya berdasi dan muridnya harus bersih dan necis tidak seperti kalangan Pesantren waktu itu yang masih menggunakan sarung dan tidak terlalu memperhatikan masalah pakaian. A. Hassan menganggapnya sebagai masalah yang mubah-mubah saja.
c.       Metodologi Pendidikan
A. Hassan adalah seorang ahli dalam berdebat. Beberapa debat fenomenal yang dilakukannya dengan beberapa kelompok cukup banyak menyita perhatian pubik. Dalam buku-buku karyanya pun, tidak jarang cara penulisan yang dipilihnya adalah model dialog. Misalkan buku Soal Jawab, Tauhid, Mengenal Nabi Muhammad dan lain-lain. Semua itu dipaparkan secara tanya jawab.
Hal ini berimbas kepada metode da’wah yang digunakannya dan termasuk dalam cara mengajarnya. Beliau nampaknya lebih memilih metode dialog dan diskusi. Karena menurutnya metode ini lebih memberikan kepuasan kepada peserta didik dan sekaligus membuka pemikirannya.
Berdebat dalam hal agama menurut A. Hassan bagaikan membebaskan katak dari kurungan tempurung sehingga memberi kesempatan bagi manusia untuk memilah dan memilih kebenaran sejati. Tindakan dan cara seperti ini memang banyak ditentang oleh sejumlah orang terutama bagi mereka yang sama sekali tidak memiliki kemampuan atau keberanian dalam berdebat. Tetapi seperti yang diungkapkan oleh Moh. Natsir bahwa beragama itu harus cerdas dan jelas, sebab antara yang hak dan yang batil tidak bisa dicampur. Memang bagi orang yang kalah berdebat bisa saja menjadikannya sebuah tamparan dimuka umum sehingga menjadikannya trauma, tetapi bagaimanapun agama ini tidak boleh dipahami secara beku, kita harus berani kritis dalam beragama. 
d.      Kompetensi
Kompetensi yang diharapkan menurut A. Hassan adalah kompetensi yang mampu memenuhi tujuan pendidikan yang dicanangkannya. Sedangkan tujuan pendidikan menurut A. Hassan terciptanya manusia yang berkesopanan tinggi atau berakhlak karimah dan yang berpegang teguh dengan Al Quran dan Al Sunnah sebagai sumber dari akhlak tersebut.
Kompetensi lainnya adalah terciptanya peserta didik yang tafaqquh fiddin. Karena untuk dapat berpegang teguh dengan Al Quran dan Al Hadits, sejatinya setiap peserta didik harus dibekali keahlian-keahlian yang dapat dipergunakannya untuk memahami kedua sumber tersebut secara benar, jauh dari bid’ah dan taklid.
Kompetensi lainnya yang bisa diamati dari para peserta didik hasil didikan beliau adalah keteguhannya dalam memegang prinsip. Ini yang dapat dilihat dari sosok murid-murid beliau seperti M. Natsir, Isa Anshori ayahanda Endang Saifuddin Anshori, E. Abdurrahman, Rusyad Nurdin dan lainnya.

III. PENUTUP
Demikian paparan singkat mengenai pemikiran pendidikan A. Hassan yang penulis dapat sajikan dalam makalah ini. Tentu apa yang dipaparkan masih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan di sana sini yang perlu diperbaiki dan ditambahkan. Penulis merasa sosok sang tokoh terutama terkait pemikiran pendidikannya masih perlu digali dan dikaji lebih mendalam lagi. Semoga apa yang penulis sajikan dapat membantu para pembaca yang concern dengan sang tokoh dalam mengkajinya.
Sebagaimana penulis juga berharap, makalah ini menjadi awal bagi penulis untuk terus melakukan kajian yang lebih serius lagi dalam mengungkap lebih jauh ‘warisan’ para pendahulu yang dapat menginspirasi pendidikan kita. Satu hal yang menonjol dari sosok A. Hassan adalah keberhasilan beliau dalam membina kader-kader perjuangannya. Banyak tokoh-tokoh bangsa yang lahir dari kiprah da’wah dan pendidikan beliau. Tentunya hal ini menjadi salah satu kebutuhan kita yang mendesak saat ini. Ketika para ‘orang tua’ kita masih dihimpit perasaan ‘risau’ dengan semakin langkanya kehadiran para pelanjutnya. Semoga!



DAFTAR PUSTAKA
A Hassan, Kumpulan Risalah A. Hassan, Bangil: Pustaka Elbina, cet. 1, 2005.
__________, Kesopanan Tinggi, Bandung: CV. Diponegoro, 1985.
__________, Al Nubuwwah; Mengenal Nabi Muhammad, Bandung: CV. Diponegoro, cet. 1, 1995.
Dadan Wildan Anas, Yang Dai Yang Politis : Hayat Perjuangan Lima Tokoh Persis, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1977.
Syafiq A. Mughni, Hassan Bandung: Pemikir Islam Radikal, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1994
Tamar Jaya, “Riwayat Hidup A. Hassan”, dalam A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2001.
M. Mukhsin Jamil , dkk. Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persisi dan NU, Fahmina Instute, 2008.
Republika, Khazanah Tokoh Islam Nusantara 1; Ulama, Pejuang, Pujangga dan Pejabat, Jakarta: Harian Republika, Cet. 1, 2011.
Website. Fospi Mesir, pwk. Mesir, pwk Pakistan.
republika.co.id, dalam Khazanah Islam dan Islam Digest.





[1]Syafiq A. Mughni, Hassan Bandung: Pemikir Islam Radikal, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1994 M), Cet. II, hal. 11, dikutip dari situs FOSPI (Forum Silaturahmi PERSIS) Pakistan dari tulisan Al Hafizh Ibnu Qayyim berjudul “Kontribusi A. Hassan Terhadap Kajian Hadits di Indonesia”
[2] M. Mukhsin Jamil , dkk. Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persisi dan NU, ( Fahmina Instute: 2008) hal. 192.

[3] A. Ahmad Hizbullah, A. Hassan: Ulama Nasional yang Serba Bisa, Mandiri, Tegas dan Gigih Berdakwah, VOA Islam.com.
[4] A. Ahmad Hizbullah, ibid.
[5] A. Ahmad Hizbullah, ibid.
[6] A. Ahmad Hizbullah, ibid.
[7] Syafiq A. Mughni, op.cit. hal.13.
[8] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.
[9] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.
[10]A.Ahmad Hizbullah, op.cit.
[11] Syafiq A. Mughni, op.cit, hal. 12.
[12] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.

[13] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.

[14] A. Ahmad Hizbullah, op.cit.
[15] Fospi Pakistan
[16] Fospi Pakistan
[17] Fospi Pakistan
[18] Syafiq A. Mughni op.cit. hal. 20, dikutip dari Fospi Pakistan
[19] Syafiq A. Mughni, op.cit, dikutip dari Fospi Pakistan.
[20] Dadan Wildan Anas, Yang Da’i Yang Politis: Hayat Perjuangan Lima Tokoh Persis, dikutip dari Khazanah, Republika.co.id
[21] Khazanah, Republika.co.id
[22] Lihat Wikipedia tentang karya tulis A. Hassan, Syafiq Mughni dalam Hassan Bandung: Pemikir Islam Radikal, juga Dadan Wildan Anas  dalam Yang Da’i yang Politis: Hayat Perjuangan Lima Tokoh Persis.
[23]Endang Saifuddin Ansari, A. Hassan: Wajah dan Wijhah Seorang Mujtahid, dalam Abdul Rahman Haji Abdullah, Gerakan Islah di Perlis: Sejarah dan Pemikiran, (Cet. I; Kuala Lumpur: Penerbitan Pena, 1989 M), h. 131, dikutip dari website Fospi Pakistan.

[24]Khazanah Republika.co.id, Hujjatul Islam: A Hassan, Mengobarkan Semangat Keislaman di Era Kolonial (1), edisi Selasa, 22 Mei 2012
[25] Khazanah Republika.co.id, ibid.
Categories: